Bermanjakan pemandangan yang tampak memanjakan mata seharusnya bisa menghapus bayang Kiara dari benaknya. Sayangnya, bayang itupun tak juga tertepis, akan tetapi semakin terlihat nyata dan menyiksa.
Tanpa mengalihkan tatapannya dari keindahan di bawah sana dia terlihat menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi dengan mata terpejam. Satu hal yang dia harapkan bahwa bayang Kiara akan segera enyah. Nanyata, keinginan hanya tinggal keinginan ketika bayang tersebut masih saja berputar - putar bagai kaset rusak.
Entah apa yang terjadi dengan sang billionaire. Yang jelas Calvino Luz Kafeel, tidak bisa mengatasi hal sepele seperti ini. Calvino bagai terjerat ke dalam pesona wanita asing yang sama sekali belum pernah dia jumpai secara nyata.
Uh, Kia ... kenapa bayang mu terus saja menyiksaku. Sebenarnya apa mau mu, hum? Dan kau Samara ... kenapa kau datang dalam wujud, Kiara? Kenapa, Samara sayang? Jawab aku! Batin Calvino dengan kedua mata memejam rapat.
Tidak mau tunduk pada bayang - bayang Kiara yang terasa kian menyiksa. Calvino terlihat menyibukkan diri ke dalam pekerjaan. Dan entah sudah berapa lama tenggelam ke dalam layar laptop. Yang jelas pesawat jet yang telah membawanya terbang telah mendarat.
Sejenak, menghentikan aktivitas berpadukan dengan lirikan tajam ke arah langkah kaki mendekat. "Ada apa? Cepat katakan!" Ucapnya dengan tatapan mengunci pada layar laptop.
"Sorry, Sir kalau kedatangan saya ini mengganggu waktu Anda. Pesawat sudah mendarat. Anda mau turun sekarang atau-" seketika menghentikan kalimat ketika mendapati tatapan tajam mematikan dari sepasang siluet coklat. Paham dengan tatapan Tuanya nya, sang pramugari tampak membungkukkan badan sebelum melenggang dari hadapannya.
Setelah kepergian sang pramugari, Calvino tampak menutup layar laptop lalu, menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi. Siluet coklat memejam sejenak berpadukan dengan hembusan nafas kasar. Sementara di bawah sana sudah ada Kenan yang dengan setia menunggui kedatangannya.
Tidak mau membuat orang kepercayaannya menunggu terlalu lama. Dia terlihat menuruni tangga dengan memasangkan kaca mata hitam yang membungkus apik manik coklat.
Sungguh sempurna pahatan Tuhan satu ini. Tidak hanya para wanita yang dibuat bertekuk lutut. Khair, dan juga Kenan dibuat kagum dengan aura Tuan nya yang sangat memikat sekaligus mematikan.
Mendapati Tuan nya semakin mendekat, Kenan bergegas membukakan pintu mobil mempersilahkannya untuk duduk pada kursi penumpang. Setelahnya dia pun mendudukkan bokongnya pada sisi kursi kemudi. "Jalan!" Perintahnya pada Khair.
Kini, mobil melaju dengan kecepatan tinggi menuju Luz Mansion. Sepanjang perjalanan Calvino terlihat menenggelamkan diri ke dalam layar laptop. "Bagaimana kerjasama dengan, Mr. Emran?" Tatanya tanpa mengalihkan pandangan. Sementara yang dijawab tampak menolehkan wajahnya ke belakang. "Semua berjalan sesuai dengan yang Anda perintahkan, Sir."
"Good." Bersamaan dengan itu mengangkat wajahnya berpadukan dengan suara bariton yang sangat mendominasi dengan arogansi. "Tambah kecepatan!"
"Baik, Sir." Jawab Khair. Kini, mobil melaju dengan kecepatan yang lebih tinggi membelah Kota Dubai.
Tidak suka berdiam diri tanpa melakukan aktifitas apapun. Calvino kembali menenggelamkan diri ke dalam pekerjaan. Entah sudah berapa lama dalam posisi seperti itu. Yang jelas mobil yang membawanya pergi telah memasuki gerbang utama bertuliskan Luz Mansion.
Para penjaga di pintu utama langsung memberi informasi kepada kepala bodyguard untuk mempersiapkan penyambutan Tuan Muda mereka. Dalam waktu singkat Para bodyguard dan juga maid sudah berjejer rapi menyambut kedatangan sang billionaire.
Semua yang ada di sana saling menundukkan wajah. Tidak ada satu pun dari mereka yang berani mengangkat wajah karena kalau sampai hal tersebut terjadi maka, nyawa lah yang menjadi taruhannya.
Sang penguasa datang menebar aura mencekam hingga rasanya merobek paksa detak jantung. Semua orang semakin dibuat ketakutan tinggi tubuh menggigil hebat.
