LUZ MANSION
Dubai, Uni Emirat Arab
18.40
Kedatangan Bramantara bersama Dreena telah dijemput oleh supir pribadi dibawah perintah Aiden. "Silahkan, Mr & Mrs. Kafeel." Ucap Khair sembari membukakan pintu mobil yang dibalas dengan seulas senyum hangat. Ya, memang seperti inilah seorang Bramantara Kafeel, selain berwajah tampan, bibir kokohnya selalu mengulas senyum hangat.
Dan sikapnya inilah yang menurun pada, Calvino Luz Kafeel. Sangat berbanding terbalik dengan sang adik Calista Earle Kafeel, yang tak pernah menyungging senyum meskipun hanya sekali saja.
"Tambah kecepatannya!" Perintah Bramantara pada Khair, dan bersamaan dengan itu mobil melaju dengan kecepatan tinggi hingga tak berselang lama mobil yang membawanya pergi telah sampai digerbang utama Luz Mansion. Para bodyguard yang berjaga dipintu utama langsung memberi informasi kepada kepala bodyguard bahwa Mr & Mrs. Kafeel sudah sampai.
Semuanya langsung sigap dan dalam hitungan menit para bodyguard dan juga maid langsung berjejer rapi menyambut kedatangan Tuan dan Nyonya besar dibawah pimpinan Aiden. "Selamat datang, Mr & Mrs. Kafeel." Ucap Aiden sembari membungkukkan badan.
Tanpa mengatakan apapun ekor matanya melirik pada Aiden supaya mengekori ke ruang kerja lalu, melirik pada istri tercinta. "Ada yang harus Papa bicarakan dengan, Aiden. Jadi, Mama langsung ke kamar dulu ya." Ucapnya yang langsung diangguki oleh Dreena berpadukan dengan usapan lembut pada lengan kekar.
Saat ini Bramantaara dan Aiden larut ke dalam perbincangan mengenai perkembangan Luz Company. Dan penjelasan dari Aiden telah membuat senyuman dibibir kokoh terus saja mengembang.
"Anda sangat beruntung memiliki Putra seperti, Mr. Calvino."
"Hhh mmm."
"Di usianya yang masih terbilang muda. Mr. Calvino, sudah mampu mengembangkan Luz Company hingga membuka cabang dimana - mana."
Itu karena dia Putra-ku, dan mewarisi kemampuanku. Batin Bramantara dengan bangganya.
Entah sudah berapa lama tenggelam ke dalam perbincangan yang jelas keduanya tidak menyadari langkah kaki mendekat. "Apa yang Papa bicarakan sampai tidak mau melibatkan Calvin, hum?" Sontak saja suara bariton yang datang secara tiba - tiba telah menyentak keduanya terutama Bramantara. "Hai, Vin. Kemarilah!" Sembari merentangkan tangan sehingga Calvino langsung berhambur ke dalam pelukan, dan tentunya pelukan khas lelaki. "Bagaimana kabar mu?"
"Seperti yang Papa lihat. Papa, sendiri?" Yang dijawab dengan seulas senyum hangat berpadukan dengan usapan kasar pada puncak kepala Calvino. "Dari tadi Papa ga lihat, Kenan. Kemana dia?"
"Kenan ... " jeda sejenak berpadukan dengan ekor mata melirik pada Aiden untuk segera meninggalkan ruangan. Dan setelah kepergian orang kepercayaannya tersebut Calvino langsung membimbing sang ayah untuk duduk disofa panjang.
"Ada apa, Vin? Apa telah terjadi sesuatu?" Tanya Bramantara sembari menyipitkan matanya disuguhi wajah putranya yang menyirat beban berat.
"Kenan, sedang berada di Indonesia."
Bramantara tersentak. "Untuk apa Kenan ke, Indonesia? Ada urusan apa disana? Adik-mu, baik - baik saja kan?"
"Itu dia masalahnya, Pa. Putri Papa satu itu sangat keras kepala. Dia selalu saja melibatkan diri ke dalam bahaya. Dan sekarang ini dia berurusan dengan pemuda yang sangat licik dan juga memiliki catatan kriminal."
"Bagaimana Adik-mu bisa terlibat dengan pemuda seperti itu?" Tanya Bramantara dengan nada tinggi.
"Semua ini karena seorang wanita bernama, Kiara Larasati." Ucap Calvino berpadukan dengan rahang mengeras.
Bramantara langsung menyipitkan matanya hingga keningnya berkerut. "Siapa itu, Kiara Larasati? Dan ... apa hubungannya dengan, Adik-mu?"
