Waktu demi waktu berlalu. Suasana semakin terasa hening, sunyi, hanya terdengar detak langkah kaki beberapa orang saja. Akan tetapi dokter belum juga keluar dari ruangan Kania. Willy, Miko, Delon masih setia menunggu di depan ruang IGD. Beberapa menit kemudian dokter keluar dari ruang pemeriksaan.
"Bagaimana kondisi adik saya dok??" tanya Delon khawatir.
"Silahkan anda ikut ke ruangan saya!!"
Delon pun akhirnya mengikuti dokter tersebut ke ruangannya. Sementara Miko langsung berlari menemui Kania yang ternyata belum sadarkan diri.
Kania terbaring lemah tak berdaya. Wajahnya pucat pasi. Di bagian lehernya terpasang cervical collar karena mengalami cidera hebat. Miko tak kuasa melihat keadaan Kania yang seperti ini. Ia duduk di kursi sebelah ranjang Kania, dan menggenggam tangan Kania dengan lembut.
"Maafin aku Kan, maaf. Seharusnya aku selalu ada untukmu. Buka matamu Kania, bangunlah!!!" kata Miko sembari terisak. Tak terasa air matanya mengalir dari kelopak matanya. Hati Miko begitu hancur, melihat wanita yang ia cintai terbaring lemah.
Tiba-tiba Willy pun ikut masuk ke ruangan Kania. Ia melihat Miko menggenggam tangan Kania sembari menangis. Hati Willy pun juga tak kuasa melihat keadaan Kania.
'Seharusnya aku yang terbaring lemah sekarang Kan, bukan kamu' ungkap Willy dalam hatinya.
Sementara di ruang dokter...
"Kania mengalami patah tulang leher bagian belakang karena sebuah benturan keras. Mungkin akhir-akhir nanti dia akan sering merasa pusing. Untung saja tidak sampai mengenai sarafnya" papar dokter.
"Butuh berapa lama untuk pemulihan Kania dok!!" tanya Delon.
"Tergantung fisik pasien, kalau dia kuat, sering makan-makanan bergizi, dan teratur minum obat, akan membuatnya segera pulih" jawab dokter.
"Terimakasih banyak dok!!"
Delon pun segera keluar dari ruangan dokter. Menyelesaikan segala administrasi dan menebus obat untuk Kania.
"Kania bangun Kan!! Buka matamu!!!" perintah Miko sembari menciumi tangan Kania. Rasanya campur aduk. Perasaan sedih, khawatir, terluka bercampur menjadi satu.
Tiba-tiba mata Kania terbuka perlahan, ia melihat seseorang berada di sampingnya dan sedang menggenggam tangannya.
"Mi--Miko" kata Kania terbata-bata.
"Kania, kamu sudah sadar??" tanya Miko sembari terus menggenggam tangan Kania.
Kania tersenyum lembut sembari menatap Miko, tapi tubuhnya masih terasa lemas.
"Kania, syukurlah kamu sudah sadar!!" kata Willy sembari tersenyum lega.
Kania menatap Willy. Tapi ia tak mengenalinya. Kania berusaha mengingat, tapi tetap saja tak ingat. Kania menatap Willy seperti orang asing, yang baru bertemu pertama kali.
"Ka-kamu siapa??" tanya Kania terbata-bata.
Willy dan Miko seketika terkejut mendengar pertanyaan Kania. Miko menatap tajam Willy, begitupun sebaliknya.
"Kania, dia Willy. Teman sekelas kamu, sekaligus pengawal kamu!!" terang Miko.
"Willy?? Pengawal?? Aku nggak tau!!" jawab Kania dengan suara lemas.
"Kania, ini aku Willy. Kamu jangan bercanda!!!" kata Willy sembari sedikit emosi.
"Willy?? Aku benar-benar nggak tau. Aww....!!!" Kania berteriak sembari memegangi kepalanya.
"Kania, kamu nggak apa-apa kan??" tanya Miko.
"Kepalaku sakit!!!" kata Kania.
"Sebentar, aku panggilkan dokter!!!" kata Miko dan segera berlari ke ruang dokter.
Sementara Willy, ia hanya menatapi Kania penuh pertanyaan. Ia sudah merasa terpukul dengan kondisi Kania, apalagi untuk saat ini Kania tak mengenalnya sama sekali. Ingin rasanya ia berteriak sekuat tenaganya untuk melampiaskan kekesalannya. Tapi Willy menahan semua itu, dan hanya menatapi Kania saja. Sementara Kania memandang Willy seperti ketakutan. Kania benar-benar menatap Willy seperti orang lain..
Setelah menunggu beberapa menit doketer pun sampai dan segera memeriksa Kania.
