Chereads / Inevitable Fate [Indonesia] / Chapter 44 - Kau Pikir Siapa Kau

Chapter 44 - Kau Pikir Siapa Kau

I said who do you think you are

Show me how good you are

- Who Do You Think You Are by Spice Girls -

===========

Petang hari, seperti biasanya, Reiko membantu Tomoda menaikkan berbagai peralatan dan bahan dagangan ke bak mobil mereka. Setelah itu, ia akan mandi dan segera bergabung dengan Bu Sayuki serta Tomoda pergi ke pasar bersama-sama menggunakan mobil.

Sebenarnya, Reiko merasa risih karena harus duduk berhimpitan dengan Tomoda. Tubuh besar Bu Sayuki sudah menguras cukup banyak ruangan di kabin depan mobil. Itu mengakibatkan Reiko terdesak hingga lengannya akan menempel ke lengan Tomoda.

Itu sering membuat lelaki itu tersenyum-senyum girang. Reiko jelas mengetahuinya dan dia semakin risih, tapi tak bisa berbuat banyak mengenai itu.

Yang lebih menyebalkan adalah, jika Tomoda hendak mengganti gigi dengan menggerakkan tongkat persneling, tangan Tomoda akan menyentuh tepi paha Reiko. Dan dengan begitu, Tomoda akan secara sengaja meletakkan tangannya lebih sering di tongkat itu agar bisa menyentuh paha Reiko.

Meski Reiko memakai celana jins, namun tetap saja rasanya sungguh risih ketika pahanya digerayangi jari Tomoda yang berdalih sedang mengganti persneling.

Seperti apapun usaha Reiko mengapitkan pahanya lebih rapat, masih saja tidak bisa menghindari jemari nakal Tomoda yang kadang secara kurang ajar mengelus tepi paha Reiko saat mengganti persneling.

Benar-benar pria ini! Reiko ingin berteriak, "Memangnya kau siapaku berani bertingkah seperti itu padaku!" pada Tomoda, namun itu adalah hal mustahil. Mengetatkan rahangnya, Reiko pun menahan emosinya.

Sementara itu, Bu Sayuki buang muka seolah tidak mengerti perbuatan putranya. Mungkin pun jika mengetahui, Reiko tak yakin Bu Sayuki akan memarahi putranya yang kurang ajar itu.

Sabar ... sabar dan luaskan samudera ketabahanmu, Reiko. Ia terus menyerukan itu di hatinya.

Karena Bu Sayuki khawatir Nathan Ryuu datang ke lapak ayam goreng Beliau dan mendapati Reiko berada di depan kompor, terpaksa Bu Sayuki menahan kegeramannya dan menyuruh Reiko tetap berjaga di depan melayani pembeli, sementara dia dan Tomoda bertugas menggoreng ayam.

Sesuai dengan perkiraan Bu Sayuki, malam ini ternyata Nathan Ryuu datang lagi, meski hanya mengajak manajer dan asistennya saja. Itachi dan Zuko.

Kali ini, Zuko tidak akan memesan ayam pedas seperti yang lalu. Dia sudah kapok bersaing dengan Itachi untuk urusan makanan pedas. Ia dengan jujur memilih ayam filet krispi biasa, sedangkan Itachi masih tetap dengan pilihan pedasnya. Mungkin itu jalan ninjanya.

"Itachi-san ... menurutmu, apakah benar tuan sedang mengincar gadis penjual ayam itu?" Zuko berbisik ke rekan kerjanya.

"Hm, itu bukan urusanku." Itachi tidak menggubris dan melanjutkan makannya sambil berdiri berdekatan dengan Zuko, agak jauh dari majikannya.

"Ayolah, Itachi-san ... masa sih kau tidak penasaran mengenai itu?"

"Apakah itu suatu keharusan?"

"Itachi-san ... kau harus tahu ... Tuan mengenal gadis itu di sebuah konbini! Dan saat itu gadis itu hendak pingsan! Untung saja tuan menolong."

"Hm, tidak tertarik."

"Itachi-san, kenapa susah sekali mengobrol denganmu?"

"Ini bukan obrolan tapi menggosip. Aku bukan ibu-ibu kompleks."

"Huh! Apa Itachi-san menganggap aku seperti ibu-ibu kompleks?" Zuko muram seketika atas sindiran Itachi.

"Silahkan saja kalau kau merasa begitu." Itachi, seperti biasanya, datar dan tanpa ekspresi berlebihan.

Sementara manajer dan asistennya sedang memakan ayam pilihan mereka sambil berbincang, Nathan Ryuu mulai maju ke etalase dan memilih dua macam seperti sebelumnya.

