Kondisi Rara semakin hari semakin terpuruk, tubuhnya saja sudah kurus dan tampak lemah. Haji Syueb dan sang Istri tampak khawatir dengan keadaan putrinya itu, berbagai pengobatan sudah dilakukan untuk kesembuhan putrinya itu.
Namun, tak ada hasil dari ikhtiar tersebut. Hingga pada akhirnya, Haji Syueb sepakat dengan sang Istri akan mengatakan hal sebenarnya kepada Ganjar dan Aisyah tentang apa yang dirasakan oleh Rara saat itu.
Di suatu hari, Haji Syueb bersilaturahmi ke kediaman Ganjar dengan maksud ingin berbicara mengenai kondisi Rara yang semakin terpuruk itu. Turun dari mobil, pria paruh baya itu langsung melangkah menuju arah pintu kediaman tersebut. "Tok, tok, tok Assalamu'alaikum," ucap Haji Syueb lirih.
"Wa'alaikum salam," jawab Marni bergegas melangkah dan membuka pintu. "Pak Haji!" sambung Marni, kemudian langsung mempersilahkan Haji Syueb untuk duduk.
Pria paruh baya itu duduk di Dipa yang ada di ruang tengah. "Sebentar ya, Pak Haji. Marni mau memanggil Neng Aisyah dulu!"
Haji Syueb tersenyum dan sedikit mengangguk. Marni pun langsung melangkah ke arah kamar Aisyah. "Neng Aisyah," panggil Marni lirih.
"Iya, Teh. Ada apa?" sahut Aisyah dari dalam kamar.
"Ada Pak Haji Syueb," jawab Marni.
"Iya, buatkan minum dulu. Nanti aku keluar!" pinta Aisyah.
Marni bergegas melangkah ke arah dapur segera membuatkan kopi untuk pria paruh baya itu.
"A, kita keluar dulu. Ada Haji Syueb!" kata Aisyah lembut.
Ganjar bangkit dan langsung melangkah bersama sang Istri menuju ke ruang tengah untuk menemui tamunya. Ganjar dan Aisyah menyambut hangat kehadiran Haji Syueb, dan mereka pun langsung berbincang mengenai kondisi Rara yang sangat terpuruk. "Bapak harap, Nak Ganjar meluangkan waktunya sebentar untuk melihat keadaan Rara. Selama sakit, ia terus menerus manggil-manggil nama kamu, Nak!" kata Haji Syueb di sela perbincangannya dengan Ganjar dan juga Aisyah.
Mendengar penjelasan dari Haji Syueb, Ganjar menoleh ke arah sang Istri sebagai isyarat apakah Aisyah mengizinkan dirinya menemui Rara yang sedang sakit. Dengan kebesaran hati dan sikap baik dari Aisyah, ia pun mengizinkan suaminya untuk mengunjungi kediaman Haji Syueb dan melihat kondisi terkini sahabat baiknya itu. "Aa berangkat saja. Semoga kunjungan Aa ke sana dapat meringankan sakit yang diderita Rara!" Aisyah tersenyum menatap wajah sang Suami.
Setelah itu, Ganjar pun bersedia untuk melihat kondisi Rara di kediamannya. Haji Syueb tampak senang dengan keputusan Ganjar. "Terima kasih ya, Nak." Raut wajah pria paruh baya itu tampak semringah dan berulang kali mengucapkan rasa terima kasihnya kepada Ganjar dan juga Aisyah yang sudah memberikan izin kepada suaminya itu, untuk melihat keadaan Rara yang sedang sakit.
Aisyah tampak tegar menerima kenyataan, ia berpikir bagaimanapun, Rara merupakan sahabat baiknya sedari kecil. Meskipun, akhir-akhir ini Rara banyak melakukan kesalahan terhadapnya. Namun, dengan jiwa yang penuh kebijaksanaan. Aisyah tetap memaafkan Rara.
***
Pukul 13:00, Ganjar sudah berada di kediaman Haji Syueb. Saat itu, Ganjar sedang berbincang dengan Rara yang terbaring lemah di atas kasur yang sengaja digelar di ruang tengah atas permintaan Rara. Haji Syueb dan Isti saat itu sengaja membiarkan Rara dan Ganjar untuk berbincang. Mereka memberikan ruang untuk Rara mengungkapkan segala isi hatinya kepada Ganjar.
"Aku akan sembuh apabila kamu menikahi aku," ungkap Rara mengejutkan.
Ganjar terperanjat mendengar ungkapan dari Rara itu.
Dengan lirih, Ganjar memberikan pengertian untuk Rara, agar Rara paham dengan kondisi Ganjar saat itu. "Aku kan sudah punya istri dan sebentar lagi aku akan jadi ayah dari bayi yang sedang dikandung Aisyah."Ganjar berkata lemah lembut dan penuh kehati-hatian.
Dengan penuh harap, Rara dapat mengerti dan memahaminya. Namun, Rara bersikeras dan tetap menginginkan Ganjar untuk menikahinya. "Aku tak peduli itu. Aku yakin Aisyah pasti setuju dan mau berbagi cinta denganku!" tandas Rara. "Kamu coba bicarakan dengan Aisyah!" sambung Rara.
