Alexandro membawa si bungsu masuk ke dalam sebuah ruangan tersembunyi di balik lemari buku. Leonardo tak pernah menyangka ada ruangan sebesar itu di balik lemari buku. Dengan tercengang ia mengekor ayahnya masuk. Lampu uv menyala biru keunguan, alat penjaga kelembaban udara juga terus menyala agar ruangan itu tidak lembab. Takut embun air akan merusak kualitas barang-barang yang berada di dalam sana. Ruangan istimewa itu dipenuhi dengan lemari dan meja pajang kaca dan juga sebuah berangkas besar.
"Berlian?" Leonardo tampak terkesima dengan seluruh koleksi batu mulia milik ayahnya itu. Deretan batu-batu dengan berbagai macam warna dan bentuk, mulai dari berlian kasar mentah sampai berlian yang telah dipotong sempurna.
"Tak hanya berlian, banyak jenis batu mulia lainnya. Take a look, Leon." Alexandro menghidupkan saklar listrik, seluruh ruangan menjadi terang. Lampu-lampu sorot menyorot indah pada berbagaimacam batu koleksi itu, membuat mereka berkilauan dengan indah. berpendar-pendar dengan spektrum warna berbeda dari tiap sisinya.
"Menakjubkan bukan? Mereka sangat indah." Alexandro menepuk punggung Leonardo.
"Kau tak akan pernah menyangka bahwa materi paling keras di dunia ini dulunya hanyalah sebuah bongkahan carbon." terang sang Ayah. Karbon adalah materi yang tidak berharga, jelek, dan buruk, contohnya arang. Arang terbuat dari 100 persen carbon. Berlian adalah bongkahan carbon yang mendapatkan tekanan sangat tinggi.
"Benda indah ini dulunya hanya carbon, carbon yang mendapatkan tekanan tinggi, biasanya terjadi karena letusan gunung berapi. Sama seperti berlian, manusia akan menjadi kuat dan indah bila mendapatkan tekanan yang hebat. Kau contohnya, kau adalah berlian buatanku, Leon. Yang terindah." Senyum Alexandro.
"Ya, aku tahu itu." Leonardo tersenyum getir.
"Aku tahu perasaanmu saat ini, Leon. Aku juga pernah jatuh cinta, cinta memang bagian dari kehidupan yang tidak bisa kita tolak, sekuat apapun kau menahan perasaan itu dan sekuat apa kau ingin menghapusnya rasa itu tetap kembali. Memenuhi hatimu dengan berjuta-juta rasa yang tak tertafsirkan. Ibumu adalah satu-satunya wanita yang pernah kucintai." Alexandro terlihat sendu.
Leonardo terdiam, tak pernah menyangka bahwa Ayahnya pernah punya kisah yang manis bersama dengan wanita yang harusnya bisa ia panggil Ibu. Yang bahkan wajahnya sama sekali tak pernah Leonardo lihat.
"Dia meninggalkanku demi uang satu milyar," celetuk Leonardo.
"Apa kau kira ibumu benar-benar akan meninggalkanmu demi uang, Leon? Kau terlalu kecil untuk mengerti rumitnya dunia orang dewasa saat itu." Alexandro terkikih pelan.
"Apa maksudmu, Ayah?"
"Suatu saat kau akan tahu, yang pasti saat ini aku akan mengizinkanmu untuk memiliki cinta itu, Leon. Kau pantas merasakan cinta yang tulus." Alexandro berjalan tertatih menuju ke sebuah berangkas besi, membukanya dengan sensor sidik jari dan retina mata.
"Peridot dan Tourmaline. Lambang Kemurnian dan Kekuatan." Alexandro kembali dengan sebuah kotak kaca kecil berisikan dua buah cincin, yang lebih kecil punya batu berwarna hijau, batu peridot. Yang besar punya batu berwarna merah, bernama tourmaline.
"Ini cincin milik Ibu dan Ayah saat masih muda. Ibumu bilang, seorang wanita harus punya hati yang murni agar bisa terus setia pada suami saat menjaganya βterus berada di atasβ dari belakang tanpa pamrih. Sedangkan suami harus punya kekuatan untuk berjuang dan melindungi keluarga. Sayang sekali, Ayah tak punya kekuatan untuk melindungi ibumu. Ayah tak pantas memakai cincin itu. Mungkin kini giliranmu, pakai cincin itu untuk melamar wanita yang kau cintai, Leon. Dan jadilah semakin kuat untuk melindunginya."
"Ayah ...." Leonardo tercekat, kehabisan kata-kata. Ia tak pernah mendengar apapun tentang ibunya sampai hari ini. Dan ucapan ayahnya membuat Leonardo mengenal seperti apa ibunya.
"Dan, satu lagi," kata Alexandro sembari berjalan ke arah meja kriya, tempatnya menghabiskan waktu berjam-jam untuk memoles batu mulia saat masih muda sampai akhirnya mengalami cacat punggung permanen. Ia mengambil sebuah peta dari dalam laci itu.
"Apa ini?"
"Jalur penyelundupan berlian. Pelajarilah! Dulu setiap tahun aku dan Mike akan berangkat ke sana untuk menghantar berlian ke toko-toko pengerajin macam Crtier dan VCA. Setelah punggungku cidera, tugas itu diambil alih oleh Mike. Yah, Kali saja, tahun depan giliranmu menjalankan misi itu."
"Kenapa Ayah memberikannya untukku? Aku belum menang dari Kak Lex." Leonardo terperanjat.
"Bukankah barusan kau mengatakan dengan sangat yakin bisa mengalahkannya?" Senyum kembali terbit pada wajah Alexandro.
"Mike selalu mengantarkan berlian-berlian kita ke Eropa lewat daerah Timur Tengah dengan bantuan para pemberontak negara itu, menyelundupkannya lewat jalur darat. Sebagai gantinya kita akan memberikan mereka pasokkan senjata untuk mendukung pemimpin mereka berkuasa."
"Konspirasi yang luar biasa. Ini bukan rahasia kecil namanya." Leonardo mengangguk kagum pada peta perjalanan dan berbagai macam koordinat titik temu antar pasukan pemberontak dan kawanan milik ayahnya. Polanya selalu berbeda tiap tahun, namun selalu pada salah satu titik di dalam peta.
"Tahun ini, Mike membawa pulang seorang bocah laki-laki berusia 12 tahun. Di usianya yang sangat muda dia ahli memainkan berbagai macam senjata, Mike tertarik untuk mendidiknya. Apa kau mau mencoba menjadikannya pengawalmu?"
"Aku sudah punya Kato, Ayah."
"Ah, sayang sekali. Anak ini mungkin bisa menjadi berlian selanjutnya bila berada di tanganmu."
"Dia masih terlalu kecil."
"Tiga sampai lima tahun lagi dia akan siap menjadi mesin pembunuh seperti Mike. Atau anjing penjaga seperti Kato."
"Akan aku pertimbangkan."
"Mungkin kelak dia bisa menjaga istri dan anakmu, Leon."
"Baik, Ayah. Akan aku coba untuk melatihnya," ujar Leonardo.
"Baiklah, sudahi semua pembicaraan ini. Kapan kau akan membawa wanita itu menemui Ayah?"
"Secepatnya, Ayah. Karena aku memang sudah tak sabar lagi untuk menikahinya!!" Rahang Leonardo mengeras saat teringat betapa hatinya tersiksa karena perlakuan nekat Jasmine kemarin.
"Ayah akan menunggumu."
oooooOooooo
Vote gaeskuh
Komeentarnya
ππππ