Chereads / Pernikahan Paksa Gadis Desa / Chapter 59 - Perjalanan Pulang Melelahkan

Chapter 59 - Perjalanan Pulang Melelahkan

Setelah Ayub menyelesaikan hajatnya, mereka tidak segera pulang ke rumah. Karena mereka harus menunggu Hilman dan Eva yang menghilang. Mereka pun harus mencari keberadaan Hilman dan Eva selama satu jam lebih.

Itulah yang membuat lima anak desa itu merasa tidak enak kalau meninggalkan mereka berdua. Mereka sempat melihat Hilman yang menarik Eva ke suatu tempat. Namun karena terlalu lama, mereka mencari dan menemukan Eva dan Hilman yang baru saja mengenakan pakaian.

"Kalian sedang apa?" tanya Ayub yang melihat Hilman dan Eva sedang merapikan pakaiannya.

"Ada apa? Oh, kamu jangan ke sini!" pekik Hilman. Karena ia tidak ingin Ayub melihat tubuh istrinya yang ia tutupi dengan tubuhnya.

Akhirnya Ayub memalingkan wajahnya. Ia tahu mereka berdua sedang melakukan sesuatu yang orang dewasa biasa lakukan. "Kalau main kuda-kudaan, jangan di hutan, Pak. Mainnya lanjut nanti malam saja. Karena ini sudah sore, kita harus segera pulang," tandas Ayub.

Ucapan Ayub mengena di hati Hilman. Memang salahnya, yang tidak bisa menahan hasratnya pada Eva. Seharusnya mereka tidak membuat anak-anak itu menunggu terlalu lama dengan kesibukan mereka berdua.

"Kamu pakai jarit untuk menutupi ini," tunjuk Hilman pada badan bagian atas Eva.

Eva mengangguk. Ia mengambil jarit itu untuk menutupi tubuhnya. Segera mereka bangkit untuk berkumpul dengan anak-anak itu. Keduanya merasa malu karena ketahuan melakukan perbuatan itu oleh seorang anak kecil. Untuk berbicara dengan Ayub, mereka pun enggan karena malunya itu.

"Ayub," panggil Hilman. "Kamu jangan mengatakan pada siapapun,soal tadi, yah," sambungnya.

"Iya, Pak." Ayub menjauh dari Hilman dan Eva. Ia tidak perlu mengurus urusan orang dewasa. Meskipun ia merasa kecewa karena mereka berdua, ia dan teman-temannya harus menunggu waktu yang lama. Sehingga akan telat sampai ke rumah.

"Hei, kamu sudah menemukan pak Hilman dan bibi itu?" Wawan menghampiri Ayub dan merangkul anak itu. Karena sudah melihat semua sudah kumpul, ia mengajak semua untuk pulang. "Mari kita langsung pulang!"

Tiga kurcaci yang hafal jalan pun membawa mereka untuk menuruni bukit. Eva sudah tidak terlalu kedinginan karena bajunya yang basah tidak lagi ia pakai. Ia memakai jarit (Kain batik panjang) yang diberikan oleh Neni. Jarit itu cukup untuk menutupi tubuh Eva bagian atas. Sementara bagian bawahnya masih memakai rok panjang yang basah.

"Hatchi!" Eva mulai bersin. Walau sudah mendingan sekarang, tetap saja ia terkena flu akibat terlalu dingin. Sesekali ia harus menggosokkan tangannya untuk menghangatkan tubuhnya.

"Kamu tidak apa-apa, Sayang?" tanya Hilman.

"Enggak apa-apa, Mas. Aku hanya merasa dingin saja. Nanti sampai di vila, harus langsung mandi dan ganti baju. Biar nggak sakit, hatchi!" Kembali Eva bersin. Keluarlah lendir dari hidungnya. Menandakan ia sudah terserang flu.

Selain bersin-bersin, Eva juga merasa gatal pada tubuhnya. Begitu juga dengan Hilman. Ia sesekali menggaruk tubuhnya yang gatal.

"Ini pasti karena saat di semak-semak, aku nyentuh ulat bulu, huhh," keluh Hilman sembari menggaruk punggungnya yang gatal. Dan rasa gatal itu pun semakin menyebar ke sembarang arah.

"Eh, Pak. Kalau badannya gatal, jangan digaruk begitu. Nanti malah iritasi, lho," ujar Neni.

Hilman tidak peduli dengan perkataan Neni. Karena rasa gatalnya, ia semakin menggaruk segala arah tubuhnya. Begitu pula dengan Eva yang sudah merasa gatal-gatal. Namun ia tidak separah Hilman. Eva merasa gatal di paha dan kakinya.

"Gatal, Mas. Kita harus cepat ke rumah, untuk mengobati gatal ini," ungkap Eva. Ia menggaruk kakinya dan berjalannya pun melambat.

