Satu minggu berlalu, dan hidup Jasmine semakin tertekan. Wanita itu lagi-lagi harus membuang semua hadiah pemberian Leonardo. Setiap hari tanpa absen pria itu mengirimkan bunga dan juga kudapan manis. Coklat, macaroon, pai, dan lainnya. Makanan manis adalah kesukaan para wanita, bukan? Tak hanya itu, buket-buket bunga juga setiap hari terus datang mengalir untuk Jasmine.
Aku harus melakukan sesuatu!! Jasmine memberanikan diri untuk menghentikan tingkah konyol Leonardo. Untuk apa mengirim bunga dan hadiah pada wanita dengan status 'istri orang'?
"Wah hari ini coklat, ya. Coklat ini terkenal mahal hlo, Jas," celetuk Sisca.
"Ambil saja." Jasmine terlihat sebal.
"Tuan Leon sangat menyukaimu, memang servis apa yang kauberikan padanya? Bagi tips donk, kali aja bisa bikin suamiku tambah sayang." Sisca tergelak sambil mencomot coklat.
"Makan dulu, jangan tertawa, nanti tersedak!" tukas Jasmine.
Namun ternyata tak hanya Jasmine yang wajahnya bermuram durja. Kikan, dari sudut meja kerjanya mengepalkan tangan menahan geram. Gara-gara Jasmine, ia tak bisa lagi menemui Leonardo, ia juga tak bisa mendapatkan uang dari pria kaya itu. Jasmine merebut tempatnya sebagai marketing yang terus melayani Leonardo.
"Aku harus pergi." Jasmine membulatkan tekat, ia menyahut buket bunga di atas meja. Hari ini Leonardo mengirimkannya bunga calla lili yang cantik.
Jasmine memesan sebuah taxi online dan bergegas pergi ke gedung milik Leonardo. Matanya sempat membulat saat melihat betapa besar dan mewahnya gedung itu.
Gila!! Ternyata tak hanya kaya raya, dia sultan. Jasmine menelan ludahnya sebelum masuk ke dalam gedung.
"Permisi, apa aku bisa bertemu Tuan Leon?" Jasmine menemui resepsionis.
"Sudah membuat janji?" tanya wanita cantik dengan seragam perusahaan.
"Belum, bisa tolong kau telepon beliau?" tanya Jasmine.
"Tidak bisa, Nona. Jadwal presdir sangat padat. Kalau Anda ingin menemui beliau Anda bisa membuat janji temu terlebih dahulu," ucapnya sopan.
"Ini penting!! Penting sekali!! Tolong, hubungi Tuan Leon. Katakan Jasmine ingin menemuinya!!" Jasmine memohon.
"Nona, coba kau lihat mereka, mereka juga bilang kalau alasan mereka itu adalah hal yang sangat penting. Tapi sungguh, saya hanya pegawai, dan kebijakan tetaplah kebijakan." Wanita bersanggul mirip pramugari itu menunjuk ke arah beberapa orang berpakaian rapi yang mengantri di lobby, mereka juga terlihat sama-sama gusar karena gagal menemui Leonardo.
"Baiklah." Jasmine menurunkan bahunya lemas. Kenapa menemui Leonardo begitu susah, padahal kalau sedang menghindar pria itu malah terus datang dan terlihat. Menyebalkan bukan?!
Namun Jasmine tetaplah Jasmine. Gadis polos yang hanya bermodalkan nekat. Sudah kepalang datang kemari, kalau tidak bertemu dan menyelesaikan urusanya kan sayang dengan ongkos taxinya. Lagi pula ia memang harus mengakhiri hubungan dengan Leonardo. Tak peduli dengan cara apapun.
Tanpa menunggu wanita itu berputar-putar, mencari detail perusahaan. Menguping beberapa orang yang berlalu lalang. Bak dektektif kelas dunia, Jasmine mencari informasi seputar keberadaan ruang kerja. Leonardo.
"Tolong kirim kopi ke ruang presdir, ya. Perutku sakit." ujar seorang wanita berseragam.
"Baik, Bu."
"Lantai 17, jangan masuk, berikan saja pada sekretarisnya."
"Baik."
Jasmine tersenyum, sekarang dia tahu, ruang kerja Leonardo ada di lantai 17. Namun perkiraan Jasmine kembali meleset saat ternyata ia harus punya kartu pegawai untuk mengakses lift. Berapa kali pun Jasmine mencoba memencet nomor lift, benda sialan itu tak mau mengantarnya naik.