"Apa yang kamu keluhkan??" tanya dokter.
"Kepalaku sakit dan pusing ketika mencoba mengingat sesuatu dok!!" jawab Kania.
"Akan saya lakukan pemeriksaan ulang untuk pasien. Tolong semuanya menunggu di luar!!" perintah dokter.
...
Malam ini begitu dingin, akan tetapi bintang tak pernah mengingkari janjinya untuk selalu menemani bulan. Angin berhembus sepoi-sepoi seperti menusuk tulang. Tapi Sonya tetap duduk di ayunan rotan yang berada di balkon kamarnya. Ia mengangkat kakinya dan mendekap lututnya. Sesekali hembusan angin menerpa rambut panjangnya. Kali ini ia membiarkan rambutnya terurai.
Masih terngiang dalam benaknya, saat Willy memeluk Kania, dan membopongnya menuju mobil. Sonya merasa iri, kenapa harus Kania yang di cintai Willy. Sedangkan Sonya, sejak terjadi perkelahian di gang Flamboyan beberapa waktu lalu. Ia mulai menyimpan rasa kepada Willy. Pria baik, tegas, ramah dan bertanggung jawab itu telah meluluh lantakkan hatinya. Hingga ia merasa benar-benar jatuh cinta. Tapi Sonya menyadari, bahwa Kania tidak pernah mencintai Willy. Kania hanya mencintai Miko. Dan menurutnya ia masih punya kesempatan untuk mendekati Willy.
Beberapa kali ia mencoba membuka ponselnya dan menelfon Willy. Tapi ia masih merasa canggung. Tapi kali ini perasaannya terus di hantui oleh Willy, Sonya mencoba memberanikan dirinya untuk menelfon Willy.
{Hallo?Willy}
{Iya}
{Gimana keadaan Kania?}
{Dia hilang ingatan}
{Apa??gue kesitu sekarang}
Sonya sangat terkejut saat mendengar Kania mengalami amnesia. Ia segera turun dari ayunannya, mengambil jaket, tas, dan kunci mobil, lalu segera turun ke bawah, yang kebetulan kamarnya ada di lantai atas..
"Mau kemana lagi Sonya??? ini sudah malam!!!" tanya Clara ibu Sonya.
"Ke rumah sakit ma. Kania amnesia!!!" jawab Sonya buru-buru.
"Apa??? Separah itu?? Gimana ceritanya??" tanya Clara lagi.
"Besok bakalan Sonya ceritain, sekarang tolong ijinin Sonya pergi!!" kata Sonya.
"Baik, kamu pergi saja. Hati-hati sayang!!!"
Sonya segera menyalakan mobilnya dan bergegas menuju rumah sakit tempat Kania dirawat.
...
"Kania mengalami amnesia retrograde. Hal ini menyebabkan ia kehilangan sebagian memori ingatannya" papar dokter.
"Lalu kenapa dia hanya tidak ingat pada satu orang saja dok??" tanya Miko penasaran.
"Bisa jadi karena dia memiliki perasaan merasa bersalah yang berlebih, atau mungkin memiliki trauma kepada orang tersebut. Tenang saja amnesia jenis ini akan segera pulih, jika kondisinya sudah stabil" terang dokter.
Seketika Willy merasa lemas setelah mendengar pernyataan dari dokter . Ia seperti tak sanggup lagi membawa beban tubuhnya. Ia duduk, menekuk lututnya sembari bersandar pada dinding. Pikirannya begitu kacau.
"Lu yang sabar Will. Gue bakalan bantu lu biar ingatan Kania cepet pulih!!!" papar Miko.
"Bukannya lu seneng, kalo Kania nggak inget sama gue. Lu jadi nggak punya saingan!!" kata Willy.
"Awalnya juga begitu. Tapi gue rasa, gue nggak sepicik itu kawan!!!" kata Miko sembari menepuk pundak Kania.
"Lu jaga Kania. Gue mau cari makan!!" perintah Miko.
Willy hanya menganggukkan kepalanya. Rasanya untuk bicara saja bibirnya terasa berat. Entah apa yang harus ia lakukan. Bagaimana bisa gadis yang sangat ia cintai tidak mengenalinya sama sekali. Hal ini merupakan sebuah pukulan hebat, bahkan lebih parah dari pukulan Diego saat itu.
"Willy, gimana keadaan Kania??" kata Sonya yang tiba-tiba muncul. Sonya begitu kasihan melihat Willy yang sangat terpuruk. Ia menekuk lututnya dan mencoba menenangkan Willy.
"Lu yang sabar ya Will. Gue yakin, lu orang yang kuat!!!" kata Sonya sembari mengusap pundak Willy.