Ganjar tampak bingung menghadapi dilema besar dalam kehidupannya saat itu. Ia sangat takut Aisyah tersinggung dan meminta berpisah dengannya jika ia memutuskan untuk menikahi Rara. "Berikan aku waktu untuk memikirkan ini semua!" pinta Ganjar lirih.
Setelah selesai berbincang, Ganjar langsung pamit kepada Rara dan juga kepada kedua orang tua Rara.
"Ganjar pasti mau menikahi aku, Pak." Rara berkata sembari tersenyum menatap wajah sang Ayah.
"Apa keputusan itu, sudah kamu pikirkan secara matang, Neng?" tanya Haji Syueb balas memandang wajah putri semata wayangnya itu.
"Aku sudah yakin, Pak. Daripada aku mati penasaran, aku lebih baik jadi istri kedua untuk Ganjar," tegas Rara.
Hajah Kholifah tidak dapat berkata apa-apa lagi, ia hanya diam menahan rasa kesal terhadap keputusan putrinya itu. Namun, ibu paruh baya itu tidak bisa melarang, mengingat kondisi Rara masih dalam keadaan sakit. Ia sangat takut kalau Rara tambah defresi jika keputusannya ditentang.
Setibanya di rumah, Ganjar duduk di sopa penuh kegelisahan dan diselimuti rasa cemas yang begitu tinggi. Aisyah kemudian menghampiri suaminya itu, dan ia langsung menanyakan kabar terkini tentang kondisi Rara. Ganjar tampak gugup ketika menjawab pertanyaan dari istrinya, ia berusaha untuk menutupi apa yang dibicarakan oleh Rara terhadapnya.
Namun, Aisyah punya naluri kuat tentang apa yang ditutupi oleh suaminya itu. "Baiknya Aa katakan saja sejujurnya. Apa yang dibicarakan Rara kepada Aa!" pinta Aisyah lirih. "Aisyah ikhlas Kok, A. Apapun keputusan Ada!" sambung Aisyah suaranya tampak berat.
Sejatinya, Aisyah sudah tahu semua. Apa yang dikatakan Rara kepada suaminya, karena Rara sudah memberitahu Aisyah melalui pesan singkat sewaktu Ganjar berada di kediaman Rara. Tapi, Ganjar tetap tidak mau mengatakan hal yang sebenarnya kepada sang Istri. Hingga pada akhirnya, Aisyah sendiri yang mengatakan langsung kepada Ganjar, kalau sebenarnya Rara sudah memberitahunya.
"Aisyah sudah tahu semua, apa yang dibicarakan Rara kepada Aa," terang Aisyah dengan bola mata berkaca-kaca.
"Demi kemanusiaan dan demi sahabat, Aisyah ikhlas membagi cinta dengan Rara," sambung Aisyah.
Ganjar tidak dapat berkata lagi, ia hanya diam dalam kebingungan. Namun, Aisyah terus mendesaknya untuk mengambil keputusan menikahi Rara dan segera membicarakannya dengan Haji Karim sebagai pamannya dan juga kepada kedua orang tua Ganjar.
"Demi Aisyah, Aa harus menikahi Rara!" pinta Aisyah sedikit memohon di hadapan sang Suami.
Maya tidak mau, Ganjar pun harus mengikuti permintaan istrinya tersebut. Meskipun dengan berat hati. Setelah itu, Ganjar dan Aisyah meminta Haji Karim dan kedua orang tua Ganjar untuk datang ke kediamannya. Karena, hal tersebut harus mereka bicarakan kepada para orang tuanya masing-masing. Meskipun, Aisyah sudah tidak mempunyai orang tua, namun masih ada Haji Karim yang bertindak sebagai orang tuanya.
***
Selepas magrib, Haji Karim dan kedua orang tua Ganjar sudah berada di kediaman Ganjar dan mereka langsung berbincang mengenai keinginan Aisyah yang meminta Ganjar untuk menikahi Rara. Awalnya, keputusan Aisyah itu sangat ditentang oleh Bu Ratna. Namun, Aisyah menjelaskan alasannya tersebut kepada ibu mertuanya dengan sikap lembut dan penuh kebijaksanaan.
"Ya sudah, kalau memang itu sudah menjadi kesepakatan kalian. Kami hanya mengikuti saja," kata Pak Edi lirih.
Begitupun dengan Haji Karim, ia menyerahkan segalanya kepada Aisyah dan Ganjar.
"Hanya satu pesan Paman, Ganjar harus bisa adil kepada istri-istrimu!" tegas Haji Karim.
Setelah menemui kesepakatan, Pak Edi dan Haji Karim langsung menemui Haji Syueb di kediamannya dan langsung membicarakan apa yang telah mereka sepakati. Mendengar kabar tersebut, Rara tampak semringah dan sujud syukur dengan apa yang sudah jadi keputusan Aisya yang telah mengizinkan Ganjar untuk menikahinya.
***