Chereads / HANYA AKU UNTUK DIA / Chapter 58 - 58 Antara Ayah dan Dia

Chapter 58 - 58 Antara Ayah dan Dia

Sekarang hari Sabtu pagi, aku telah sampai rumah setelah bersenang-senang dan perjalanan panjang. Iya juga ya? Badan capek dan letih semua, kemarin pas wisata benar-benar enggak kerasa capek, taunya asyik dan enak-enak saja nih badan, sekarang kok sudah capek semua ya? Pasti aku kena marah Ayah kalau sampai kelihatan capek dan letih. besok malam acaraku lagi?

Aku memilih untuk istirahat dulu. Karena nanti sore Ibuku bilang mau mengajak ke rumah Mas Royan, selain ada hal penting yang ingin Ayah bicarakan juga aku harus menyerahkan oleh-oleh untuk mereka. Sebaiknya aku tidur dulu, juga mau minum vitamin agar setelah bangun nanti terasa segar.

Ibu setelah menyambut kedatanganku tadi melanjutkan aktivitas masak memasaknya. Aku lagi enggak bisa bantu Ibu sementara ini. Masih sangat lelah. Mau tidur dulu, mungkin nanti ketika aku bangun, sarapan telah siap.

****

Sore hari, Ayahku telah pulang. Aku langsung bagi ke Ayah baju Jogja oleh-olehku kemarin kepadanya dan menceritakan juga telah membelikan oleh-oleh juga untuk keluarga Mas Royan. Yaah akhirnya aku memanggil dia terus kan sekarang? Mas Royan. Hummm terpaksa harus bagaimana lagi?

"Ayo, semua segera berangkat kesana, agar nanti bisa ngobrol panjang. Besok semua harus sudah fix acara untuk Inez dan Royan." Ayahku duduk santai di sofa sambil menunggu aku dan Ibuku, aku sengaja mempercantik Ibu dengan make up yang tipis namu segar, aku juga ingin Ibuki tampil cantik di depan orang lain, khususnya calon besannya itu. Seperti keinginan Ayah, ingin semaksimal mungkin menyenangkan Ibu. Agar tampil lebih cantik di depan semua orang, aku juga memilihkan pakaian Ibu yang bagus. Biasanya aku cuek akan penampilan Ibuku. Biasanya juga terserah Ibu mau tampil seperti apa, tapi semenjak pengakuan Ayah, aku jadi lebih memikirkan tentang Ibu juga. Bahkan aku mempunyai keinginan untuk menjadwal rutin untuk mengajak Ibuku ke salon bersama pada saat aku gajian. Entahlah selama ini tak terfikirkan olehku.

Kami telah siap sore ini, hendak berangkat ke rumah Mas Royan, Ayah bilang akan ada hal penting yang harus dibicarakan sebelum besok acara pertunanganku dengannya terlaksana.

Kami menaiki mobil dan siap meluncur kesana. Aku sebenarnya ingin memberitahukan Arman, tapi aku juga tidak mau kalau mengganggu pikiran dia, pasti dia sedang beristirahat dan kalau aku sampai muncul memberitahukan dia tentang kepergianku ke rumah Mas Royan, pasti hanya menambah beban di hatinya. Aku memutuskan untuk tidak memberitahunya.

"Assalamu'alaikum Bu Micellin," salam Ibu ketika kami memang di sambut dan ditunggu di depan pintu sambil cipika-cipiki.

"Wa'alaikumussalam Bu Riana," balas Mama Micellin kepada Ibuku.

Tak luput juga aku salim dengan Papa dan Mama Mas Royan, juga bersalaman dengannya. Kami memasuki ruang tamu yang memang luas dan bercorak keren ini. Ayah pasti sangat takjub, kalau aku sih biasa saja karena memang pernah kesini tanpa sengaja.

"Mana nih oleh-olehku? Aku nunggu lho," ucap dia membuka suasana. Kami duduk bersama, dan ada Ibu-ibu yang kesana kemari menyiapkan hidangan dan sibuk menaruhnya di meja depan kita semua.

"Ini Mas, aku juga bawakan untuk Mama dan Papamu, semoga suka." Aku menyodorkan paper bag kepadanya dan dia juga langsung menerima, bahkan langsung dibukanya.