Bermanjakan ketakutan tampak menyelimuti wajah para bodyguard dan juga maid telah mengiringi senyum smirk mengukir di bibir kokoh. Lirikan tajam sengaja dia lemparkan ke arah Kenan supaya lelaki tersebut segera mengikutinya menuju ruang kerjanya.
Seharusnya setelah menempuh perjalanan panjang dari Negara yang sangat jauh dimanfaatkan oleh Calvino dengan istirahat. Sayangnya, hal tersebut sama sekali tidak dia lakukan. Lelaki tersebut tampak menyibukkan diri dengan berbagai urusan Luz Company dan juga Kafeel Group.
Sebagai putra Kafeel sudah menjadi keharusannya bekerja extra keras mengingat sang adik berada di Indonesia demi menghindari lelaki paling brengsek se-Dunia yaitu Jozh Mandoze.
Tingkat kesibukan yang tinggi membuat Calvino tidak memiliki banyak waktu untuk memanjakan sang kekasih. Meskipun begitu Lenata tak pernah mempermasalahkan hal tersebut. Baginya, bisa berada disisi sang billionaire saja sudah membuatnya menjadi wanita terbahagia.
Calvino benar - benar menjadi lelaki paling beruntung. Sukses di usia muda dan juga mendapatkan pendamping yang tak banyak menuntut seperti Lenata, benar - benar membuat hidup sang billionaire sempurna. Nyatanya, adanya Lenata disisi tak membuat hidup Calvino terasa lengkap.
Jiwanya masih saja terasa hampa, menjeritkan kekosongan dan kesunyian di setiap malam menyergap. Dan untuk alasan itulah sang billionaire selalu menghabiskan waktu terbaiknya dengan bekerja dan bekerja.
"Jadwalkan ulang meeting dengan, Mr. Emran!"
"Baik, Sir."
Setelah perbincangannya dengan Kenan. Dia terlihat menyandarkan kepalanya sejenak sebelum melangkah menuju jendela. Sebelah tangannya menyandar pada dinding dengan tatapan lurus ke depan. Meskipun bermanjakan gemerlapan Kota Dubai. Tapi, hal tersebut tak juga bisa mengikis rasa gelisah yang terus menerus membelenggu ke dalam jiwa.
Diusapnya wajahnya dengan kasar beriringan dengan hembusan nafas lelah. Ekor matanya terlihat melirik pada arah jarum jam dipergelangan tangan. Tidak mau semakin terseret ke dalam lautan rasa gelisah. Calvino membutuhkan siraman air dingin untuk mereda pikirannya dari kepenatan.
Sialnya, disaat yang sama sekali tidak tepat seperti inipun ponselnya berdering dengan menampilkan nama Lenata. Ingin rasanya mengabaikan panggilan tersebut, akan tetapi ada rasa tak tega menyergap. Rasanya sangat tidak adil jika harus terus menerus mengabaikan kekasihnya tersebut. Dengan segera mengangkat panggilan. "Hallo, sayang."
"Apa kau masih marah padaku?" Tanyanya dengan takut - takut.
"Uh, sayang kenapa juga harus bertanya seperti itu, hum? Lagi pula marah untuk alasan apa? Kau tahu kan sayang bahwa kekasih mu yang tampan ini memiliki aktivitas tinggi."
"Hm, aku tahu itu. Setidaknya sediakan waktu sedikit saja untuk ku. Tak banyak yang ku minta tapi, kalau tidak mendengar suara mu sehari saja membuat hatiku tak bisa tenang-"
"Aku tahu, sayang. Maafkan aku." Potong Calvino cepat.
Kini, keduanya larut ke dalam perbincangan hangat dan tentu saja hal tersebut membuat Calvino lupa pada tujuan awal. Hm, ternyata bercengkerama dengan kekasih tercinta bisa mengikis sedikit rasa penat yang masih saja setia membelenggu.
"Em, sayang aku sangat merindukan mu. Kapan kau berkunjung ke London?"
"Sayang, dengar ya. Kekasih mu ini sangat sibuk jadi, bagaimana kalau sayang saja yang berkunjung ke Dubai."
"Selalu saja pekerjaan mu yang lebih utama. Kau ini sebenarnya cinta ga sih sama aku, Vin?" Bentaknya tanpa sadar dan bersamaan dengan itu panggilan telah diakhiri begitu saja. Lenata tak lagi perduli pada Calvino yang coba menghentikannya.
Tak ayal sikap Lenata telah membuat darah Calvino berdesir hebat hingga mendidih seketika. Masalah bersama Kiara saja belum menemui titik terang. Kini, sudah timbul masalah baru.
"Dasar wanita! Banyak maunya, ribet, merepotkan, menyusahkan!" Kesalnya sembari melempar ponselnya ke lantai hingga ponsel tersebut tak lagi berbentuk. Kepingan ponsel terlihat berceceran. Meskipun begitu Calvino tak lagi perduli. Dia terlihat meraih kunci mobil dengan membanting pintu dibelakangnya.
🍁🍁🍁
Next chapter ...