Chereads / Ganjar Dear Aisyah / Chapter 31 - Tiga hari menjelang pernikahan Ganjar dengan Rara

Chapter 31 - Tiga hari menjelang pernikahan Ganjar dengan Rara

Tiga hari menjelang pernikahan suaminya dan sahabat baiknya, Aisyah mulai sibuk menyiapkan keperluan untuk acara pernikahan tersebut. Meskipun usia kandungannya sudah menginjak bulan ke tujuh, Aisyah tetap bersemangat dalam beraktivitas tak lepas dari itu, ia pun tetap bersikap tegar meskipun dihadapkan dalam peristiwa sulit jika dipandang secara kasat mata. Namun Aisyah tidak merasa terbebani dengan pernikahan suaminya dengan seorang gadis yang merupakan sahabat baiknya sedari kecil.

Pujian pun terlontar dari para tetangga dan warga sekitar untuk Aisyah yang mereka anggap sebagai wanita yang saleha. Termasuk dari para kerabat dan sahabat-sahabatnya.

"Cita-cita aku sih mau seperti Ganjar, dicintai dua wanita cantik." Haikal bersandar di sebuah saung kecil di antara deretan perkebunan cabai merah.

Amin tertawa lepas mendengar ucapan rekannya itu, "Hahaha, mimpi siang bolong kamu," sahut Amin penuh cibiran, tampak jelas bibirnya maju beberapa senti ke depan.

"Ah, kamu. Namanya juga berandai-andai," hardik Haikal mendelik ke arah Amin yang duduk di sebelahnya.

Mereka terus berbincang mengenai pernikahan bos mereka yang akan digelar tiga hari ke depan, kedua pemuda itu tampak kagum dan menyanjungi Ganjar dan juga Aisyah.

Beberapa menit kemudian, Ganjar tiba di area perkebunan cabai merah itu. Ia langsung menghampiri Haikal dan Amin yang sedang beristirahat di sebuah saung kecil di tengah perkebunan tersebut.

"Bapak ke mana, Kak!" tanya Ganjar duduk di sebelah Haikal.

"Ikut Pak Haji Syarif, katanya mau pesan pupuk ke KUD," jawab Haikal lirih.

Ganjar menghela nafas panjang, kemudian berkata lirih dengan menatap wajah kedua pekerjanya itu, "Menurut kalian, aku bersalah tidak sih?"

Haikal dan Amin saling berpandangan mereka tampak bingung menjawab pertanyaan dari Ganjar. "Kok, malah pada diam sih?" tanya Ganjar mengarah kepada Haikal dan Juga Amin yang terdiam tak dapat menjawab pertanyaan dari Ganjar.

"Aku bingung jawabnya, Jar." Haikal balas memandang wajah Ganjar tampak bingung dan sukar memberikan jawaban untuk sahabat baiknya itu.

Amin menghela nafas kemudian memberanikan diri menjawab apa yang ditanyakan oleh bosnya itu, "Kalau menurut Amin sih, Akang tidak salah. Ini semua terjadi karena takdir dan sudah jadi ketetapan dari Sananya," kata Amin sangat berhati-hati.

Ganjar tersenyum dan menoleh ke arah Haikal yang masih diam itu. "Kamu kalah pintar sama si Amin," kata Ganjar tertawa kecil.

"Si Amin paham Agama, Jar. Sedangkan aku masih awam, takut salah jawab ribet urusannya bisa-bisa aku dipecat kerja di sini." Haikal tertawa lepas sembari menepuk kening.

Setelah itu, Ganjar langsung memberi tugas kepada dua pemuda itu. Ia meminta Haikal dan Amin untuk membantu persiapan acara pernikahannya dengan Rara yang akan digelar tiga hari lagi. "Besok kalian libur dan bantu aku di rumah!" ucap Ganjar lirih.

"Iya, Jar tenang saja!" jawab Haikal tersenyum dengan meletakkan tangan di atas pundak Ganjar. "Sukses yah, punya dua cinta" sambung Haikal memberikan support untuk sahabatnya.

"Terima kasih yah, aku mau ke tempat Pak Danu dulu!" pungkas Ganjar bangkit dan langsung melangkah, berlalu dari hadapan Haikal dan Amin.

***

Siang itu, Aisyah dan Marni sudah berada di kediaman Pak Edi. Mereka sedang membantu Bu Ratna membuat kue untuk persiapan jelang pernikahan Ganjar dan Rara. Bu Ratna merasa bangga dan senang melihat kondisi Aisyah yang tampak semringah dan tidak murung. Meskipun suami yang ia sayangi akan menikah lagi dengan wanita lain.

"Neng!" panggil Bu Ratna lirih.

