"Kau tidak menyimpan nomorku lagi, Vindy? Sungguh sedih… Dua tahun tidak saling contact, kau sudah menghapus nomorku dan tidak ingat aku lagi…"
Vindy Tjendera menghela napas panjang. Dia tidak asing dengan suara ini. Akhirnya, setelah pikir-berpikir, limbah kenikmatan yang sudah ia kubur dua tahun lalu kini mencuat kembali ke permukaan dan menggerayanginya.
"Mary Juniar Tanuwira… Iya ya… Sudah dua tahun kita tidak saling contact. Bagaimana kabarmu?" Ujung bibir Vindy Tjendera sedikit terangkat. Sebersit senyuman sinis tampak menghiasi wajahnya yang cantik.
"Baik… Dari Medan aku pindah ke Jakarta, kabarku tetap sama dan tetap luar biasa baik. Tapi, aku yakin sekarang setelah aku menghubungimu, kau tidak hanya ingin menanyakan tentang kabarku bukan?" Tampak juga sebersit senyuman sinis menghiasi wajah Mary Juniar. Dia menelepon Vindy Tjendera seraya berdiri di depan cermin besar kamar mandi perempuan. Dia terlihat menyibakkan rambutnya ke belakang.
Terdengar Vindy Tjendera meledak dalam tawa seksinya di seberang.
"Oh ya… Tentu saja… Aku takkan pernah bisa melupakan soal abangmu itu, Mary Juniar. Dari pengalaman-pengalamanku selama ini, tetaplah dia yang pertama dan yang terhebat."
"Tetap kau tidak menemukan yang lebih hebat dari dia?" Senyuman sinis masih menghiasi wajah Mary Juniar yang cantik. Kedua temannya itu memperhatikan gaya bicaranya dengan sedikit bergidik.
"Sejauh ini belum, Mary Juniar… Jika dipikir-pikir lagi, aku kembali merindukannya dan ingin bertemu dengannya lagi. Kenapa kau meneleponku pagi-pagi begini? Kau ingin memberikanku alamat apartemen abangmu di Jakarta sini?"
"Dari mana kau tahu abangku ada satu apartemen di Jakarta sini?" Mary Juniar sedikit mengerutkan dahinya.
"Aaahh… Keluarga Tanuwira… Beauty & Me Enterprise… Apa sih yang tidak bisa dilakukan kalian? Di mana alamatnya? Biar aku bisa out dari sekolah membosankan ini sekarang dan segera ke sana. Aku sudah sangat merindukan permainan abangmu, Mary Juniar."
"Sebenarnya aku ingin meminta sedikit bantuanmu…"
"Apa itu?"
"Abangku sedang dekat dengan seorang cewek sekarang. Dan aku merasa cewek itu hanya ingin mendapatkan uang dan turut menikmati kekayaan keluarga kami. Aku kurang sreg dengan si cewek ini yang mendekati abangku dengan niat yang kurang tulus. Aku ingin… aku ingin kau membantuku menyingkirkannya dari kehidupan abangku. Aku ingin dia mundur dengan sukarela. Bisa kan, Vindy? Aku rasa itu sama sekali takkan menjadi masalah bagimu, iya kan?"
Senyuman sinis merebak di wajah Mary Juniar. Memandanginya, kedua temannya itu berdecak kagum dan bergidik pada saat bersamaan.
"Oke… Lalu apa yang bisa aku dapatkan kalau begitu?"
"Tentu saja kencan satu malam yang hebat… Kau akan sangat puas dan takkan menyesalinya, Vindy…"
"Dengan abangmu?"
"Tidak… Dengan si abang dari cewek yang akan kausingkirkan ini. Dia blasteran orang Jepang dan Korea, tinggi tegap, badan atletis, hampir sama tampannya dengan abangku. Dan yang paling penting adalah dia juga seorang lelaki player. Pengalamannya juga tidak kurang dari abangku…"
Kedua temannya itu mendengarkan kata-kata Mary Juniar sembari menutup mulut dengan kedua tangan mereka.
"Wow… Kau sudah pernah mencoba dengannya, Mary Juniar?"
"Belum… Akan ada saatnya nanti… Sekarang menjadi bagianmu dulu… Kudengar sih dia tahan beronde-ronde – tak kalah dari abangku. Pokoknya recommended banget deh… Bagaimana, Vindy?"
Beberapa detik Vindy Tjendera terdiam di seberang.
"Bagaimana kau akan memancingnya ke hotel supaya aku bisa bertemu dengannya di sana?"
"Tentu saja bisa… Itu bukanlah perkara sulit. Aku akan mengirimkan fotonya kepadamu supaya kau tidak salah mengenali orang nanti. Namanya Shunsuke… Shunsuke Suzuki…" Mary Juniar sengaja mendesahkan nama itu dengan perlahan supaya bisa memancing gairah kewanitaan Vindy Tjendera di seberang.