"Iya, Sayang. Ayo kita harus cepat. Mereka akan meninggalkan kita."

Karena jalan mereka terganggu dengan rasa gatal itu, membuat mereka berjalan dengan lambat. Hingga mereka tertinggal sepuluh meter dari anak-anak itu.

"Pak, Bi! Kalian lama!" seru Ayub. Ia menengok ke belakang. Karena suaranya, membuat anak-anak lain berhenti.

Hilman dan Eva tidak menyanggah ucapan Ayub. Mereka lebih baik diam daripada anak itu berbicara tentang perbuatan mereka tadi.

Hari semakin sore, mereka belum sampai juga ke kaki bukit. Karena perut Eva belum terisi sejak pagi, ia pun merasa lapar. Apalagi ia belum sempat makan bekal mereka karena hujan deras. Ia menahan rasa lapar itu dan tidak ingin Hilman tahu. Tubuhnya juga semakin lemah, sementara belum ada tanda-tanda akan segera sampai di kaki bukit.

"Kalau kita cepat-cepat, mungkin satu jam setengah lagi, kita bisa sampai ke pondok kecil itu," ungkap Wawan.

"Satu setengah jam lagi?" Seketika badan Eva lemes. Ia tidak bisa membayangkan, akan berjalan selama satu setengah jam lagi. Dan jalan anak-anak itu lebih cepat darinya. Ia juga mengerahkan semua tenaganya.

"Masih lama. Itu pun kalau jalannya seperti anak-anak itu." Hilman pun merasakan apa yang dirasa Eva. Satu setengah jam lagi, ia rasa tidak bisa kembali lebih cepat lagi. Bahkan bisa lebih lambat lagi.

Hilman membuka ponselnya yang sempat mati. Ia nyalakan dan sempat eror. Saat ini waktu menunjukkan pukul setengah lima. Jadi mereka harus berjalan kaki sampai jam enam, baru sampai ke pondok yang dimaksud. Pondok itu adalah pondok terakhir yang dilihat Hilman dan Eva sebelum benar-benar naik ke atas bukit. Pondok itu pun bukanlah benar-benar kaki bukit. Karena Hilman mengendarai motornya sampai ia tidak bisa membawa motornya. Dan terakhir yang ia bisa adalah di dekat pondok itu.

"Ayo, Pak Hilman. Mungkin jam setengah tujuh, kita baru bisa sampai ke rumah." Ayub berkata seperti itu karena ia sudah hafal betul tempat itu. Ia juga tahu waktu karena adzan dan posisi matahari. Walau ia tidak membawa jam, ia bisa memperkirakan waktu. Walau kadang masih salah juga.

Dengan terpaksa, Hilman dan Eva mengeluarkan sisa tenaga yang dimiliki. Tiba-tiba perut Eva berbunyi dan tidak bisa ditahan.

"Eh, kamu lapar, Sayang? Tapi di sini tidak ada makanan. Bagaimana kita bisa makan?" Hilman bingung karena keadaan ini semakin diperparah dengan kondisi Eva.

"Hehehe, Mas. Aku juga bingung. Mau gimana lagi? Setelah pulang, kita bisa makan yang banyak, kan? Ayo Mas, kita harus cepat pulang!" tukas Eva. Ia meyakinkan dirinya bahwa ia bisa.

Mereka pun melanjutkan berjalan kaki. Dengan rasa gatal di sekujur tubuh, rasa lapar dan lemas, mereka tetap berusaha agar cepat pulang ke rumah.

"Akhirnya sampai di sini ju–" Eva tidak bisa meneruskan ucapannya. Tubuhnya terhuyung dan ditangkap oleh Hilman.

Setelah lama mereka berjalan, sampailah mereka di pos yang dituju. Karena saking lelahnya, Eva tidak sanggup menahan rasa itu. Akhirnya ia pingsan dan terjatuh di pangkuan Hilman.

"Eva!" pekik Hilman. Tubuhnya juga sudah lelah. Ditambah Eva yang pingsan. Maka ia buru-buru membawa Eva ke pondok yang terbuat dari kayu dan untungnya ada tempat yang bisa digunakan untuk membaringkan Eva.

Anak-anak itu lantas berlari menghampiri Eva dan Hilman. Mereka niatnya akan segera pulang ke rumah. Karena hari sudah semakin gelap, mereka tidak sabar lagi untuk pulang ke rumah untuk makan.

Mereka pun harus meninggalkan sholat karena hal ini. Waktu maghrib sudah tiba, menandakan bahwa mereka sudah tidak punya waktu sholat dhuhur dan isya. Mereka mementingkan keadaan Eva terlebih dahulu dan berlari ke arahnya.

***