"Silahkan, Tuan." Reiko memberikan bungkusan berisi 2 porsi ayam berbeda rasa untuk Nathan Ryuu.

"Kenapa harus memanggil aku tuan, sih? Bukankah aku sudah katakan untuk memanggil namaku saja, Reiko?" Nathan Ryuu menerima bungkusan plastik transparan warna ungu dari Reiko dan tak lupa memberikan senyuman mempesona dia untuk gadis itu.

"A-ahh, rasanya tidak pantas melakukan itu di sini, Tuan!" Reiko tidak ingin menjadi tak profesional di pekerjaannya. Saat ini dia sedang bekerja, maka alangkah tepatnya jika tetap menyebut tuan pada Nathan Ryuu.

"Ahh, begitu, yah. Baiklah, aku akan menyetujuimu untuk kali ini, Reiko." Nathan Ryuu menyerah dan dia tetap berdiri di depan etalase karena kebetulan hanya dia saja yang saat ini menjadi pembeli di lapak tersebut, sedangkan dua anak buahnya, Zuko dan Itachi, berada agak jauh darinya.

"U-um ... ano ... Tuan ... kenapa kau memanggilku-"

"Reiko?"

"I-iya."

"Fu fu fu ... kau pasti heran bagaimana aku bisa mengetahui nama aslimu, kan?"

"Iya."

"Yah, itu ... ra-ha-si-a."

Reiko membelalakkan matanya usai mendengar jawaban dari Nathan Ryuu. Apa-apaan lelaki itu? Kenapa malah berkata semacam itu? Jawaban apa pula itu!

Mengetahui kebingungan Reiko, Nathan Ryuu malah tertawa kecil dan kemudian dia pun pamit. "Aku pergi dulu, Re-i-ko."

Sementara Nathan Ryuu melangkah gontai meninggalkan lapak itu, Reiko melongo sembari mengerutkan kening dengan frustrasi dan penuh tanda tanya menatap punggung lebar lelaki itu.

"Ehh? Sudah, Tuan?" tanya Zuko ketika melihat majikannya menghampiri dirinya.

"Ya, sudah selesai beli, tentu saja sekarang pulang." Nathan Ryuu mengerling santai ke dua anak buahnya dan berjalan lebih dulu ke mobil yang diparkir tak jauh dari sana.

Zuko segera berlari mengejar Nathan Ryuu sedangkan Itachi berjalan biasa menyusul keduanya. Untuk apa berlari? Seperti bocah kecil saja, batin Itachi.

Sepeninggal Nathan Ryuu, Bu Sayuki berlari ke Reiko. "Dia sudah pergi?"

"Sudah, Bu." Reiko paham siapa yang dimaksud Bu Sayuki.

Plak!!

"Kau ini! Bukankah sudah kubilang untuk memanggilku apabila dia datang?" Geram karena Reiko lagi-lagi tidak memanggil dirinya saat Nathan Ryuu muncul, Bu Sayuki pun menampar lengan Reiko.

Gadis itu mengusap-usap lengannya yang sedikit pedas akibat tamparan Bu Sayuki. "Maaf, Bu. Tadi ... Tuan Ryuu sepertinya tergesa-gesa dan tidak bisa berlama-lama, hanya membeli ayam dan langsung bergegas pergi."

"Huh! Lain kali kau harus ingat untuk memanggilku atau aku pukul kau!" Bu Sayuki mengacungkan tinjunya ke Reiko.

Gadis itu mundur satu langkah, mengira akan dipukul sungguhan. "Iya, Bu. Aku mengerti."

"Tsk, Bu, kenapa kau harus memarahi Reiko-chan, sih? Dia kan tidak salah." Tomoda datang sambil membawa setumpuk ayam utuh goreng untuk ditaruh di etalase.

"Tahu apa kau, bocah busuk! Sudah, sana! Kerja saja di belakang!" sembur Bu Sayuki pada putranya. "Berani sekali dia mengatakan protes ke aku, ibunya. Kaya raya dulu baru kau bisa bicara seperti itu ke ibumu!" seru Bu Sayuki di belakang punggung Tomoda. "Huh! Dia pikir siapa dia? Bocah ingusan!" rutuk Bu Sayuki pelan mengenai anaknya.

Reiko terdiam dan melanjutkan meladeni pembeli yang mulai berdatangan. Kebanyakan yang datang ke lapaknya memang lelaki, meski wanita juga ada, namun sejak Reiko berjaga di depan etalase, pembeli lelaki mulai banyak berdatangan, tidak seperti dulu yang didominasi pembeli wanita.

Para pembeli lelaki bahkan mencoba mengajak Reiko berbincang tentang hal lain diluar ayam pesanan mereka.