Akhirnya mengalirlah cerita sebenarnya hanya saja Calvino tidak menceritakan tentang skandal besar tersebut. Bagi Calvino, skandal besar itu adalah sebuah aib dan ia tidak mau membuka aib seseorang, terlebih seseorang itu adalah wanita. Bagaimana pun juga wanita menduduki tahta tertinggi didalam hidupnya.
"Kalau begitu berangkatlah sendiri ke Indonesia. Bagaimana pun Papa tidak bisa merasa tenang selama keselataman Adik-mu terancam. Bagaimana pun kita belum bisa melumpuhkan musuh terbesar kita dan Papa, tidak mau jika keadaan akan semakin sulit dengan adanya masalah baru."
"Kalau menurut, Papa. Ini yang terbaik, besok Calvin atur keberangkatan ke, Indonesia."
"Terima kasih, Vin." Ucap Bramantara berpadukan dengan tepukan lembut pada pundaknya.
"Jangan mengucap kata satu itu, Pa. Calvin, tidak suka mendengarnya." Yang ditanggapi dengan seulas senyum.
Perbincangan demi perbincangan mengalir begitu saja hingga kedua pria tampan tersebut lupa bahwa Dreena sudah menunggui kedatangan keduanya diruang makan. Tidak mau terlalu lama menunggu Dreena langsung memberi perintah pada Dzamira untuk memanggilkan keduanya.
Tak berselang lama terdengar langkah kaki mendekat. Dreena langsung menolehkan wajahnya berpadukan dengan senyuman. "Dari mana saja, Vin? Apa tidak rindu Mama, hum? Dan apa pembicaraan mu soal bisnis dengan Papa-mu lebih penting? Menyedihkan!" Kesal Dreena.
"Tidak ada yang lebih penting selain, Mama."
"Benarkah? Tapi kenyataannya, kau bahkan lebih tertarik menemui Papa-mu dari pada menemui Mama-mu ini, iya kan?"
"Tidak seperti itu, Ma."
"Ya, ya, ya, Terserah kau saja lah."
Tidak mau membuat wanita yang sangat berharga didalam hidupnya ini merasa kesal, Calvino langsung menghujani sang ibu dengan pelukan hangat berpadukan dengan kecupan. "Tentu saja rindu, Ma. Sangat rindu. Hanya saja tadi Papa bilang kalau Mama masih mandi. Iya kan, Pa?" Menatap tajam sang ayah, menuntut persetujuan Bramantara untuk segera membenarkan ucapannya tersebut.
"Ya, ya, itu memang benar." Dasar Anak nakal. Bisa - bisanya dia membuatku berbohong didepan Istri-ku tercinta. Lanjut Bramantara dalam hati.
Tak ayal Dreena pun langsung menggeram kesal dengan sikap suaminya yang menurutnya sudah sangat keterlaluan. Bagaimana bisa suaminya itu mengatakan hal demikian pada putra kesayangan. Dia tidak tahu apa kalau Dreena sangat merindukan putra kesayangannya tersebut.
"Jangan marah dunk, Ma. Papa, tidak sepenuhnya bersalah. Tadinya, Papa pikir Mama memang sedang mandi soalnya kan habis menempuh perjalanan jauh. Ya sudah kalau gitu langsung saja kita mulai makan malamnya. Kasihan tu si tampan sudah kelaparan. Iya kan, Vin?" Sembari mengerling.
"Hm, Papa benar sekali, Ma. Calvin, merasa sangat lapar setelah seharian bekerja."
"Hhh mmm, baiklah."
Saat ini keluarga Kafeel telah melewatkan makan malam tanpa ada satu kata pun yang terucap. Dan yang terdengar hanya decap kenikmatan dari hidangan terbaik chef Parviz, selaku chef pribadi Calvino Luz Kafeel.
Setelah menyantap hidangan makan malam. Kini, anggota keluarga Kafeel pindah ke ruang santai, terlibat ke dalam perbincangan hangat yang mengalir begitu saja. Perbincangan demi perbincangan telah menenggelamkan mereka hingga tidak menyadari bahwa arah jarum jam sudah mengarah ke angka 01 dini hari.
"Sebaiknya kita istirahat." Saran dari Bramantara yang langsung disetujui oleh Calvino, dan bersamaan dengan itu langsung beranjak dari sofa mendekat ke arah Dreena. "Good night, Mom." Berpadukan dengan kecupan pada kedua pipi.
"Good night too." Jawab Dreena yang diikuti oleh Bramantara.
πππ
Next chapter ...