"Iya, Bu." Aisyah bergegas menghampiri ibu mertuanya yang saat itu sedang berada di ruang tengah. "Ada apa, Bu?" sambung Aisyah duduk di samping Bu Ratna.

"Kamu jangan terlalu cape, Neng. Biarakan saja Amel dan Marni yang menyelesaikan semua!" jawab Bu Ratna memandang wajah menantunya itu.

"Tidak apa-apa, Bu. Lagipula pekerjaannya tidak berat," kata Aisyah lembut.

Bu Ratna terus memandangi wajah Aisyah yang tampak berbinar-binar, tidak sedikitpun rasa sedih dan resah melanda jiwa Aisyah saat itu.

"Ibu kagum terhadap kamu, Neng." Bu Ratna terus mengarahkan pandangannya ke wajah sang Menantunya itu.

Aisyah tersenyum dan sedikit menghela nafas. "Aisyah selalu percaya akan besarnya cinta A Ganjar terhadap Aisyah, sedikitpun Aisyah tidak merasa terbebani oleh pernikahan A Ganjar dengan Rara. Ini takdir hidup Aisyah, Bu," kata Aisyah lirih sembari memegang telapak tangan ibu mertuanya.

Bu Ratna terenyuh mendengar kalimat yang diucapkan Aisyah di hadapannya itu. Sejatinya ibu paruh baya itu merasa bersalah karena membiarkan hal itu terjadi. Namun, ia tidak bisa berbuat apa-apa, karena itu semua sudah menjadi kehendak Aisyah yang meminta Ganjar untuk menikahi Rara.

Secara makna, poligami adalah kondisi di mana seorang pria menikahi lebih dari satu wanita. Menurut syariat Islam, poligami tidak dilarang bahkan diperbolehkan. Kendati demikian, syarat poligami dalam Islam tidak semudah yang dibayangkan. Ada syarat-syarat poligami sesuai syariat Islam yang mutlak harus dipenuhi.

Aisyah sudah menekankan hal tersebut kepada suaminya untuk bisa berlaku adil terhadap dirinya dan juga Rara yang kelak akan menjadi istri kedua bagi suaminya itu.

"Ya sudah, Ibu mau ke warung dulu ya, Neng," ucap Bu Ratna lirih.

"Iya, Bu," jawab Aisyah lirih.

Ibu paruh baya itu bangkit dan langsung melangkah berlalu dari hadapan Aisyah.

Pukul 10:30, Haji Karim mendatangi perkebunan. Siang itu ia sengaja datang karena ingin memesan bibit tanaman lengkeng dan durian kepada Ganjar. Pria setengah baya itu, tiba di perkebunan dengan mengendarai jip hitam.

Haji Karim turun keluar dari jip kesayangannya dan langsung melangkahkan kaki menuju ke arah saung tempat Ganjar dan Pak Edi sedang berbincang santai. "Assalamu'alaikum," ucap Haji Karim lirih.

Pak Edi dan Ganjar bangkit dan menjawab lirih ucapan salam dari seorang pria paruh baya yang merupakan adik kandung Almarhum Haji Mustofa, "Wa'alaikum salam," jawab Ganjar dan sang Ayah serentak.

Haji Karim langsung berjabat tangan dengan Pak Edi dan juga Ganjar. "Silahkan duduk, Pak Haji!" ucap Pak Edi tersenyum manis menyambut kedatangan besannya itu.

Haji Karim duduk dan langsung mengutarakan niat kedatangannya kepada Pak Edi dan Ganjar yang saat itu ia hendak memesan bibit tanaman lengkeng dan durian. Di samping itu, Haji Karim pun melakukan percakapan dengan Ganjar mengenai hari pernikahannya itu, ia banyak memberikan pesan moral kepada suami keponakannya itu. Agar dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya.

"Kamu jangan suka menyalahkan diri sendiri. Anggap saja, pernikahanmu yang kedua ini sebagai ibadah!" pesan Haji Karim penuh kebijaksanaan.

"Seperti apa yang dijelaskan dalam Surah An-Nisa ayat 3, berbunyi:

"Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi:

Dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya."

"Siapa saja orangnya yang memiliki 2 istri lalu lebih cenderung kepada salah satunya, pada hari Kiamat kelak ia akan datang dalam keadaan bagian pundaknya miring sebelah," kata Haji Karim menuturkan.

Ganjar menyimak baik perkataan dari Haji Karim, ia tampak senang dan bahagia dengan dukungan penuh yang diberikan oleh pria paruh baya itu. Meskipun Haji Karim merupakan pengganti ayah istrinya itu, namun ia tidak merasa keberatan kalau Ganjar menikah lagi.