Chereads / Baron, The Greatest Animagus (Indonesia) / Chapter 29 - 29. Pesta Di Rumah Baron

Chapter 29 - 29. Pesta Di Rumah Baron

Malam itu Loma mengumpulkan para pasukan untuk menghias rumah Baron dengan lampion kecil warna-warni yang tampak seperti lampu natal di dunia manusia. Berbagai macam makanan berlimpah disusun di meja makan.

Sebuah tenda besar dibangun di halaman belakang rumah Baron. Kursi-kursi kayu berdiri di sana dan dipenuhi begitu banyak orang. Musik ceria memenuhi udara. Ada alat musik seperti suling dan gendang yang terbuat dari daun Mamesein yang diawetkan dan mengeluarkan suara yang bagus.

Para penari menggerakkan tubuh mereka dalam keindahan dan kelembutan. Itu adalah tarian tradisional dari Emporion Barat yang sangat tersohor.

Wajah para penari itu sangat cantik. Mereka tersenyum sambil memiringkan kepala. Jari-jari mereka begitu lentik, menekuk di udara, dan membuat beberapa gerakan rumit.

Semua orang bertepuk tangan dengan ceria. Ini adalah pertunjukan paling populer di setiap negeri. Ketika seseorang akan menikah, ia harus membuat pesta ini. Namun, Baron berpikir bahwa hal ini sama sekali tidak perlu.

Baron sebagai sang tuan rumah sama sekali tidak merasakan getaran kebahagiaan. Hatinya sedang dilanda kesedihan dan rasa gundah karena ia akan kehilangan hidupnya, masa depannya untuk selamanya.

Baron sedang tidak ingin berpesta. Jika ia sanggup, ia ingin sekali mengusir semua orang untuk pulang, tapi ia tidak tega melakukannya.

Kepalanya pusing tatkala melihat rumahnya yang penuh dengan orang-orang. Ada begitu banyak suara orang berbicara dan suara musik yang berisik. Baron sudah terlalu lama hidup sendiri tanpa kebisingan apa pun. Jadi, ia hanya bisa mengelus dada sambil bersabar menunggu hingga pesta ini segera usai.

Baron sedang makan kue manis berwarna ungu dengan krim hijau. Kue itu sangat enak. Meski hatinya sedang merasakan kesedihan, setidaknya, ia bisa merasakan hal manis di mulutnya.

Baron pun mengunyah-ngunyah kue itu sambil berharap agar hatinya terhibur sedikit dengan rasa manis di mulutnya. Lalu ia melihat Majer berjalan ke arahnya. Wanita itu memberinya senyuman manis.

"Sungguh pesta yang hebat," kata Majer.

"Terima kasih sudah datang ke rumahku." Baron mengangkat alisnya. "Apakah kamu ingin kue?"

"Tentu," kata Majer.

Baron mengambil kue kuning dengan kelopak mawar di atasnya dan menyerahkannya pada Majer. Sahabatnya itu menikmati kue itu sambil mengangguk perlahan.

"Hmmm, kue ini enak sekali. Apa kamu yang membuatnya?" tanya Majer.

"Tentu tidak. Semua ini Loma yang mengurusnya." Baron menunjuk dekorasi dan makanan yang ada di meja. "Aku tidak tahu apa-apa."

Majer mengangkat alisnya dan tampak agak mengernyit saat Baron menyebut nama Loma. Baron tidak heran jika Majer masih menaruh kebencian pada Loma.

Majer dan Loma adalah mantan pasangan kekasih yang cukup menghebohkan. Baron pikir, Majer akan menikah dan hidup bahagia dengan Loma.

Namun nyatanya, takdir berkata lain. Mereka harus berpisah di tengah jalan dengan penuh drama.

Baron tidak akan membahas tentang hubungan mereka malam ini karena ia sudah lelah menghadapi pesta ini. Jadi, ia lebih baik mengambil dua gelas jus lemon. Satu untuknya dan satu untuk Majer.

"Omong-omong, aku senang mendengar bahwa kamu memutuskan untuk menerima perjodohan ini. Itu adalah keputusan yang bagus," ucap Majer. Baron pun mendengus. "Hei, ada apa denganmu? Tenanglah, semuanya akan baik-baik saja. Aku tahu bahwa suatu hari nanti kamu akan menerimanya. Kamu tidak ingin segera mati dalam waktu dekat ini, kan?"

"Kamu tahu, Majer," kata Baron memulai. "Aku pikir hidupku tidak akan pernah sama lagi. Aku merasa seperti kehilangan separuh hatiku. Bagaimana bisa aku menikahi Neyan jika aku tidak pernah jatuh cinta padanya?"

Majer melihat sekeliling, memastikan tidak ada yang mendengarkan mereka. "Mungkin hari ini kamu merasa kesal dengan semua ini, tetapi suatu hari nanti kamu akan berterima kasih pada dirimu sendiri. Menikahi sang putri adalah berkah yang tak terkira."

