Arumi kembali ke meja makan dengan membawa piring yang berisi makanannya dan duduk untuk bergabung bersama Chandra suaminya itu. Tanpa berniat menyapa ataupun menatap ke arah suaminya Arumi memilih untuk makan dengan tenang membuat Chandra sendiri hanya diam tak berani menyapa istrinya yang tengah lahap memakan sarapannya itu.
Chandra maasih terdiam menatap ke arah Arumi, mengamati istrinya dengan tatapan yang dalam, jika boleh jujur Chandra sangat ingin terus bersama wanita itu, hanya saja Chandra tahu jika masa pernikahannya suatu hari akan berakhir jika orang tuanya menuntut keturunannya sebagai penerusnya nanti.
Suara langkah kaki yang terdengar membuat Arumi menoleh, menatap ke arah ibu mertuanya yang baru saja datang dengan membawa paper bag di tangannya.
"Gimana malam kalian? tadi mama menghubungi pihak hotel dan mendengar jika kalian sudah checkout, jaadi mama ke sini membawakan kalian sarapan." kata mama Chandra yang sudah sampai di meja makan dan meletakkan paper bag yang di bawanya ke atas meja.
Arumi terdiam, mertuanya itu memanglah sangat baik hanya saja kenap memiliki putra yang begitu br*ngsek, lihat saja bagaimana suaminya yang menyambut kedatangan mama dengan raut wajah yang terlihat sangat kesal.
"Sebenarnya apa yang mau mama lakuin sih? emangnya mama nggak tahu kalau kita punya pelayan sebegitu banyaknya hingga membawa makanan ini segala? kita nggak butuh." balas Chandra seraya melempar paper bag yang tadi di bawa mamanya itu ke lantai.
Arumi mengambil nafasnya kasar, bagaimana bisadirinya dulu mengagumi sosok iblis yang menjelma menjadi suaminya iyu, bahkan jika di ikirkan lagi kenapa mama mertuanya masih bersikap baik dengan putra yang tak ada baik-baiknya itu.
Arumi beranjak dari duduknya dan membantu mama mertuanya untuk membereskan makanan dalam tupperware yang sudah berantakan di lantai itu, untung saja masih ada beberapa makanan yang tak tumpah meskipun tatanannya sudah berubah berantakan.
"Mbak tolong bantu bereskan semuanya, yang belum tumpah simpan saja di atas meja nanti biar saya yang urus" kata Arumi seraya menatap ke arah salah satu pelayan yang ada di sana, Aumi membantu mertuanya untuk berdiri.
"Ma, ayo kita cuci tangan dulu di belakang," kata Arumi membuat mertunya itu mengangguk dan mengikuti langkahnya ke arah dapur.
Chandra menarik nafasnya kasar seraya menatap ke arah kepergian Arumi dan mamanya yang menuju ke arah dapur, sebenaranya Chandra tak berpikir jika istrinya akan begitu simpati dengan mamanya, karena melihat bagaimana istrinya tak menyukai dirinya dan juga pernikahannya tentu saja pikiran Chandra sampai ke sana, dan belum lagi hubungannya dengan mamanya memang tak begitu baik jadi wajar jika dirinya bersikap seperti itu pada mamanya di depan istrinya secara terang-terangan.
Di belakang, Arumi terus memperhatikan mertuanya yang terlihat sangat sedih atas apa yang di lakukan putranya sendiri, benar-benar kasar dan keterlaluan.
"Rum, kamu bisa kan bantu mama jagain Chandra? bukannya mama nggak bisa, hanya saja setiap mendapatkan perlakuan seperti itu rasanya mama nggak kuat buat menghadapi dia secara langsung." kata mama Chandra yang langsung saja membuat Arumi terdiam dan menundukkan kepalanya.
"apa yang harus ia lakukan?" gumam Arumi sendiri dalam hati.
jujur saja, Arumi sudah tak memiiki niat untuk bersama dengan suaminya itu, apalagi dengan tingkah dan juga sifat suaminya yang benar-benar tak masuk di akalnya, dan jika Arumi boleh memilih Arumi ingin lepas dari kendali Chandra secepatnya, toh saat ini kedua orang tuanya sudah pasti tahu bagaimana kehidupannya setelah menikah dengan laki-laki seperti itu.
