Jangan kau sebut Maya seperti itu, dia jauh lebih bermartabat daripada kamu, Tega-teganya kau berbuat seperti ini, Dasar Binatang!" caci Bram seraya menuding ke wajah Maya yang sudah berlelehan air mata. Maya beringsut memeluk kaki Bram dengan erat, sorot matanya memelas.
"Maafkan aku, Bram. Aku seperti ini karena aku tidak rela kamu dengan wanita lain. Tidak sadarkah kau betapa berartinya kamu buatku? Tidak adakah ruang kosong di hatimu untukku, Bram?"
Bram menghentak-hentakkan kaki dan menendang Maya serampangan,"Tidak, dan tidak akan pernah!" Sekilas, dia melirik Maya. Wajah manis itu terlihat meringis kesakitan. Bram semakin meradang, matanya nyalang seolah akan menelan mangsanya hidup-hidup. Bram merebut gesper dari tangan Maya, dan bersiap untuk menghajarnya, "Sekarang, Rasakan ini!"
"Jangan, Bram. Kumohon," rengek Maya sembari memejamkan mata. Terdengar suara gesper beberapa kali beradu dengan lantai. Maya teriak ketakutan.