"Oke deh… Deal ya… Berikan aku alamat abangmu… Sekarang juga aku ke sana…"
Senyuman Mary Juniar kali ini disertai dengan sedikit senyuman kepuasan dan kemenangan.
***
Benar saja… Bel pintu apartemen berbunyi. Ketika dibuka, Natsumi Kyoko mengerutkan keningnya. Siapa si perempuan yang kira-kira seumuran dengannya ini? Ia mengenakan tank top dan hot pants. Ia langsung melangkah masuk ke dalam apartemen dan duduk di atas ranjang Maxy Junior tanpa dipersilakan.
"Siapa ya?" Natsumi Kyoko masih mengerutkan dahi. Enak saja si cewek ini langsung masuk ke tempat orang dan duduk di atas tempat tidur orang tanpa dipersilakan. Siapa dia? Apakah… Apakah… Apakah dia salah satu mantan Maxy Junior? Sekonyong-konyong gelisah langsung menggelimuni pucuk hati Natsumi Kyoko.
"Aku Vindy… Vindy Tjendera… Aku salah satu mantan Maxy Junior… Kau sendiri siapa?" Tampak senyuman genit nan menyebalkan terpancar dari wajah Vindy Tjendera.
"Aku Natsumi Kyoko… Aku teman sebangkunya di kelas…"
Vindy Tjendera meledak dalam tawa yang sedikit menghina nan melecehkan.
"Teman sebangku? Kok kau bisa sampai berakhir di apartemen Maxy Junior di saat-saat jam pelajaran sekolah begini?"
"Kau sendiri? Kenapa kau bisa ke sini di saat-saat jam pelajaran sekolah begini?"
"Sekolah itu ayahku yang buka. Ayahku adalah ketua yayasan di sana. Sudah pasti aku bebas melangkah keluar masuk semauku."
Natsumi Kyoko sedikit mendengus dan mencibir. Anak orang kaya… Mentang-mentang ayahnya adalah pemilik sekolah, dia suka-suka mondar-mandir seperti setrika.
"Kau belum menjawab pertanyaanku tadi, Natsumi…"
"Maxy Junior sedikit tidak enak badan. Dia meminta tolong padaku untuk mengantarnya pulang." Natsumi Kyoko berhenti sampai di sana. Dia tidak ingin membahasnya lebih lanjut.
"Dan sehabis kau mengantarnya pulang ke sini, kau tidak kembali ke sekolah dan masih repot-repot memasak makan siang untuknya ya… Yah, bisa dimengerti sih… Dulu aku pun juga begitu…"
Tenggorokan Natsumi Kyoko tercekat. Marah, resah gelisah, gundah gulana semuanya bercampur aduk dan mulai menyelisir di tepian pantai sanubari Natsumi Kyoko.
"Dan kemudian Maxy Junior akan melahap makanan yang kaumasak dan dia akan memuji makanan yang kaumasak itu enak sekali, padahal begitu kaucicipi sendiri, makanan itu biasa-biasa saja. Intinya adalah, dia akan segera menuntunmu ke ranjang ini dan sama-sama jiwa kalian akan melambung ke langit ketujuh. Aku masih menyimpan foto-foto kami dulu loh… Kau ingin lihat?"
Vindy Tjendera memampangkan foto-fotonya ketika ia bercumbu ria dengan Maxy Junior dua tahun lalu di ponselnya. Dia meletakkan ponselnya itu di atas meja makan dan berpura-pura berkeliling di dalam apartemen Maxy Junior sambil melihat-lihat.
"Tidak di Medan, tidak di Jakarta, rancangan interior apartemen Maxy Junior sama saja ya… Dia menyukai pemandangan laut sehingga wallpaper apartemennya itu selalu didominasi oleh pemandangan laut."
Natsumi Kyoko scroll down foto-foto yang terdapat pada ponsel Vindy Tjendera. Dia meletakkan ponsel tersebut kembali ke atas meja makan. Napasnya mulai tertahan nan tersengal-sengal. Gulana mulai merecup di tudung sanubarinya. Karena Vindy Tjendera mengambil foto-foto tersebut dengan berswafoto, tentu saja foto-foto tersebut hanya menampilkan bagian atas tubuhnya sendiri dan tubuh Maxy Junior yang telanjang nan tanpa sehelai benang pun. Ada beberapa foto yang menampilkan pose Maxy Junior yang sedang menjilat mesra rahang, leher dan bahkan sampai ke kedua bukit kembar Vindy Tjendera. Natsumi Kyoko sungguh nelangsa melihat semua foto tersebut.
Kendati sudah berkali-kali mendengar bahwasanya Maxy Junior adalah seorang lelaki fuckboy, melihat secara langsung foto-foto permainan sang pangeran tampan terasa sungguh menyakitkan. Napas Natsumi Kyoko menjadi sesak. Ia hanya berdiri terdiam di sana, berdiri terpaku di tempatnya tanpa tahu harus berucap apa.