Relia membantu Jasmine melepaskan sanggul rambut dan membersihkan make up. Tiara cantik berkilatan terlepas dari rambut Jasmine. Wajah cantiknya sempat mengeryit karena rasa sakit saat Relia melepaskan beberapa cepit rambut dan tak sengaja ikut menjenggit anak rambutnya.
"Ah, maaf, Nona. Sakit ya? Hairspraynya membuat rambut kusut." Relia mengoleskan sedikit minyak rambut agar rambut Jasmine mudah diatur.
"Tak apa Lia. Lanjutkan saja." Jasmine mengangguk paham.
Setelah proses menyakitkan itu berakhir, Relia membantu Jasmine untuk membersihkan diri. Melepaskan pakaian dan menggiring Jasmine masuk ke dalam bak air hangat.
"Ny Oh berpesan agar Anda berendam dalam larutan spa garam ini, Nona. Saya akan menuangnya." Relia menuangkan bath boom dengan aroma bunga yang manis.
"Emang apa fungsinya?"
"Biar keset, hahaha!" tawa Relia disambut wajah memerah Jasmine. "Sudah, silahkan berendam."
"Terima kasih, Lia." Jasmine menikmati uap air panas yang membawa aroma bunga.
Setelah membersihkan diri, Jasmine memilih gaun tidur mana yang akan ia pakai. Warna merah yang sensual dan menggoda? Atau hitam yang sexy? Atau warna peach lembut yang kalem? Atau putih? Atau kuning? Bingung karena terlalu banyak pilihan!!
"Yang mana yang harus kupakai?" Jasmine mendengus, ia terus menyibak isi lemari pajang dengan deretan linggeri dan gaun tidur.
"Nona, saya akan mengantar Anda ke kamar pengantin." Relia mendekati Jasmine yang masih galau memutuskan pilihan.
"Hlo? Bukan di sini kamarnya?" tanya Jasmine bingung.
"Bukan, Nona. Ini hanya kamar ganti. Tuan Leon pasti sudah menunggu Anda di sana."
"Apa!!" Jasmine kelabakkan, akhirnya ia bergegas menyahut gaun tidur mana pun. Warna lilac —ungu muda— model kimono berbahan sutra dengan ekor panjang, pada ujung ada hiasan rumbai. Dilengkapi dengan pakaian dalam berwarna senada.
"Wah sangat cantik." Relia memuji kecantikkan Jasmine.
"Ayo kita ke kamar, Singa mesum itu akan marah bila menunggu terlalu lama." Jasmine mengajak relia menuju ke kamar pengantin, yang ternyata hanya bersebelahan dengan ruang gantinya. Tak lupa memakai nama Leonardo sebagai alasan, padahal Jasmine sendiri memang sudah tidak sabar.
"Saya undur diri, Nona. Silahkan menikmati malam pertama Anda." Relia menutup pintu kamar.
Jantung Jasmine langsung berdegup dengan kencang. Ia begitu berdebar dengan situasi ini, benarkah Leonardo sudah datang? Sudah menantinya? Apa suaminya akan terkesima dengan penampilannya? Apa ia harus menuruti ucapan Sisca? Berpose nakal dengan wajah polos dan menggoda?
Jasmine menaruh tangan di atas dada, ia menghirup napas dalam-dalam sebelum membuangnya. Wanita itu berusaha mengatur hatinya yang kacau karena sindrom malam pertama. Walau nyatanya ini bukan kali pertama Leonardo menyentuhnya, tapi setelah sekian lama Jasmine tidak merasakan belaian dan dekapan hangat Leonardo, hal ini jujur sangat membuatnya gugup.
"Ehm ..., Leon? Apa kau sudah datang?" tanya Jasmine, dengan kaki telanjang Jasmine melangkah perlahan masuk ke dalam kamar pengantin.
Sensor lampu langsung menyala begitu ada orang masuk, menerangi bagian selasar depan kamar kecil. Jasmine meneruskan langkahnya sampai ke bagian pantry dan ruang tamu. Area itu terlihat kosong, tenang, tak ada jawaban. Apa Leonardo di dalam kamar?
Jasmine melangkah ke ruang di balik partisi kaca riben coklat dengan bentuk belah ketupat. Ruangan itu punya aroma manis yang kuat, lampu remang berpendar, menimbulkan suasana romantis. Beberapa lilin aromateraphy menyala, ternyata inilah sumber aroma manis tadi.
Jasmine menutup mulutnya terkesima dengan hiasan bunga di sekeliling ranjang. Kelopak bunga mawar merah juga terlihat bertebaran di atas ranjang empuk itu. Di dalam kamar mandi ada bak jacusi yang telah terisi air hangat juga dengan beberapa lilin yang menyala, wine, dan taburan kelopak bunga mawar.
Jasmine celingukkan, Leonardo sepertinya belum datang. Hati Jasmine sedikit tenang, ia kembali mengelilingi kamarnya. Kamar model renaissance itu terlihat mewah. Ada ranjang besar dengan pilar model iconic, menggantung empat selambu putih dari tile, sofa malas berwana merah berbahan bludru. TV set, kaca besar, jendela-jendela besar yang memperlihatkan lautan dan pemandangan ibu kota dari kejauhan. Berpendar cantik bagaikan permata di tengah lautan.
"Wah, daebak! Aku bisa tidak tidur semalaman, pasti tak akan pernah bosan melihat semua keindahan ini," gumam Jasmine.
Haduh! Aku tak ada waktu untuk mengagumi semua ini. Aku harus bersiap. Batin Jasmine.
