Angin malam berhembus dengan kencangnya. Membuat beberapa dedaunan terlepas dari tangkai dan terbang. Suara serangga malam terdengar merdu menyanyikan lagu. Di antara mereka seperti jangkrik dan belalang malam.
Malam di desa Wanadadi tidak seperti malam di kota. Di desa itu masih bisa menikmati bertaburan bintang-bintang. Langit berawan pun masih terlihat sama.
"Allaahu Akbar, Allaahu Akbar. Allaahu Akbar, Allaahu Akbar ... Asyhadu allaa illaaha illallaah ... Asyhadu allaa illaaha illallaah. Asyhadu anna Muhammadar rasuulullah ... Asyhadu anna Muhammadar rasuulullah ... Hayya 'alashshalaah. Hayya 'alashshalaah ... Hayya 'alalfalaah. Hayya 'alalfalaah. Allaahu Akbar, Allaahu Akbar. Laa ilaaha illallaah ...."
Terdengar suara Adzan berkumandang dari para muadzin di setiap musholla dan masjid. Di desa itu, hanya ada satu Masjid. Itupun letaknya jauh dari rumah Laila. Namun ada sebuah mushola yang bisa ditempuh dengan jalan kaki.
"Assalamualaikum ..." ucap Laila yang baru sampai di mushola. Dari rumah ia berjalan dengan kakeknya. Kebetulan malam ini, Laila akan mengajari ngaji anak-anak di Musholla Ar-Rahman.
Musholla Ar-Rahman sudah ada sebelum Laila lahir. Dari kecil Laila juga kadang bertandang ke mushola bersama Maisaroh dan Fattah. Mereka bertiga bukan hanya untuk sholat. Maisaroh juga merupakan guru mengaji di desanya. Itu juga yang membuat Laila seperti Maisaroh, pintar mengaji bahkan bersholawat.
"Waalaikumsalam Warahmatullaahi Wabarakatuh." Anak-anak didik Laila menjawab salam dari Laila. Mereka tampak senang Laila telah tiba.
Sebelum dilaksanakannya sholat isya, Laila terlebih dahulu melaksanakan sholat dua rakaat masuk mushola dan dua rakaat sebelum sholat isya.
Suara puji-pujian atau sholawat terdengar merdu dari seorang muadzin. Setelah adzan, biasa ia bersholawat untuk menunggu para makmum datang ke mushola.
Hanya sebentar saja pemuda itu melantunkan puji-pujian pada Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam dan Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Setelah lima belas menit kemudian, muadzin mengumandangkan iqomah. Imam memimpin shalat tersebut. Diikuti para makmun di belakangnya.
Laila terbiasa membaca ayat suci Al-Qur'an, disertai dengan artinya. Ia membaca itu biasanya setelah selesai sholat dan witir. Apalagi saat sholat malam. Kadang Laila menyempatkan untuk membacanya.
Sebelum mengajar ngaji, ia terlebih dahulu membaca surah Al-Lail. Guna mengingat bahwa dirinya juga sudah berkali-kali ia baca. Tak lupa ia mengucapkan basmalah terlebih dahulu.
"Wallaili idzaa yaghsya. Demi malam apabila menutupi cahaya siang," lafadz Laila sambil membayangkan saat malam tiba, bumi akan menjadi gelap.
Laila memejamkan matanya, kemudian kembali membuka mata dan meneruskan ayatnya. "Wannahaari idzaa tajalla. Dan siang apabila terang benderang. Wamaa khalaqadz-dzakara wal antsa. Dan penciptaan laki-laki dan perempuan. Inna sa'yakum lasyatta.
Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda."
Laila berhenti sejenak. Ia meresapi setiap ayat yang ia lantunkan dengan sungguh-sungguh.
"Fa-ammaa man a'tha waattaqa. Adapun orang yang memberikan hartanya di jalan Allah dan bertakwa. Washaddaqa bil husna. Dan membenarkan adanya pahala yang terbaik." Dan Laila membenarkan ayat itu. Setiap kata dari ayat itu, Laila resapi ke dalam hati.
Laila membayangkan, Hilman adalah sosok lelaki yang baik hati. Ia mengingat, lelaki itu pernah mempersilahkan anak-anak mengambil buah-buahan yang tersisa. Padahal buah-buahan tersebut masih bisa di jual. Sungguh Hilman adalah orang baik, menurut Laila. Ia berharap pria itu pun dalam keadaan baik.
"Fasanuyassiruhu lilyusra. Maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah." Laila tersenyum dengan mengaminkan hal itu.