Menyebalkan!!! Jasmine mengumpat dalam hatinya seraya keluar dari lift.
Jasmine hampir menyerah saat ia kemudian melirik ke arah sebuah pintu baja besar dengan tulisan EMERGENCY EXIT.
Tangga, benar!! Tangga!! Jasmine bergegas masuk, menengadah ke atas, 17 lantai, 34 tangga, 255 anak tangga.
"Semangat, Jasmine!!!" serunya berapi-api.
Tanpa ragu Jasmine mulai melangkahkan kakinya menuju ke lantai 17. Semangat membakar lemak pada tiap pembuluh darah dan mengubahnya menjadi energi. Kaki ramping itu melangkah mantap, menelusuri anak demi anak tangga dengan cepat. Bunyi kemelotak antara heels sepatu dan tangga beton menggema.
"Hah, hah, hah ... capek!! Capek sekali!!" Jasmine mulai kehabisan tenaga di lantai 10.
Cat merah dengan angka 10 menjadi penunjuk bagi Jasmine kalau saat ini dia tengah berada di lantai 10 gedung itu. Perlu tujuh lantai lagi untuk sampai di ruangan milik Leonardo.
"Pria sialan! Tak bertemu saja membuatku tersiksa!!" gerutu Jasmine, masih menaiki anak tangga dengan kaki gemetaran.
"Pengen muntah, Ya Tuhan." Jasmine terlalu lelah, haus dan mengeluarkan banyak keringat sampai membuat perutnya terasa mual.
"Awas saja kalau ketemu, aku lempar bunga ini tepat pada wajah tampannya itu. Siapa tahu ada lebah yang keluar dan menyengat bibirnya. Hehehe, aku penasaran seperti apa wajahnya bila bengkak." Jasmine bergumam sepanjang jalan menuju ke lantai 17, kebanyakan membayangkan Leonardo mengalami kecelakaan, Jasmine akan benar-benar bersyukur kalau hal itu terjadi.
"Aduh, kakiku sakit!!!" Jasmine berseru, tumitnya mulai lecet karena mengenakan heels untuk naik ke lantai 17. Walaupun hanya setinggi 5 cm dengan heels kotak, tetap saja rasanya begitu menyakitkan.
Akhirnya Jasmine memilih untuk melepaskan sepatu, berjalan dengan kaki tertutup stokking hitam.
"Lantai 15!!! Dua lantai lagi!!" Jasmine menyeka keringat, napasnya mulai terasa berat dan tubuhnya melemas. Kehilangan banyak cairan tubuh juga membuat kepala wanita itu cukup pening.
Jasmine tetap bertekat, kembali naik ke lantai 17 untuk menemui Leonardo. Jasmine harus memutuskan hubungan mereka, tak ingin Leonardo berbuat semakin nekat. Bagaimana jadinya kalau sampai bunga dan hadiah-hadiah itu dikirim ke rumah? Rafael pasti akan murka dan menuduh Jasmine berselingkuh.
Lantai 17, akhirnya!!!! Jasmine bersorak girang dalam hatinya begitu melihat tulisan angka 17 pada dinding.
Setelah mengambil napas panjang sepanjang kereta jurusan Sabang sampai Merauke, Jasmine menarik handle pintu baja dan keluar menuju lorong lantai 17. Perut Jasmine terasa diaduk-aduk dan tenggorokkannya begitu kering karena rasa haus. Jasmine menyeka lagi keringat dengan punggung tangan, memakai juga sepatu heelsnya.
Beberapa orang telihat berlalu lalang di selasar penghubung antar ruang. Mereka belum menyadari keberadaan Jasmine. Jasmine mulai bersikap tenang dan membaur. Gedung ini terlalu besar, pegawainya juga pasti sangat banyak, tentu saja mereka tak mungkin mengenal seluruh penghuninya.
Di mana?? Di mana?? Jasmine masih dengan buket bunga calla lili yang sedikit hancur —efek menaiki 255 anak tangga— berjalan mengelilingi kompleks lantai 17.
"Hei, permisi, di mana ruang presdir?" Jasmine bertanya pada petugas cleaning servis yang sibuk menghisap debu karpet. Ia mengeryitkan dahi, pegawai mana yang tak tahu ruangan milik presdir.
