(Ada adegan dewasa, bagi yang belum cukup umur dilayrang baca. Bijaklah dalam membaca dan menyikapi.)
Kediaman Wijaya, beberapa orang pelayan berjajar di depan kamar Leonardo dan Jasmine. Wajah mereka terlihat tegang karena Leonardo baru saja membentak seorang dokter yang datang terlambat karena alasan macet.
"Ya Tuhan, Leon. Ini hanya luka lecet!" Jasmine menahan sikut tangan Leonardo, mencegahnya berbuat kasar. Lagi pula ia juga baru saja selesai membersihkan diri dan bahkan masih balutkan jubah mandi saat ini.
"Tidak hanya luka lecet, kau berjalan hampir enam jam!! Bagaimana kalau kau kelelahan? Bagaimana kalau sampai jatuh sakit??" Leonado meninggikan suaranya.
"Cepat periksa aku, jangan diam saja di sana!" Jasmine menyuruh dokter wanita kiriman Alexiana itu memeriksanya agar Leonardo tidak marah-marah terus dan bahkan sampai menghukum dirinya.
"Kemari!!" Leonardo membentaknya.
Dokter itu memeriksa keadaan Jasmine. Tak ada yang serius, Jasmine sudah mendapatkan asupan air dan gizi saat menemui Vanessa. Jasmine juga sudah merasa jauh lebih baik setelah menangis dan membagi bebannya dengan Leonardo.
"Sudah sana pergi! Hati-hati, ya!" Jasmine mengusirnya dengan lembut.
Selepas kepergian dokter, pelayan yang menunggu di depan masuk dan menyajikan makan malam untuk mereka berdua. Jasmine sudah pasti kelaparan. Leonardo sengaja menyuruh mereka memasak makanan yang menambah stamina.
"Kalian bisa keluar."
"Baik, Tuan Leon."
"Baunya harum, masak apa?"
"Sup timun laut. Kau tahukan? Tripang." Leonardo membawa semangkup sup hangat dan mengaduk perlahan permukaan sup agar panasnya cepat menghilang.
"Aku bisa makan sendiri." Jasmine mencoba merebut mangkoknya.
"Sudahlah, jangan membantah lagi! Bila kau memang mau menebus kesalahanmu, jadilah istri yang menurut dan jangan bawel!" Leonardo tak mau memberikan mangkoknya.
"Terserah kau saja kalau begitu." Wajah Jasmine merona malu.
"Sepertinya sudah cukup hangat." Leonardo mengecek suhu sup dengan ujung bibirnya.
"Akh!!" Pinta Leonardo.
"Akh!!" Jasmine membuka mulutnya lebar.
"Enak?"
"Enak sekali, ini sangat enak. Hidangan laut memang yang terbaik." Jasmine terkekeh.
"Kalau kau suka hidangan laut, apa sebaiknya kita bulan madu di pinggir lautan?" Tawaran Leonardo membuat mata Jasmine berbinar.
"Bulan madu? Serius? Kau akan mengajakku pergi? Ke mana??!" cerca Jasmine antusias.
Leonardo tersenyum sembari menyuapkan lagi sup ke dalam mulut istrinya. Sebentar lagi ia akan mencalonkan diri sebagai walikota, jadi, sebelum kesibukkannya bertambah padat, Leonardo berencana ingin menghabiskan waktu yang indah bersama dengan istrinya yang cantik.
"Ada banyak laut yang indah di dunia ini. Capri, Algarve, Kiklandhes, Amalfy Coast, Maladewa, Bali, Okinawa. Banyak sekali, pilihlah, bila perlu kita keliling dunia." Leonardo menyuapkan lagi sup. Jasmine melahapnya cepat.
"Aku tak pernah ke luar negeri sebelumnya. Aku juga tak tahu nama-nama itu." Bagi Jasmine, daerah-daerah yang disebutkan oleh Leonardo terasa asing di telinganya.
