Chereads / Alexa The Dark Witch / Chapter 2 - We Do Not Have The Heart

Chapter 2 - We Do Not Have The Heart

Lavena dan sang suami ke luar dari rumah Madame Lizhard untuk kembali ke rumah. Mereka tak rela, apabila diharuskan membunuh buah hati tercinta. Tristian masih menggenggam tangan istri yang telah mendampingi selama tiga tahun.

Awalnya, mereka gembira, karena doa dan harapan dikabulkan, akan tetapi setelah mendengar ramalan dari Madame Lizhard, sukacita seketika berubah menjadi dukacita

Sebuah kereta kuda berada tak jauh dari sana, telah menunggu pasangan itu. Mereka berjalan perlahan, supaya tidak menganggu kondisi kehamilan Lavena yang mulai menua, supaya tidak terjadi hal-hal yang buruk.

Sesampainya di sana, kusir membuka pintu, kemudian membantu sang nyonya untuk naik terlebih dahulu. Lavena yang merasa kepayahan, berusaha untuk naik dengan satu tangan berpegangan di pintu. Tristian yang melihat hal tersebut, langsung membantu dengan sedikit mendorong di area pinggang, sekaligus waspada.

Setelah agak lama, Lavena pun masuk ke dalam kereta kuda, lalu sang suami pun masuk yang terakhir. Ketika melihat tuan dan nyonya sudah berada di dalam kereta, kusir pun menutup pintu, dan naik ke atas kereta. Pria paruh baya itu mulai memacu kuda, sehingga mereka pun bergerak.

Suami-istri terdiam, seolah ada banyak hal yang mengganjal di pikiran, apalagi setelah mendengar hasil ramalan dari peramal yang terkenal jarang meleset tersebut. Bagi Lavena, perkataan Madame Lizhard, sangat menyakiti hatinya sebagai calon ibu, sehingga tak mau menuruti perkataan itu.

Kenapa suami bersikeras ingin kami pergi ke sana? Bukankah tanpa itu, hidup yang ada sudah bahagia? Rumah tangga kami hanya kurang anak. Tanpa keturunan, apalah arti berumah tangga? Sungguh hampa terasa. Aku harus cari cara, supaya bayi dalam kandungan ini bisa dilahirkan, tanpa ada cacat atau dibunuh! Tekad Lavena.

Sementara itu Tristian, dia menjadi bimbang. Di satu sisi, tak mau kehilangan anak, di sisi lain seperti antara percaya tak percaya dengan ramalan tersebut. Naluri kebapakan melarang untuk berbuat jahat pada anak sendiri, darah daging yang telah lama dinanti.

Ya, Dewi Asiles Yang Agung. Tolong berita kami petunjuk, apakah harus membunuh atau membuang keturunan yang Kau anugerahkan? Bukankah Dewi Magia tak selalu bertindak jahat, karena salah satu kekuatan-Nya diturunkan kepada para peramal, seperti Madame Lizhard, juga kepada High Priest dan High Priestess yang memimpin di kuil-kuil di seluruh penjuru negara ini, walaupun tak sedikit juga dari mereka, yang menyembah lebih dari satu Dewa atau Dewi. Sungguh, tak tega kalau harus melenyapkan buah hati yang dinanti, lirih Tristian sedih.

Perjalanan pulang malam itu terasa sunyi, lama, dan panjang. Seakan-akan mereka berada di dunia lain dan tak bisa kembali ke alam manusia biasa. Wanita yang tengah hamil itu terlihat mengantuk, lalu menyandarkan kepalanya di bahu kanan sang suami. Tristian yang melihat hal itu, langsung menyambut dengan baik, bahkan membenarkan posisi leher jantung hatinya.

Setelah dirasa pas dan nyaman, kedua mata itu menatap ke arah perut bidadari di dalam rumah tangga. Ia merasa miris, karena tak mau berpisah dengan anak yang telah lama didamba. Tangan kanan pria itu mulai mengusap perut pasangan hidup, seolah tak mau melepaskan momen yang ada.

