Chereads / HANYA AKU UNTUK DIA / Chapter 59 - 59 Menjelang

Chapter 59 - 59 Menjelang

Sabtu malam, aku telah berada di kamarku. Merenung, memikirkan, melamun, melayangkan harapan. Entahlah apalagi kata yang pantas aku utarakan untuk menggambarkan suasana hatiku. Keadaan yang gamang membayangi otakku selalu. Ingin berkata tidak tapi dipaksa untuk mengatakan iya, aku tak mampu menolaknya. Mungkin ini memang takdirku.

Bayangan saat bersamanya ketika trip Jogja kemarin itu. Sungguh melekat dengan kuat dalam ingatanku. Aku masih belum bisa move on dari kenangan indah saat perjalanan pulang dan semua mampir ke rumah Arman. Satu bus datang ke rumah dia, aku khawatir saja menambah beban hatinya. Takutnya dikira para tetangga si Arman dapat balasan lamaran sampai bawa rombongan satu bus pulang ke rumah. Iya kan biasanya?

Bus terpaksa di parkir di depan Balai desa daerah Arman. Karena tak ada tempat untuk parkir waktu itu. Kita semua berjalan sekitar 200 meter saja menuju rumahnya Arman. Aku? jangan ditanya selalu bergandengan tangan dengannya.

Disana kami semua di sambut dengan hangat. Ada adik-adik Arman, Echa dan Icha. Ada Ayah Arman dan Ibunda. Mereka sibuk menghidangkan snack dan kue-kue yang tampak menggugah selera. Kami mampir kesana sengaja setelah jam sarapan di tempat makan dulu.  Agar tidak merepotkan tuan rumah. Karena ya tahu dirilah kita semua departemen per-makanan yang pasti porsinya bakal porsi jumbo. Kalau sampai keluarga Arman yang kerepotan menyiapkan makanan berat segitu banyaknya kan itu nyiksa namanya.

Aku masih teringat senda gurau kami semua di suasana pedesaan daerah Arman. Sangat betah semua dan tak ingin beranjak dari sana. Aku juga sangat terkesan ketika Ayah Arman aku cium tangannya juga Ibundanya. Adik-adikmya juga memeluk aku. Aku tak bercerita apa-apa, aku hanya menikmati suasana yang ada. Biarlah Arman yang  bercerita kepada keluarganya tentang acaraku hari minggu malam itu.

[Arman, kamu sedang apa? padahal baru tadi pagi kita bertemu di rumahmu, tapi aku sudah merindukanmu]

Aku mengirimkan chat untuknya Aku ingin tahu dia sedang apa disana. Dan aku ingin tahu respon dia untuk hari minggu besok.

[Sayang ... Masih boleh kan ya? Hehee. Aku lagi berbincang-bincang dengan Ayah dan yang lainnya, tentang kamu besok. Aku mengumpulkan bantuan support dari mereka. Hehee. Biar kuat menghadapi kenyataan.]

Balasnya masih sempat bercanda. Aku ikut tersenyum.

[Janji ya kamu datang? Aku gak mau sendirian menghadapi ini, aku sendiri takut dan gak yakin] balasku

[Iya, aku pasti datang, nanti aku bareng Liza, Ardy, dan Benny. Jadi kalau aku pingsan ada yang membopong. Wkwkwk] Balasnya masih saja menggoda. Membuat aku jadi ingin menangis.

[Kalau aku yang pingsan? Siapa yang membopong aku?] tanyaku.

[Ya, Ayahmu lah. Aku sih kepingin, tapi kan aku takut dibacok sama Ayahmu. Bercanda Sayang, sudah ada tunanganmu juga nanti disisimu]

[Arman jawabnya kok gitu amat? Aku jadi pingin nangis sekarang]

[Sama, aku juga ingin menangis, kamu menangisnya jangan kemana-mana nanti pingsan lagi. Di kasur saja. Aku menangisnya di pojokan tembok saja nih] balasnya entah itu bercanda atau sungguhan.