"Browsing, cek di laman pencarian. Tentukanlah negara mana yang kau sukai, negara mana yang paling ingin kau kunjungi." Leonardo mengelus wajah cantik Jasmine.
"Baiklah!! Aku akan menentukan tujuan bulan madu kita!! Kita akan membuat selusin anak, Leon." Jasmine tersenyum lebar dan bahagia ia memeluk lengan Leonardo. Sikap manjanya kembali, sama seperti saat ia bersama Rafael dulu.
Leonardo juga tersenyum, ia merasa bersalah karena membuat Jasmine banyak menangis belakangan ini. Ia pikir dengan membalaskan dendamnya dengan menjadikan Jasmine mainan seks yang sah seumur hidup akan membuat hatinya merasa lega. Ia bahkan mencoba untuk memanasi Jasmine dengan wanita lain. Tak sampai di situ saja, ia juga akan menuduh bahwa Jasmine membunuh anak mereka saat periksa ke dokter, membuat Jasmine dihantui oleh rasa bersalah seumur hidupnya.
Tapi Nyatanya, saat merencanakan semua itu hati Leonardo tak pernah merasa terpuaskan. Ia membuat Jasmine menderita lagi dan lagi justru dia yang menderita.
Namun, hari ini, saat mereka berbicara dari hati ke hati, Leonardo justru bisa memaafkan Jasmine dengan mudah. Melihat wanita itu mengakui sendiri kesalahannya dan meminta maaf justru membuat hati Leonardo lega. Tangis air mata Jasmine mampu membuatnya ikut menangis, sudah lama Leonardo tidak menitikkan air mata sampai sederas itu, Jasmine, lagi-lagi wanita itu yang membuatnya menerobos batasan yang ia buat sendiri.
"Kau satu-satunya wanita yang bisa membuatku melakukan hal gila. Kau membuatku berlutut untuk mengoleskan obat, kau membuatku makan nasi padang di pinggir jalan, dan kini, kau lagi-lagi berhasil membuatku meneteskan air mata." Leonardo menarik lengan Jasmine dan memeluknya erat.
Jasmine berada di pangkuan Leoanardo, lengannya melingkar, ia bergelayut manja pada leher suaminya, ia menikmati aroma woody yang bersarang di balik kerah kemeja katun itu. Jasmine merindukan Leonardo, sudah lama ia tak merasakan belaian yang begitu hangat. Hanya menyentuh tengkuknya saja sudah membuat jantung Jasmine berdegup kencang dan napasnya berat.
"Terima kasih bekalnya." Leonardo mengecup pucuk kepala Jasmine.
"Kau memakannya?"
"Tentu saja!! Rasanya enak, jauh lebih enak dari masakan koki terkenal mana pun. Seumur-umur baru kali ini aku menerima bekal dari seseorang. Dan aku senang." Leonardo mengecup pergelangan tangan Jasmine.
Wajah Jasmine menghangat, sungguh saat ini ia tengah terbakar oleh api asmara yang membara. Membuat tubuhnya panas dan bergelora. Jasmine meras sebal, sebagai seorang wanita ia sangat malu untuk meminta jatah terlebih dahulu.
"Kau sakit? Wajahmu merah." Leonardo menangkup dahi Jasmine, membuat Jasmine semakin berhasrat. Mati-matian Jasmine menahan rasa itu, namun wajah tampan Leonardo dan beberapa kancing kemeja yang terlepas membuat pertahanan Jasmine goyah.
"Leon!!" Jasmine mendorong tubuh Leonardo dan duduk di atas tubuh kekarnya.
"Baby?"
"Panas sekali, I'm not cool right now, Leon!! Rasa ini membakarku, semakin panas dan panas. Kau berjanji akan memanjakaknku, bukan? Dinginkan aku!!" Jasmine melepaskan tali pada jubah mandinya. Leonardo menyeringai, ia mengerti maksud nakal istrinya.