Jasmine bangkit dari sofa, ia mencoba berbagai macam gaya yang diajarkan oleh Sisca. Mulai dari bersandar pada bingkai pintu dan memamerkan sebelah pahanya yang mulus sampai mengendorkan tali kimononya dan membuat bagian kerah melorot sehingga pundak dan dadanya terlihat. Tangannya menyisir rambut ke atas sambil menggesek-gesekkan kedua pahanya dengan gerakan sensual.
"Apa kau mau memakanku sekarang, Sayang?" Jasmine mencoba berbicara dengan nada sensual. Ia berpose beberapa kali di depan kaca, mencoba membuat wajahnya terlihat menggemaskan.
"Ayo kita bermain, Sayang!" Jasmine mengerayap di atas ranjang, seraya menyingkapkan gaunnya, membuat paha mulusnya lagi-lagi menyembul dari balik belahan gaun.
"Kau mau minum dulu atau makan aku dulu?" Jasmine membawa gelas wine, pura-pura mengisinya.
"ARGHHH!! Ini bukan tipeku!! Aku tak bisa melakukannya. Aku malu!!" Jasmine menangkup wajahnya dengan kedua tangan. Wajahnya memerah karena geli. Sekujur tubuhnya merinding dengan kelakuan absurbnya itu.
Berlatih untuk menggoda Leonardo saja sudah menghisap semua energinya. Apa lagi kalau harus melakukannya di depan Leonardo, Jasmine akan pingsan karena malu terlebih dahulu sebelum Leonardo sempat terangsang.
Kenapa Leon belum datang? pikir Jasmine mulai gelisah. Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam, hampir tengah malam.
Benak Jasmine mulai dipenuhi dengan berbagai macam pemikiran liar. Bagaimana kalau dugaannya benar? Suaminya bermain dengan penyanyi bernama Hilda saat malam pertama mereka?
Bukankah tadi Leonardo terlihat sibuk dengan ponselnya, begitu pula penyanyi itu? Apa mereka benar-benar membuat janji untuk bertemu? Bisa saja kan?! Hilda terlihat sangat cantik dan menawan dengan gaun merah menyalanya tadi. Lekukan tubuh Hilda juga tak jauh berbeda dari Jasmine, dan yang pasti Hilda tidak sedang mengandung seperti dirinya.
Pria prima seperti Leonardo tentu saja akan lebih memilih untuk menghabiskan malam dengan liar, penuh gairah, dan hentakan kasar bersama wanita itu dibandingkan dengan istrinya, jangankan bermain pelan-pelan, Leonardo bahkan tak berani menyentuhnya karena sedang hamil.
Aku lupa bahwa Leon adalah pria brengsek mesum! Jasmine membanting diri kembali ke atas sofa. Melihat pemandangan malam ibu kota dari kejauhan.
Padahal tadi tak terasa membosankan, kenapa kini jadi amat sangat membosankan?? Keluh Jasmine dalam hati.
Hati Jasmine terasa sesak, wanita yang ditinggalkan di malam pertama sepertinya saat ini sungguh menyedihkan. Apa yang sebenarnya ia harapkan? Cinta?? Bodohnya Jasmine yang mengharapkan cinta tulus dari pria casanova seperti Leonardo.
"Mungkin aku yang tak tahu malu, berharap bisa memulihkan rasa cintanya yang hilang karena kesalahanku." Jasmine mengelus perutnya. "Papamu jahat, Nak!" Air mata Jasmine meleleh turun, menggenangi wajah cantiknya.
Malam semakin larut, Jasmine lelah menangis sambil memeluk lutut. Tanpa sadar ia tertidur di atas sofa. Tak hanya lelah menangis, perhelatan pernikahan juga membuat tubuhnya lelah, seharian menyangga sanggul di kepala dan tertekan dengan gaun pernikahan yang ketat pasti sangat membebani tubuh ringkih Jasmine.
"Leon, kau jahat!" gumam Jasmine dalam tidurnya.
ooooOoooo
•
•
•
Esoknya ....
Jasmine terbangun dengan wajah kusut dan rambut mengembang seperti singa. Sebuah senyuman tersungging di wajah Jasmine, sambil mengerjabkan matanya yang bengkak —karena terlalu banyak menangis— Jasmine menggeliat.
"Ah, semalam aku mimpi indah!" Jasmine merenggangkan tubuhnya yang lelah.
"Hm, mimpi yang aneh! Sepertinya aku terlalu merindukan pria sialan itu sampai mimpi bercinta dengan dirinya." Jasmine terkekeh namun juga sebal, ia lantas bangkit dari tempatnya tidur.
Tubuh ramping itu berjalan menuju pantry untuk mencari air. Ia menenggaknya cepat, memang ada secercap rasa nyeri pada area kewanitaannya.
Mungkinkah? Jasmine beralih posisi ke depan jendela, langit biru dengan banyak burung camar menyambutnya.
Tapi rasanya begitu nyata, ssshh ... terlalu nyata malahan, pikir Jasmine sambil menggigit bibirnya gemas. Pikirannya masih mengingat persatuan indah semalam bersama dengan Leonardo di alam mimpi.
Jasmine melihat ke sekeliling kamar sekali lagi, Leonardo tak ada di sana. Semalam Leonardo benar-benar tidak kembali ke kamar pengantin mereka. Bahkan tak ada jejak atau tanda-tanda percintaan yang nyata. Mungkin nyeri itu berasal dari perutnya saat mengalami kontraksi ringan karena orgsme dalam bermimpi.
"Benar-benar hanya mimpi, ya?" dengus Jasmine kesal.
oooooOooooo
Kasihan, sampai mimpi basah oeee 🤣🤣🤣🤣
Min Jasmine....
Leonardo benar-benar nakal ya!! Pengen aku ceples pantatnya.