"Aku pegawai bank, ingin meminta tanda tangan beliau." Jasmine yang mengerti gelagat pria itu, mengeluarkan tanda pengenal kepegawaiannya.
"Oh, begitu. Ikuti selasar ini sampai ujung dan belok ke kiri. Ruangan paling besar, ada beberapa sekertaris beliau di sana, kau cukup bertanya pada mereka," ucapnya.
"Ah, terima kasih." Jasmine mengangguk lalu bergegas pergi.
Jasmine mengikuti arahan pria cleaning servis. Ia sampai pada sebuah ruangan dengan pintu kayu besar, di depan pintu ada tulisan R. PRESIDEN DIREKTUR. Di depan ruangan itu ada ruangan dengan dinding kaca, beberapa orang sekretaris Leonardo terlihat bekerja dengan rajin. Kesya juga terlihat di sana, mengecek jadwal Leonardo.
Kehadiran Jasmine membuat semua mata tertegun, melongo, bertanya-tanya siapa wanita yang penampilannya sangat kacau itu dan juga bagaimana dia bisa masuk kemari?
"Kau kan, Nona Jasmine!!" Kesya berseru.
"Di mana Tuan Leon?" tanya Jasmine.
"Dia ada di dalam kantornya."
"Aku harus bertemu dengannya!" Jasmine langsung mendorong pintu kayu dan menyerobot masuk.
"Tunggu!!" Kesya berlari untuk menghentikan Jasmine, namun terlambat, Jasmine sudah masuk ke dalam ruang kerja Leonardo.
"Siapa yang masuk tanpa izin?!" Bentak Leonardo, rahangnya mengeras marah, ia memutar kursi kerja.
"Aku!!" seru Jasmine.
"Jasmine?" Leonardo tercengang dengan kehadiran Jasmine. Namun tak pelak ada rasa sedikit bahagia terbesit dalam hatinya.
"Ini aku kembalikan, jangan kirim bunga atau pun hadiah lagi!!" Jasmine melemparkan buket bunga pada Leonardo, namun lusut dan melesat ke samping.
Sial pandanganku mulai kabur membidik saja lusut, Jasmine mengeluh dalam hati, rasa lelah yang mendera tubuhnya semakin kuat, seakan ingin memaksa wanita itu untuk menon-aktifkan segala proses metabolisme, alias pingsan.
"Ah, butuh waktu seminggu untuk membuatmu mengingatku, Baby." Leonardo bangkit, berjalan perlahan menuju ke arah Jasmine.
"Jangan mendekat!! Pokoknya jangan mendekati aku lagi, kita putus hubungan!!" Jasmine berteriak kalap, masih berusaha bertahan dengan tubuhnya yang kelelahan.
"Memang kita pernah ada hubungan apa?" Leonardo tergelak.
"Pergi dari hidupku!!" jerit Jasmine. Leonardo menggeram, kenapa susah sekali menundukkan wanita ini.
"Kato, keluar dan kunci pintunya." Perintah Leonardo, pengawalnya itu menyeringai dan bergegas menurut. Ia melangkah melewati Jasmine yang membeku karena bingung.
"Hei!! A—apa maksudmu?!" Jasmine membelalak, ia mencoba menahan pintu agar tidak tertutup. Tapi bagaimana mungkin Jasmine menang? Menjaga dirinya untuk tetap sadar saja Jasmine mulai kesusahan.
"Siapa suru masuk ke kandang singa?" Leonardo mengendurkan dasinya, semakin mendekati Jasmine yang berdiri kaku di belakang pintu.
Bodohnya aku!! umpat Jasmine dalam hati, lagi-lagi, kepolosannya membuat Jasmine masuk ke dalam kandang singa dengan suka rela.
"Ready, Baby? I'll give you something good, and make you scream to beg for more and more!!" Leonardo menyeringai, ia mengikat pergelangan tangan Jasmine dengan dasinya. Jasmine menatap jeri pada pria itu, bergeleng pelan penuh rasa takut.
"Hentikan!! Lepaskan aku!" Jasmine meronta.
Leonardo mengecup leher Jasmine, keringat dingin bercampur aroma parfum. Leonardo menyeringai lalu menggigit pelan daun telinga Jasmine sebelum berkata, "Mi Volas Vin, Jasmine."
ooooOoooo
Follow Ig @dee.Meliana
Vote PS
Comment
💋💋💋