"Waah ini bagus lhoo, aku suka Nez ... warnanya kesukaanku, Abu-abu tuh warna kesukaan aku. Kok kamu tahu sih," godanya. Sengaja mungkin dia pura-pura suka biar terkesan bagaimana gitu.

"Mungkin kebetulan, bukan aku yang milih, tapi dia yang milih. Aku enggak ngerti selera cowok!" jawabku tanpa sungkan di depan semuanya. Biarlah, memang begini apa adanya aku.

"Ooh. ini pilihan dia?" jawab Mas Royan mengangguk-anggukkan kepala.

"Waah kode alam memang berlaku ya? Hehehe. Ternyata benar selera kita sama, pantas saja kami mencintai orang yang sama," tambahnya sambil melirik ke arahku.

"Waaaah begitu ya ceritanya, unik sekali ya kisah anak-anak kita ini Riyanto. Hahahaa," ungkap Mama Micellin sambil tersenyum, di balas semua ikut tertawa.

"Ma, ini buat mama sama Papa juga ada nih. Makasi ya, Nez sudah repot-repot belikan kami oleh-oleh," ucap Mas Royan. Aku hanya mengangguk.

"Terima kasih ya Sayang, ayo ... ayo sambil di nikmati hidangannya," tambah Papa dan Mama Mas Royan.

"Ehm ... Ronald, Micellin, aku kesini mau bicara penting, mumpung besok malam acara pertunangannya, aku dengar dari Inez dan ini cukup mengganggu pikiranku, mengingat Inez adalah anakku dan sebagai pihak perempuan. Aku ingin tahu yang sebenarnya tentang Royan, apa iya ada hubungan khusus dengan seorang perempuan bernama Laura? Bisa Royan jelaskan?" Waaah Ayahku cukup hebat buat aku acungi jempol, dia membawa topik ini di depan orang tua Mas Royan langsung.

"Ooh, dia! Aku tahu Riyanto, dia memang sering main ke rumah ini, bahkan Royan memang pernah mengatakan kalau Laura sangat mencintai Royan, tapi jauh sebelum mengenal Inez, sejak ditinggal kekasihnya menikah itu, Mama memang tahu mereka dekat, tapi ketika kami menyarankan Royan agar menikahi dia kalau memang cocok. Royan tidak mau karena tidak ada rasa cinta. Penjelasan Mama Micellin dengan serius.

"Ayah, aku sudah jelaskan semua kepada Inez, pasti dia sudah cerita semua kan? Memang aku melakukan kesalahan bisa dikatakan fatal, tapi tolong beri aku kesempatan Ayah ... Ibu, Royan sudah sangat mencintai Inez dan Royan berjanji di hadapan kalian semua hari ini, untuk menebus kesalahan itu aku berjanji akan selalu membahagiakan Inez dan akan memberikan semua yang aku punya untuk dia." Royan mengucapkan itu di depan mata kami semua.

"Royan punya masa lalu yang seperti aku, Riyanto. Kamu kan sudah tahu, tapi ketahuilah sejak dia mengenal Inez, dia sama sekali tak pernah dekat dengan perempuan lain. Aku minta tolong berilah dia kesempatan. Jika dia macam-macam. Itu akan sangat memalukan aku sebagai Papanya. Kita berdua yang akan menghajarnya. Okey? Dia akan jadi urusan kita." Begitulah perbincangan ini berjalan sesuau arahnya. Sepertinya Ayah tak akan mundur untuk tetap melanjutkan pertunangan ini. Apalagi diiming-imingi janji yang muluk-muluk, langsung deh Ayahku kelepek-kelepek.

"Baiklah, kita akan tetap lakukan pertunangan besok malam. Aku harap Royan menjaga janjinya sebagai laki-laki itu kepada anakku. Jika sampai janji itu dia ingkari. Maka dia sudah tak pantas disebut laki-laki lagi. Oke! Kami akan memberi dia kesempatan untuk menunaikan janjinya." Ucap Ayah dengan sangat percaya diri.

Ibuku tampak tak ada keluar sepatah kata pun, begitu juga aku. Entah apa yang ada dalam benak Ibu, karena dia sebenarnya pernah mengatakan tak rela jika aku tetap bersamanya dalam keadaan masa lalu yang membayangi itu. Tapi apalah daya. Semua tetap ada di tangan Ayahku.