"Arumi akan melakukannya semampu Arumi ma, mama tahu kan batas wajar seseorang, jujuraja Arumi tak akan kuat jika harus tinggal bersama laki-laki yang bertempramen buruk sepertinya, tai demi mama Arumi akan bertahan semampu Arumi." jawab Arumi yang langsung saja membuat mama Chandra menoleh dan memeluk menantunya itu.
Di lain tempat, Alex bangun dengan menguap lebar, tangannya menutupi matanya yang silau karena pencahayaan lampu yang menyala begitu terang. Alex beranjak duduk dan mengingat kembali apa yang sudah terjadi semalam, dan apa yang membuatnya bisa tidur dengan sangat nyenyak bahkan dengan lampu yang menyala terang.
Alex mengambil nafasnya dalam, tentu saja dirinya mengingat bagaimana kekasihnya kembali meningalkannya demi karirnya itu, padahal keduanya sudah berjanji akan segera menikah, dan tentu saja Alex masih mengingat bagaimana dirinya yang mabuk dan berjalan ke arah kamarnya sendiri, dan.
Semua ingatannya terhenti di sana, Alex mencari ponselnya dan mengechek apakah kekasihnya itu memberikan kabar terbaru untuknya atau tidak, hingga notifikasi pesan yang di lihatnya membuat Alex menghembuskan nafasnya pelan.
"Sudah sampai Inggris ya?" tanya Alex pada dirinya sendiri, lebih tepatnya menertawakan dirinya sendiri, bagaimana tidak? jika di hitung ini sudah ke tiga kalinya kekasihnya itu pergi meninggalkannya demi karir modelnya bahkan sampai harus membatalkan rencana menikah keduanya sampai tiga kali berturut-turut, tapi dirinya bisa apa? dirinya bahkan tak bisa mencintai wanita lain selain kekasihnya itu.
Alex melemparkan ponselnya ke atas ranjang dan memilih untuk bangkit dengan memegangi kepalanya yang sedikit pusing iti, dengan langkah gontainya Alex berjalan ke arah pintu, dirinya butuh asupan air putih untuk menyegarkan pikirannya, bisa gila jika dirinya terus memikirkan kekasihnya yang tak pernah memikirkan perasaannya itu.
Langkah Alex menuju kulkas terhenti saat melihat ada sepiring makanan yang tersaji, Alex pun mengambil kertas yang ada dan membacanya, bibirnya tersenyum tipis.
"Jadi sebelum pergi dia tidur di sini semalam," gumam Alex seraya berjalan ke arah kulkas dan mengambil air putih lalu kembali berjalan ke arah meja makan dan memakan makanan yang sudah repot-repot di siapkan kekasihnya itu, padahal dirinya sudh berpikir jika kekasihnya adalah orang yang sangat tak berperikemanusiaan siapa juga yang akan mengira jika kekasihnya itu sebaik itu padanya.
Alex memakan sarapannya dengan sangat lahap dirinya bahkan tak tahu jika kekasihnya sangat pandai memasak, bahkan rasanya pun tak kalah lezatdengan makanan resto yang sering ia kunjungi bersama kekasihnya itu, selain itu masakan mamanya pun juga kalah jauh.
Setelah menghabiskan sarapannya dalam sekejap Alex pun mengambil air minumnya dan menghabiskan sebotol tanggung air putih yang tadi di ambilnya. Alex berssandar pada kursi, memikirkan kembali nasib hubungannya dengan kekasihnya itu, di banding semua itu Alex lebih mencemaskan mamanya, mamanya pasti akan marah-marah seperti biasanya apalagi ini yang ketiga kalinya belum lagi dengan usinya yang terus bertambah tua setiap tahunnya, dan yang lebih ia syukuri adalah dirinya bukanlah anak tunggal yang akan menjadi beban keluarganya karena di umurnya yang hampir kepala tiga masih belum juga menikah.
tbc