Di tempat lainnya, Leonardo tengah murka karena Jasmine kembali kabur darinya.
•
•
•
Siang itu, ketika ia telah menghabiskan semua bekal buatan istrinya. Leonardo merasa ada yang aneh, Jasmine tak kunjung kembali padahal ia hanya pamit untuk pergi ke toilet. Semula Leonardo tak terlalu ambil pusing, mungkin karena Jasmine menangis, jadi ia perlu waktu untuk menenangkan diri.
Namun ...
Saat detik demi detik dan jam pun berlalu, Leonardo mulai curiga. Ia menyuruh semua pengawalnya mencari Jasmine sampai ke tiap inci perusahaannya. Leonardo benar-benar murka saat kehilangan sosok istrinya tepat di depan batang hidungnya. Ia kehilangan bayangan Jasmine, di cctv wanita itu memang belok ke arah kamar mandi namun setelah itu tidak terlihat lagi. Area itu adalah blind spot tidak terlihat dari cctv. Dan ternyata Jasmine masuk ke dalam emergency exit.
Leonardo langsung menyapu seluruh barang yang ada di atas mejanya. Singa itu murka, ia langsung bergegas memerintahkan Kato untuk menyisir kota mencari keberadaan Jasmine. Para pengawalnya itu terpaksa menggunakan cara manual karena Jasmine tidak membawa tas, ia tidak membawa ponselnya jadi tak ada gps tracker yang bisa melacak keberadaan Jasmine.
Leonardo terduduk, ia menghenyakkan punggungnya pada sandaran kursi. Dengan geram ia menahan rasa yang bergemuruh di dalam dada. Kenapa lagi-lagi wanita sialan itu berusaha kabur darinya??
oooooOooooo
•
•
•
Matahari mulai tumbang masuk ke dalam sisi lain cakrawala, cahayanya terlihat mulai berwarna Jingga. Angin mulai berhembus makin kencang, Tak lagi hangat sudah mulai kencang dan dingin. Kesiur angin menerpa wajah kusut Jasmine, membuatnya terasa semakin kaku.
Ekor mata Jasmine sempat melirik ke arah arloji yang melingkar cantik pada pergelang, jam empat tiga puluh, dia sudah pergi sekitar empat jam lebih. Jasmine yakin saat ini pria itu pasti sudah menyadari bahwa ia menghilang. Jasmine tak peduli, paling juga Leonardo sedang berduaan dengan Hilda dan tak peduli pada keberadaannya. Jasmine tidak sadar bahwa saat ini seluruh perusahaan sedang gempar karena perbuatannya.
Bajingan mesum!! Gila!! umpat Jasmine dalam hati, hanya mengingatnya saja sudah membuat jantung Jasmine bergemuruh sedemikian keras dan getaran halus merambat keseluruh tubuh.
Jasmine sudah lelah menangis, ia terus berjalan lunglai tanpa tujuan. Berjalan pada terotoar padat di sepanjang pertokoan. Banyak orang berlalu lalang setelah jam kerja berakhir, mereka menuju ke rumah masing-masing.
BRUK!!
Tanpa sengaja Jasmine menabrak seorang pria dan terpental, ia terjatuh cukup keras karena pria itu sepertinya juga sedang berburu-buru.
"Ach!" pekik Jasmine kesakitan, pantatnya sempurna mendarat pada kerasnya paving jalanan.
"Hei di mana sih matamu??? Selain kaki mata juga dipakai buat jalan?!" umpatnya kasar.
"Hei! Kenapa diam saja? Dasar wanita aneh kau bahkan tidak minta maaf," ucap pria itu dengan nada tinggi.
"Woi jangan terlalu kasar pada wanita!!" Tiba tiba seorang wanita paruh baya mendatangi mereka dan membantu Jasmine bangkit. Jasmine tetap diam saja dia hanya menunduk.
"Ck, Dasar wanita!" Pria itu pergi meninggalkan mereka. Ia tak ingin memperpanjang perdebatan mereka dan pergi dengan terburu-buru.
"Memangnya kenapa dengan wanita?! Kau juga lahir dari rahim wanita!! Wanita juga yang membesarkanmu sejak kau bayi sampai sebesar itu!! Brengsek!!" cercanya penuh emosi, dasar pria tak tahu diri.
Ucapan wanita itu langsung menyadarkan Jasmine bahwa ia tengah mengandung. Jasmine baru saja terjatuh cukup keras, bagaimana bila anaknya terluka??!
"Bayiku, ah, apa dia baik-baik saja??" Jasmine panik, ia mencengkram lengan wanita itu supaya membantunya bangkit.
"Kau sedang hamil?" tanyanya ikut panik saat Jasmine mengangguk.
"Benar, Tolong saya, Bu." Wajah Jasmine memucat, bagaimana kalau bayinya kembali terluka karena keteledoran Jasmine. Tak hanya terjatuh, ia bahkan membawa janin mungilnya berjalan kaki sampai empat jam tanpa henti.
Kenapa aku bodoh sekali?! Jasmine menyesali kelakuannya yang kekanakan, amarahnya pada Leonardo membuat Jasmine kehilangan pengendalian diri, sampai tak peduli bahwa ia tengah hamil saat ini.