[Istirahatlah Sayang, semua akan baik-baik saja. Aku doakan selalu buatmu. I miss u ....] Arman telah mengakhiri chat kami. Oke! Mungkin ia masih ingin banyak berbincang dengan Ayah dan keluarganya. Benar juga, aku harus istirahat dulu. Kepalaku mulai terasa pusing. Kalau tidak, besok aku akan kena marah Ayah dan pasti menyalahkan tripku kemarin, aku harus istirahat sekarang.

****

Dari pagi kami sudah sangat repot di rumah, persiapan pertunangan yang sudah di gadang-gadang oleh Ayahku itu harus terjadi juga. Meskipun semua tentang acara dan dekorasi sudah di handle oleh Chikya Event Organanitation, tapi tetap saja di rumahku sangat rempong, ada banyak family dan para tetangga yang turut membantu untuk hal-hal kecil yang tentunya juga penting.

Acara nanti akan diadakan di gedung mewah pilihan Mas Royan.

Gedung Grahi SI berlokasi di Jl. Raya Gub**ng No.299, Surabaya yang merupakan jantung kota Surabaya Timur. Gedung Grahi SI sendiri memiliki 9 lantai dengan desain Eropa Klasik. Adapun ruangannya bisa menampung tamu undangan dengan kapasitas 700-750 orang. Waow ... Aku kurang tahu ya siapa saja yang diundang untuk ukuran acara pertunangan saja, belum pernikahan ya? Kalau dari pihak keluargaku, aku pastikan tidak sebanyak itu. Mungkin dari pihak Mas Royan, relasinya dan Papa Mamanyalah yang banyak.

Aku masih menangis dan memeluk Ibuku, Ayahku juga sedari tadi sudah ingin memarahi aku saja, tapi terus dilarang Ibuku. Ibu sangat tahu hari ini adalah hari terberatku. Aku bertunangan juga dengan orang lain yang baru aku kenal dan bukan orang yang aku cinta. Dia juga mengakui punya masa lalu yang hitam. Dengan dalih ingin memulai lembaran baru yang putih, dia menggandeng keluargaku dan juga aku untuk mewarnainya. Aku sangat ringkih saat ini. Seperti seseorang yang berlari di tengah padang pasir kehausan dan kepanasan sendirian, lalu aku seperti orang yang sakitnya jatuh ke jurang. Hancur dan lebur sudah yang aku punya.

Ibuku berusaha menenangkanku agar aku bisa relaks dan dengan baik menjalani prosesi ini.

"Sudah jangan menangis, nanti bagaimana raut wajahmu akan dilihat oleh semua orang. Inez ... Jangan sampai Ayahmu marah, cepat bersihkan wajahmu. Kamu akan segera di make Up, Ibu akan selalu berada di sampingmu," jawab Ibu mensupport aku.

Dikala aku sedang fokus dengan persiapan acaraku nanti. Pikiranku melayang-melayang kepada yang jauh disana, jam segini kira-kira Arman pasti sudah menaiki bus untuk menghadiri acaraku nanti malam. Dari pagi aku tak brani hubungi dia atau sekedar chat saja, aku takut aku yang menangis sendiri lebih parah lagi dan dia juga pasti sangat-sangat terluka dengan beban yang aku rasakan lalu aku timpakan kepadanya. Aku tak setega itu. Biarlah suasana hening sejenak untuk dia dan untuk aku. Meskipun dari pagi air mata ini sudah hampir terkuras habis. Aku harus tetap kuat agar Arman juga kuat. Itu pesannya.

Aku mulai berhadapan dengan kaca yang super besar, wajah ini mulai dipoles untuk menutupi kesenduan hati dan garis-garis muka yang tidak nampak rapi. Aku terdiam dan hanya menatap tajam wajahku sendiri dalam cermin. Si Mbak cantik melukis wajahku dengan sesuka hati. Aku tak peduli hasilnya. Aku hanya menjalankan perintah dari seorang kepala keluarga. Ibuku tak bosan mengelus bahu, punggung dan lenganku. Ibu takut dan khawatir akan keadaanku. Semoga aku baik-baik saja Ibu.

Setelah wajah telah selesai, gaun pilihan keluarga Mas Royan akhirnya dikenakan ke tubuhku. Entah aku suka atau tidak aku tak peduli. Aku hanya mengikuti keinginan mereka untuk memakai gaun model ini dan berwarna pink tua ini.