Rafael mempercepat misinya, tak lagi 10 hari, pada hari ke tiga ini ia sudah bersiap untuk membunuh targetnya. Rafael terus memikirkan ucapan dan tingkah laku Jasmine dua hari belakangan.
"Jangan gegabah, El! Kita baru saja mengamatinya. Belum terlihat pola yang pasti." Albert menasehati Rafael, tak ingin sikap buru-buru sahabatnya itu merusak segala rencana mereka. Salah-salah kedua rekannya yang lain bisa ikut terseret.
"Aku akan membunuhnya saat ia keluar dari gedung les piano." Rafael mengeluarkan perlengkapannya, sebuah senjata api dengan bagian panjangnya terpotong-potong. Rafael menyusun tiap bagiannya menjadi sebuah senjala laras panjang.
"Tenangkan hatimu, El! Tak biasanya kau terburu-buru seperti ini?! Sebenarnya apa yang mengganggumu?" tanya Albert.
"Entahlah!! Aku tak tahu!! Aku hanya merasa harus segera pulang dan bertemu dengan Jasmine." Dengus Rafael sebal.
Rafael melucuti kembali senjatanya, melepaskan tiap bagian dan menyusunnya kembali. Rafael sedang berlatih kecepatan merakit senjata, dia hanya punya waktu 30 detik untuk merangkai dan menembak targetnya. Tiga puluh detik anak itu keluar dari pintu gedung bersama dengan pengasuhnya masuk ke dalam mobil.
"Pikirkan baik-baik, El. Jangan gegabah, kau tak bisa menjadi pembunuh profesional kalau melibatkan perasaan." Albert menyudahi panggilannya.
Tut!! Telepon serputus, Rafael membanting ponsel di dekat senjata api.
"Sialan!!" Setelah mengerutuki dirinya sendiri, Rafael merebahkan diri ke atas ranjang, menangkup wajahnya dengan telapak tangan. Bayangan wajah Jasmine membuatnya gusar.
Jasmine tak pernah marah sebelumnya, wanita itu selalu ceria, selalu tersenyum bahagia saat sedang bersamanya. Tiba-tiba saja Jasmine berubah, menuntut sesuatu kepada Rafael. Sampai pertengkar tak terelakkan. Sekarang hatinya seakan tercabik-cabik, terus berdenyut nyeri. Rasa nyerinya berdesir sampai ke sekujur tubuh. Ada apa dengannya kali ini? Apa perasaan Rafael mulai berubah. Apa Rafael baru saja menyadari bahwa sebenarnya ia juga telah menyayangi Jasmine?
Ada apa denganku?! Rasanya sakitnya tak terlihat, tapi terasa begitu sesak. pikir Rafael.
ooooOoooo
Jasmine terbangun pagi-pagi sekali, lebih tepatnya terjaga sepanjang malam. Matanya tak bisa terpejam akibat rasa bersalah yang terus menghantui naruni.
Jasmine telah mengenakan kembali pakaian miliknya —yang semalam ia jemur sendiri. Satu setel blouse putih dan rok hitam, di tambah dengan tas selempang berwarna coklat tua. Jasmine harus pergi bekerja, sudah dua hari membolos kerja, Pak Sam pasti akan berteriak bila Jasmine tak kunjung mengisi jadwal absensinya.
"Bajumu masih lembab. Kau bisa masuk angin." Tiba-tiba Leonardo melingkarkan lengannya dari belakang, menyelip masuk memeluk perut ramping Jasmine. Jasmine tersentak saat Leonardo mengecup tengkuknya.
"Tolong lepaskan, Leon, aku harus pulang. Tak perlu mengantarku. Aku bisa naik taxi." Jasmine melepaskan diri dari pelukkan Leonardo. Sudah saatnya menjaga jarak dengan pria ini.
"Aku akan mengantarmu!!" Leonardo mencekal pergelangan tangan Jasmine, menatap wanita itu dengan tajam.
"Sudah kubilang, Leon. Setelah malam berakhir, hubungan kita pun berakhir!! Aku sudah bersuami, yang kita lakukan kemarin adalah sebuah kesalahan! Aku tak ingin mengulanginya lagi!!" Jasmine mencoba menghempaskan tangan Leonardo.
"Bagiku bukanlah sebuah kesalahan." Leonardo tak bergeming.
"Lepaskan, Leon!! Bukankah kau sudah mendapatkan apa yang kau mau?! Kenapa masih tak mau melepaskanku? Kumohon, aku tak akan meminta sepeserpun uangmu, atau menuntutmu. Aku hanya ingin kita menyelesaikan hubungan ini. Kembali pada saat tak saling mengenal." Jasmine memohon, ia terus mencoba melepaskan diri dari cekalan Leonardo.
"Bagaimana mungkin aku melepaskanmu setelah apa yang kita lalui bersama, Jasmine?!" Leonardo merangsek maju, Jasmine bergegas mundur. Keduanya bergerak sampai terhenti saat mentok pada pintu kamar.