"Wa-ammaa man bakhila waastaghna. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup. Wakadz-dzaba bil husna. Serta mendustakan pahala yang terbaik. Fasanuyassiruhu lil'usra. Maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar." Laila menutup matanya kembali. Ia menghela nafas panjang.
Anak-anak yang mendengar suara merdu Laila, mulai berdatangan. Bahkan mereka sengaja datang ke mushola hanya untuk mendengarkan Laila.
"Wamaa yughnii 'anhu maaluhu idzaa taradda. Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa," ucap Laila. Ia kemudian mengambil nafas lagi.
"Kak Laila, bacanya halus banget. Andaikan aku bisa seperti itu," lirih seorang anak perempuan anak didik Laila.
Laila melihat huruf-huruf itu lagi lalu berlafadz, "Inna 'alainaa lalhuda.
Sesungguhnya kewajiban Kami-lah memberi petunjuk. Wa-inna lanaa lal-aakhirata wal aula. Dan sesungguhnya kepunyaan Kami-lah akhirat dan dunia."
Laila mengerti, Allah-lah yang akan memberinya petunjuk. Karena Dia-lah yang memiliki segala yang ada di akhirat dan dunia.
"Fa-andzartukum naaran talazh-zha. Maka Kami memperingatkan kamu dengan neraka yang menyala-nyala. Laa yashlaahaa ilaal asyqa. Tidak ada yang masuk ke dalamnya kecuali orang yang paling celaka. Al-ladzii kadz-dzaba watawalla. Yang mendustakan kebenaran dan berpaling, dari iman."
Laila kembali menghela nafas. Ia meresapi ayat demi ayat yang ia lantunkan dengan indahnya. Setiap ayat yang ia lantunkan, membuat pendengarnya terbawa suasana.
"Wasayujannabuhaal atqa. Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu. Al-ladzii yu'tii maalahu yatazakka. Yang menafkahkan hartanya, di jalan Allah untuk membersihkannya. Wamaa ahadin 'indahu min ni'matin tujza. Padahal tidak ada seorang pun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya. Ilaaabtighaa-a wajhi rabbihil a'la. Tetapi dia memberikan itu semata-mata karena mencari keridaan Tuhannya Yang Maha Tinggi."
Kembali Laila menghela nafas. Ia lalu kembali berlafadz, "Walasaufa yardha. Dan kelak dia benar-benar mendapat kepuasan." Lalu Laila meletakan Al-Qur'an yang selesai dibacanya.
Laila menengadahkan tangan sambil tersenyum dan tidak lupa mengucap syukur. "Alhamdu Lillahi Robbil 'Alamin. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam," pungkas Laila kemudian mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.
"Alhamdulillah ..." sahut para pemuda yang dari tadi menyimak Laila mengaji.
Laila adalah gadis desa yang menjadi kembang desa di desanya. Banyak lelaki yang memimpikan untuk menikahi Laila. Apalagi Laila yang memiliki wajah cantik dan pintar mengaji. Selain itu, Laila merupakan gadis yang mandiri.
Tidak seperti gadis muda lain yang berusaha menarik lawan jenis dengan kecantikannya. Laila malah tidak memperdulikan itu semua. Ia tidak berfikir untuk menjalani hubungan dengan seorang lelaki.
Setelah selesai membaca surat Al-Lail, ia mengajak mereka bersama membedah apa yang ada di surat itu. Bersama anak-anak yang ia ajari, Laila nampak bersemangat.
"Ayo, saatnya ngaji, kita berdoa dulu, yuk!" ajak Laila.
"Iya, Kak." Mereka mengiyakan dan mengikuti Laila berdoa.
"Bismillahirrahmanirrahim ... Aku ridho Allah Subhana Wa Ta'ala sebagai Tuhan kami, islam sebagai agama kami, dan Nabi Muhammad sebagai Nabi dan Rasul. Ya Allah ... tambahkanlah kepada kami ilmu dan berikanlah kami pengertian yang baik. Aamiin," doa Laila bersama dengan anak-anak didiknya.
Laila tersenyum melihat anak-anak itu bersemangat untuk belajar. Teringat dulu saat ia masih kecil pun diajari oleh Maisaroh. Maisaroh adalah sosok ibu dan guru mengaji Laila dari kecil. Laila tidak pernah lupa akan kasih sayang orang tuanya.
"Hari ini, mau belajar apa?" tanya Laila mempersilahkan anak-anak untuk memutuskan. Sebenarnya ia sudah menyiapkan beberapa materi. Namun ia lebih suka mengajari apa yang mereka mau.
Laila tidak pernah memaksa anak-anak untuk belajar apa yang dia ajarkan. Bagi Laila, mereka masih anak-anak. Tidak seharusnya memaksakan kehendak.
***