"Kau pucat sekali, Nak. Keringat dinginnya juga banyak. Ayo bangkit, kebetulan aku punya klinik. Kita periksa kandunganmu." Wanita itu bangkit dan memapah Jasmine. Mereka berjalan pelan-pelan menuju ke sebuah klinik kecil tak jauh dari kompleks pertokoan.
Wanita tua itu terlihat cantik pada usianya, wajahnya bersahaja, seperti terpancar cahaya keibuan dari sorot matanya yang teduh. Ia mencepol rambutnya dengan tusuk konde sederhana. Pakaiannya pun hanya dress batik yang dilapisi oleh kardigan polos berwarna moka. Tak ada yang istimewa dari penampilannya, tapi siapa pun tak akan pernah bosan melihat wajahnya. Di tambah dengan suara lembut dan hangat, siapa pun pasti akan tunduk pada pesonanya.
"Minum ini Nak. Istirahatkan dulu kakimu. Aku akan menyiapkan ruang periksa." Wanita itu memberikan Jasmine sebotol air mineral. Jasmine menenggaknya cepat tanpa jeda sampai ludes. Tenggorokkannya memang mulai meronta karena kering, ia kehausan karena berjalan empat jam tanpa minum dan beristirahat. Hanya terus menangis dan menyesali hidup.
"Jangan pergi dari Mama ya, Nak." Jasmine mengelus perutnya. Bagaimana pun Jasmine mulai mencintai keberadaan anak mereka saat ini. Ia sangat menyesal pernah hampir membunuhnya, jadi sebisa mungkin Jasmine menebus kesalahannya dengan mencintai anak ini sebanyak mungkin. Jasmine bahkan tak jarang mengajaknya berbincang, seakan makhluk mungil itu memang bisa mendengarnya. Seakan ikatan itu memang ada.
Wanita paruh baya tadi menyuruh seorang suster membantunya menyiapkan ruang periksa. Ia memapah Jasmine masuk ke dalam ruang periksa dan mendudukkannya di atas ranjang. Sekujur tubuh Jasmine remuk redam karena rasa lelah dan ketakutan yang mulai menjalar.
Jasmine terduduk di atas ranjang, sementara wanita itu menghidupkan mesin USG dan layar monitor besar di depan mereka. Pada meja kerja ada papan tanda pengenal.
dr. Vanessa, Sp. SPOg. Presiden Direktur.
Jasmine menelan ludahnya, ia belum memeriksakan kandungannya semenjak keluar dari rumah sakit. Rencananya besok Jasmine dan Leonardo akan menemui Alexiana. Kini karena keteledorannya, Jasmine memeriksakan kandungannya tanpa sepengetahuan Leonardo. Ia sedikit berdebar, ada ketidak nyamannya yang membuatnya takut.
Vanessa mengamati wajah cantik Jasmine yang memucat. Wanita itu terlihat panik dan takut. Mata Vanessa mulai menyisir tubuh Jasmine dari atas ke bawah. Wajahnya kacau karena keringat, matanya merah sembab, bibirnya pecah-pecah, pakaiannya terlihat mahal, namun bagian lengannya sangat kotor —Jasmine membersihkan makam tadi. Dan yang paling membuat mata Vanessa tak berkedip adalah cincin emas bertahtakan batu peridot yang melingkar di jari manis Jasmine.
Dari mana ia mendapatkan cincin itu?! Pikir Vanessa, wanita itu ingin bertanya pada Jasmine, namun ia menahan rasa penasarannya sekuat mungkin. Tidak mungkin itu cincin peridot yang sama dengan yang ia kenal.
"Jangan takut, Nak. Siapa namamu?!" tanya Vanessa.
"Jasmine, Bu," jawab Jasmine pelan.
"Jangan takut, Jasmine. Relaks saja ya, kita periksa kandunganmu." Vanessa tersenyum, ia menekan bahu Jasmine agar relaks.
Dengan perlahan suster membantu Jasmine merebahkan diri di atas ranjang, menaikkan pakaian Jasmine dan menutup bagian bawah dengan selimut. Sang dokter mulai mengoleskan cairan pelicin agar alat USGnya bisa bergerak lincah di atas perut Jasmine.
"Relaks saja, Nak. Aku mulai ya." Vanessa dengan lembut menguatkan hati Jasmine.
Kepala benda itu bergerak-gerak pada permukaan perut Jasmine. Menampilkan bayangan USG pada layar monitor di depan ranjang. Tangan Vanessa terus bergerak aktif, mengecek tiap bagian di dalam rahim Jasmine.
"Nak??" Alis Vanessa mengeryit keheranan. Jasmine yang tahu gelagat wajah sang dokter mulai panik. Jasmine menelan ludahnya dengan berat, jantungnya berdebar tak karuan. Ia juga terus menatap layar monitor yang bergerak di depannya. Jasmine bukan dokter, ia tak bisa membaca layar monitor putih hitam dan kosong pada bagian tengah itu.
"Ada apa, Bu? Apa yang terjadi dengan bayiku?" Jasmine mencengkram erat lengan Vanessa. Wanita itu menatap iba pada Jasmine. Ia tak berani mengutarakan apa yang telah Jasmine alami.
"Bayiku?? Apa yang terjadi padanya?" Air mata Jasmine kembali luruh, secepat laju debaran jantungnya saat ini.
"Dia ...,"
ooooOoooo
Huweeee!!!!! 😭😭😭😭😭😭
Please vote and kommen
Jangan lupa di sayang-sayang otornya.