"Kau adalah satu-satunya wanita bodoh yang membuatku tak pernah merasa puas saat bercinta." Leonardo mencium telinga Jasmine. Lagi-lagi Jasmine ketakutan, apa lagi yang akan dituntut oleh Singa itu dari wanita biasa seperti dirinya?
"Maka dari itu, carilah wanita lain yang bisa memuaskanmu." Jasmine mendorong dada Leonardo agar tak menyentuh dadanya.
"Mi volas nur vin. Vi estas mia. (Aku hanya menginginkanmu, kau milikku.)" Bibir Leonardo mendarat mulus ke atas bibir Jasmine. Mengecupnya perlahan. Jasmine yang sadar langsung bergeleng agar Leonardo tak bisa meraih bibirnya lagi. Jasmine juga tak tahu arti dari ucapan Leonardo, ia tak mengenali bahasanya.
"Lepaskan aku, Leon! Kumohon!" tukas Jasmine.
"Baiklah, aku akan melepaskanmu." Leonardo menyeringai, ia melepaskan cengkraman tangannya atas Jasmine.
Jasmine merasa lega. Cepat-cepat tubuh rampingnya melingsut pergi dari pandangan Leonardo. Dengan langkah selebar mungkin wanita itu meninggalkan kediaman Leonardo. Ia tak peduli dengan setiap pasang mata yang ia temui.
Leonardo berdiri pada ujung tangga lantai dua, mengamati kepergian Jasmine meninggalkan kediamannya. Leonardo tersenyum, ia mengusap bibirnya dengan ibu jari. "Ah, wanita yang polos. Tinggal menyingkirkan suamimu dan kau akan menjadi milikku. Pergilah untuk menikmati kebebasanmu saat ini, Baby."
ooooOoooo
Setelah bertukar pakaian yang lebih formal, Jasmine masuk ke dalam kantor. Untung saja tidak terlambat. Hari ini dia ada janji dengan seorang nasabah, ada wanita tua yang ingin menambah deposito, ia menghubungi Jasmine lagi. Meminta Jasmine mengambil dana di rumahnya. Usianya yang lanjut membuat wanita itu enggan keluar rumah, apalagi mengantri di bank, jadi Jasmine terpaksa harus mengalah dan mengambil uangnya sendiri.
"Baik, Bu. Jasmine akan ke sana setelah makan siang." ujar Jasmine lembut.
"Terima kasih, Nona." ucapnya sebelum mengakhiri panggilan telepon.
"Jas, kenapa tidak masuk dua hari? Apa benar kau menginap di rumah Tuan Leonardo?" cerca Sisca, ia bergegas duduk di atas meja Jasmine, lagi-lagi pahanya terlihat, semua pegawai lelaki memandang penuh hasrat ke arahnya.
"Hah?? Ba ... bagaimana kau tahu?" Jasmine terperangah, wajahnya merona merah.
"Sekertaris Tuan Leon yang memintakan izin untukmu. Kau tahukan Pak Sam sangat lemah pada nasabah kaya raya dan juga wanita cantik?! Jadi sudah pasti dia menerima permohonan cutimu." Sisca terkikih.
"Aduh gawat, bagaimana kalau ada gosip yang tidak-tidak?!" Jasmine mengigit bibirnya gusar.
"Bukankah kau memang melakukannya? Yang 'tidak-tidak' itu?!" Sisca terkekeh saat memberikan penekanan pada frase dalam kalimatnya.
"Hei, itu tak seperti yang kau pikirkan!" Jasmine mencoba mengelak.
"Jangan bohong, Jas. Semua orang juga tahu apa yang kalian lakukan. Apa benar Tuan Leon sangat dasyat saat di atas ranjang? Apa dia sebuas namanya?" cuitan Sisca membuat wajah Jasmine menghangat, terlepas dari segala penyesalannya, Jasmine harus mengakui kalau permainan ranjang Leonardo sangat lihai. Ia bahkan menyerah luruh saat Leonardo mulai memainkan tangannya.
"Bagaimana?"
"Apanya?"
"Tuan Leon, bagaimana staminanya?"
"Dia payah!" seru Jasmine, enggan mengakui kehebatan Leonardo.
"Payah saja bisa membuat kakimu gemetaran saat berjalan? Dasar wanita gila?!" Sisca tertawa lantang. Wajah Jasmine semakin merona kemerahan. Benar saja, kakinya terus bergetar semenjak bangun tidur. Sepertinya kebuasan Leonardo telah berhasil membuat otot-ototnya mengejang, kelelahan menahan beban tubuh dan juga hentakan kasarnya.
"Jangan menggodaku!! Ah sudahlah! Aku harus pergi." Jasmine menghindari ledekkan Sisca, menyahut sling bag cepat-cepat, ia harus menuju ke rumah nasabahnya.
ooooOoooo
Please vote and comment
Belle tunggu
🥰🥰🥰🥰