'Nak, sungguh berat nasib yang akan dijalani nanti. Untuk membunuhmu, kami tak tega, tapi kalau ramalan itu benar, akankah kau akan mencelakai kami di masa depan? Sebagai orang tua, tentu berharap dan mendoakan yang baik, agar semua baik adanya. Ayah menyayangimu, maafkan jika harus mengambil langkah yang berat dan sudah pasti tak akan disenangi. Ini semua demi kebaikan bersama, batin Tristian sedih.

Janin dalam kandungan seperti merasakan sentuhan kasih sayang sang ayah, sehingga ia bergerak di dalam perut, seakan menyapa Tristian yang merasa bimbang di dalam hati. Pria yang masih mengusap perut sang istri, sempat terdiam sesaat, kemudian kembali melanjutkan aktivitas yang tertunda.

Karena kamu anak perempuan, kalau betul yang dikatakan oleh Madame Lizhard, maka kami harus mencarikan nama yang cantik untukmu. Mungkin, kami tak akan berada di dekatmu, tapi percayalah, Ayah pun berat untuk mengambil tindakan membunuh atau membuang anak sendiri. Setelah ini, aku akan berdoa meminta petunjuk kepada Dewi Asiles, Dewi Kebijaksanaan, supaya bisa mendapatkan jalan keluar. Malam ini begitu berat bagi kami, sehingga tak baik untuk mengambil tindakan di saat sedang panik, kesal, atau marah, pikir Tristian lagi.

Kereta terus bergerak dengan kecepatan sedang. Kusir tetap berkonsentrasi, karena sudah mengetahui rute untuk pulang ke rumah tuan dan nyonya di mana ia mengabdi.

Suasana begitu hening, sehingga hanya terdengar derap langkah kuda saja di sana. Wanita yang tengah hamil tua masih tertidur, ditemani dengan dekapan suami yang mengasihi dengan sepenuh hati. Pria yang sebentar lagi akan menjadi seorang ayah itu, masih tak bisa tidur, karena perkataan peramal yang mengganggu pikiran.

Bulan di langit malam bersinar dengan indah. Bentuknya yang bulat sempurna, membuat siapapun mengagumi keindahannya. Seorang wanita berwajah cantik, namun dingin nan misterius, berada di dekat bulan. Matanya mengawasi kereta kuda yang membawa Lavena Isolda Keira dan Tristian Varden Writh. Janin yang sedang dikandung oleh wanita muda itu masih bergerak, sebagai reaksi dari usapan sang ayah yang masih terjadi di perut sang calon ibu muda.

Tatapan sang Dewi masih tetap bersama keluarga kecil itu. Mereka seolah tak lepas dari pengawasan, sehingga gerakan sekecil apa pun terlihat, meskipun pada kenyataannya, jarak mereka sangat jauh dan tak mungkin bagi manusia biasa bisa mendekat sama sekali.

"Rupanya, Dewi Asiles takut tersaingi oleh utusanku, sampai dia berani meminta memberikan penglihatan yang salah kepada suruhannya, meskipun ramalan itu tak seratus persen benar. Aku tak akan membiarkan janin yang dikandung oleh Lavena dibunuh atau disakiti, karena ia merupakan orang yang telah kupilih. Tsk, bukan hanya manusia saja yang bersaing, di dunia kami pun ada persaingan, karena tak ingin kehilangan pengikut. Jika ada yang mau main-main dengan Dewi Magia, maka harus mendapatkan pelajaran yang berharga," gumamnya pelan.

Kereta kuda terus berjalan, mereka telah meninggalkan hutan, yang mana merupakan tempat kediaman sang peramal tinggal. Suasana malam yang kian larut, membuat suasana yang ada menjadi begitu suram. Kini yang terdengar hanya derap kuda, angin yang sepoi-sepoi, dan suara binatang malam.

Lavena masih tertidur, bahkan semakin pulas. Tristian mengubah posisi menjadi bersandar, supaya istri tersayang bisa istirahat dengan leluasa. Kasihan istriku, dia pasti stress, karena mendengar hasil ramalan dari Madame. Dia benar, seharusnya kami tak boleh pergi ke sana, akan tetapi kalau tak datang, sudah pasti keluarga besar menanyakan. Hampir semua orang di kota ini, ketika mereka memiliki keturunan, pasti berkonsultasi dengan Madame dan terbuti hasilnya akurat. Sudahlah, jangan pikirkan itu dulu, karena sudah cukup beban di hati, batin Tristian sedih.

***