Baron menghela napas. "Mungkin, aku harus melupakan Victoria. Aku sedih sekali karena aku tidak akan pernah bisa pergi ke dunia manusia lagi di masa depan. Hari itu adalah pertama dan terakhir kali aku melihatnya."

Majer menepuk bahunya dengan ringan. "Sabar. Suatu hari cintamu akan tumbuh ketika kamu menyadari bahwa Neyan adalah cinta sejatimu."

"Dia bukan cinta—"

"Sssst! Jangan katakan itu," Majer memotong kata-katanya.

Baron meminum jus lemon. Rasanya sangat asam, tapi cukup menyegarkan pikirannya. Tiba-tiba, Loma menghampirinya. Wajahnya terlihat begitu bahagia. Ia pun mengangkat gelasnya dan mengangguk sekali.

"Untuk kebahagiaanmu, Baron!" seru Loma.

Tiga wanita mengikutinya sambil mengangkat gelas mereka. "Untuk kebahagiaan Baron!" seru mereka mengikuti kata-kata Loma.

Setiap orang yang ada di sana melakukan hal yang sama, begitu pula dengan Majer. Wanita itu menyeringai sebelum ia meminum jus lemonnya.

Baron merasa sangat buruk. Ia tidak pantas mengadakan pesta ini. Semua orang berharap agar ia bahagia. Namun, bagi Baron, kebahagiaan hanyalah sebuah bayang-bayang semu yang sulit untuk ia raih.

Ia jadi bertanya-tanya. Apa yang sedang Neyan lakukan di istana? Apakah ia juga membuat pesta seperti ini atau mungkin lebih dari ini?

Neyan adalah seorang putri. Ia bisa melakukan apa pun yang ia mau. Semua wanita akan bersiap untuk melakukan apa pun keinginannya. Jika Baron menikahinya, mungkin ia harus belajar untuk membuat perintah kepada para pelayannya.

Baron mendecak kesal. Ia benci hal itu. Memerintah bukanlah sesuatu hal yang cocok baginya.

Ia harus mengendalikan dirinya agar tidak menjadi pria yang buruk. Ia melihat bahwa Neyan berharap yang terbaik untuknya. Mungkin ia bisa mencoba menjadi suami yang baik untuknya.

Baron mengingat senyum Victoria dan tiba-tiba hatinya terasa hancur. Ia sangat sedih karena tidak bisa memenuhi janjinya. Ia adalah pria yang sangat buruk.

Ketukan musik semakin cepat. Semua orang merayakan hari ini dengan kebahagiaan. Tiba-tiba, Majer meraih tangannya dan membawanya ke tengah pesta. Mereka bertepuk tangan dan bersorak gembira.

"Tidak, Majer," ucap Baron sambil menggerakkan tangannya. "Aku tidak—"

"Ayolah, Baron. Kamu tidak boleh terus menerus sedih," kata Majer.

"Baron! Baron! Baron!"

Semua orang menyorakinya agar Baron ikut berdansa. Akhirnya, Baron terpaksa menuruti keinginan mereka.

Baron mencoba gerakan terbaiknya sambil tersenyum seadanya. Semoga saja ia baik-baik saja. Jika hatinya tidak dalam keadaan senang, maka tariannya pun tidak akan bagus.

Namun sepertinya, semua orang tidak peduli dengan gerakan Baron yang kaku seperti robot di dunia manusia. Mereka melompat-lompat sambil menggoyangkan badannya mengikuti irama musik yang cepat.

Majer yang seorang petarung sejati pun turut bergembira dan bergerak jauh lebih lincah dari Baron. Ia menari seolah tak mengizinkan siapa pun di tempat ini untuk bersedih.

Tak ada yang dapat mengubah keputusan yang sudah ditetapkan oleh sang raja. Dan lagi, Baron pun masih ingin melanjutkan hidupnya daripada memaksakan hatinya yang terluka.

Baron harus terus hidup dengan baik sambil mencari cara untuk menemui Victoria lagi, jika hal itu memungkinkan.

Baiklah. Baron merubah pola pikir dan hatinya. Ia harus menikmati malam ini, malam yang mungkin tak akan pernah terulang lagi dalam hidupnya.

Baron pun semakin lama semakin melenturkan tubuhnya dan menari bersama Majer dengan hati yang lebih lega. Senyuman Majer tampak semakin lebar tatkala melihat gerakan Baron yang luwes.

Baron menoleh pada Loma yang sedang berdansa dengan gadis cantik berbaju kuning. Ia tahu bahwa wanita itu adalah animagus kelinci. Ia harap, Loma tidak begitu serius bersama dengan wanita itu karena Majer bisa saja cemburu melihatnya.

Namun, sejauh ini, Majer tampak bergembira dengan Baron dan tidak memperdulikan apa pun di sekitarnya.