Untuk ke sekian kalinya selama perjalanan, Ennel menoleh ke belakang dan berkata, "sekali lagi maafkan perlakuan anggotaku terhadapmu. Sekuat apapun dirimu, siksaan tadi pasti tetap menyakitkan."
"Sudah kubilang tidak usah khawatir," sahut Gufron yang mulai sebal. "Pukulan segitu masih belum apa-apa bagiku."
"Hei," Ener mengintip dari spion tengah. "apa ini hanya perasaanku, atau bilur-bilur di wajah si tampan ini memang memudar?"
"Hah? Yang benar?" Ennel menoleh lagi, melihat Gufron dengan lebih saksama.
"Hei! Tidak bisakah kita berkendara dengan lebih tenang sedikit?"
"Kau benar, Ener," ujar Ennel tanpa menghiraukan protes Gufron. "lebam dan luka lainnya perlahan memudar. Tunggu sebentar ... kau bawa pil pemulih? Tapi mengapa anggotaku tidak menemukannya?"
Ennel teringat saat Gufron disiksa oleh para penjaga saat itu. Pemuda berambut biru mencengkram bahu dia disertai rasa terkejut berlebihan padanya.