"Aku justru akan membuatmu merasa semakin panas, Baby!!" Leonardo menangkup pinggang lebar Jasmine.
Kerah kimono Jasmine luruh, memperlihatkan pundaknya, Leonardo menggigit pelan pundak istrinya itu, membuat Jasmine melengguh pelan.
Jasmine melepas satu per satu kancing kemeja suaminya, menarik cepat dan melucuti seluruh kain yang membungkus tubuh kekar Leonardo. Wajah Jasmine menghangat, sungguh ia merindukan tubuh ini, merindukan persatuan yang terjadi di antara tubuhnya dan tubuh ini.
"Kau hanya akan melihatnya?" Leonardo terkikih mendapati Jasmine diam terpesona.
"Siapa bilang?" Jasmine langsung menangkup wajah Leonardo dan mengulum bibirnya. Pinggulnya bergerak sensual, merangsang batang keperkasaan Leonardo agar menegang di bawah sana.
Leonardo meremas gunung kembar Jasmine dengan tangannya yang besar. Benda kenyal itu pasrah bergerak-gerak mengikuti permainan tangan Leonardo. Semakin cepat Leonardo memainkannya semakin cepat pula rancauan keluar dari bibir Jasmine. Leonardo membanting tubuh Jasmine, kini wanita itu berada di bawah kungkungannya. Bahunya bergerak naik turun, napas berat, dan peluh mengalir deras. Semakin panas gairah mereka, semakin panas pula tubuhnya.
"Ach ... ach ...! Leon!!" rancau Jasmine dengan keras.
"Jes, Baby. I love your voice. Say what you want! Beg for it!" Leonardo mengulum bibir kekasihnya, tangannya lincah bermain pada area kewanitaan Jasmine yang sangat sensitif. Jasmine tak bisa lagi menahan rasa nikmat akibat dari serangan suaminya.
Saat tangannya gencar membuat Jasmine melayang, mulut Leonardo aktif memberikan ciuman dan sesapan pada sekujur tubuh indah istrinya. Ia lantas sesekali menggigit pusat dadanya.
"Ride on me, My King! I beg!" Jasmine mengerjapkan matanya, tubuhnya mulai belingsatan menahan rasa indah yang sedang terjadi, hormon kebahagiaan itu meledak seiring dengan denyutan cepat.
"I'll ride on you, Baby!! Are you ready?" Leonardo menyeringai, dengan cepat ia menyatukan milik mereka berdua. Memasukkannya pada liang sempit yang hangat milik istrinya, yang sudah hampir sebulan ini ia anggurkan.
"Fuck!! Kenapa aku menyia-yiakan kenikmatan ini!" Leonardo mengumpati dirinya sendiri saat merasakan keindahan yang sedang terjadi. Sudah lama ia menganggurkan Jasmine.
"Hahaha," tawa Jasmine pecah.
"Jangan tertawa!! Kau membuatku semakin ingin memakanmu, Baby!" Leonardo menutar tubuh Jasmine, membuatnya berganti posisi.
"Kemari, Tuan Wijaya!! Tuntaskan dengan sekuat tenaga. Aku siap menerimanya!" Jasmine mengulum lembut bibir Leonardo sebelum menungging.
"Dasar istri yang nakal!!"
Leonardo merasakan kenikmatan yang luar biasa dari permainan mereka kali ini. Sungguh cinta membuat permainan mereka punya rasa yang berbeda. Sungguh jauh berbeda dari pada hanya berlandaskan sekedar nafsu belaka. Berbeda dari sekedar permainan yang penuh paksaan dan penolakan.
"Ach, Mi Amas Vin, Jasmine."
oooooOooooo
Ku bonusin part panas-panas buat nemenin malam mingguan kalian!!
Hohoho
Lap yu gaeskuh.
Vote dan jangan lupa di komen. Bisa share juga di sosmed kalian bila berkenan