Chereads / Haters and Lovers of Rain / Chapter 6 - Chapter 5

Chapter 6 - Chapter 5

Sejak pagi tadi, Arga terus menghela napas. Alasannya? Karena hari ini, Rian kembali tidak datang ke sekolah. Dan Arga sebenarnya sudah menduga hal itu.

"Hah. Apa gue bilang. Lo itu seharusnya nerima aja waktu gue nyuruh buat dianterin sama sopir gue kemarin," ucap Arga pagi tadi saat ia mendapat telepon dari Rian, sekedar memberitahu Arga bahwa ia tak bisa datang ke sekolah.

Saat itu, Rian hanya diam tak menjawab. Yang dapat didengar Arga hanyalah desahan napasnya yang sangat berat.

"Pulang sekolah nanti gue bakal dateng ke rumah lo," putus Arga.

Kembali ke saat sekarang. Arga yang telah berdiri dan melangkah keluar kelas menghentikan langlahnya ketika seseorang memanggil namanya.

"Arga! Lo mau pergi jenguk Rian?"

"Hm. Kenapa? Lo mau ikut juga, Rel?" tanya balik Arga pada Aurel, si Ketua Kelas.

Aurel mengangguk. "Iya, gue mau ikut. Boleh, 'kan?"

"Ya boleh, lah! Ayo kita pergi sekarang!"

๐ŸŒฆ๐ŸŒงโ›ˆ๏ธ

Rian melangkah gontai menuju pintu rumahnya ketika mendengar gedoran pintu yang heboh dan tak sabaran. Ia sudah tahu, siapa yang melakukan hal itu. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Arga Kiano Garendra, sahabatnya.

"Akhirnya, lo buka pintu juga," ucap Arga lalu segera menyelonong masuk ke dalam rumah Rian, sebelum si empunya rumah memberi izin.

"Lo dateng juga?" heran Rian ketika mendapati Aurel.

Aurel tersenyum. "Iya, gue juga dateng. Kenapa? Gak boleh?"

"Ya boleh-boleh aja, sih. Ayo masuk," ajak Rian.

Arga yang telah masuk terlebih dulu tadi tengah sibuk mondar-mandir di dalam.rumah Rian.

"Lo itu bukan vampire. Kenapa lo gak ngebiarin sedikit pun sinar matahari masuk ke rumah lo? Pengap banget rasanya," gerutu Arga sambil menyibak gorden dan membuka jendela-jendela yang ada di ruang tamu.

Rian memang menutup semua jendela rumahnya rapat-rapat sejak kemarin. Membuat suasana rumahnya cukup gelap.

Aurel ikut membantu Arga membuka jendela. Sementara Rian hanya berdiam diri sambil mengamati pergerakan Arga dan Aurel itu.

"Lo udah makan, belum?" tanya Arga pada Rian setelah selesai dengan urusan jendelanya.

Rian hanya menggeleng sebagai jawaban dari pertanyaan Arga itu. Arga lalu melangkah menuju ruang makan yang ada di rumah Rian.

"Pas banget kalau gitu. Gue tadi mampir beli sate, nih," ucap Arga sambil mengeluarkan bungkusan sate yang ia beli dari dalam kantung plastik. Aurel dengan sigap mengambil piring untuk mereka.

"Lo punya nasi?" tanya Arga, yang lagi-lagi dibalas gelengan oleh Rian.

"Untung deh, gue juga beli sama nasinya tadi."ย 

Arga dan Aurel sibuk menata sate dan nasi di atas meja, sementara Rian lagi-lagi hanya berdiam diri sebagai penonton mereka.

"Omong-omong, kapan terakhir kali lo makan?" tanya Arga kemudian, ketika menyadari semua peralatan makan yang ada di situ benar-benar kering.

Rian berpikir sejenak. "Hm... Kemarin siang, kayaknya," jawab Rian, membuat Arga dan Aurel membelalak.

"Kemarin siang?! Artinya terakhir yang lo makan itu bakso yang di sekolah kemarin?! Dan setelah itu, sampai saat ini, lo belum makan lagi?!" heboh Arga.

Rian mengangguk-angguk.

"Astaga, Rian! Lo mau mati, gak makan seharian?!" kesal Aurel.

"Tenang aja. Gue gak bakal mati semudah itu, kok. Cuma gak makan sehari aja sih, bukan apa-apa," santai Rian.

"Lo mungkin gak bakal mati, tapi lo bisa aja kena penyakit pencernaan kayak maag," omel Aurel.

"Bener tuh, yang dibilang Aurel. Ni, makan yang banyak deh," ujar Arga sambil menyodorkan sepiring sate beserta nasi kepada Rian.

"Makasih," ucap Rian lalu memakan sate itu. Begitu pula Arga dan Aurel, mereka juga mulai makan.

Beberapa menit kemudian, ketiganya selesai makan.

"Biar gue yang bersihin," ucap Aurel lalu mengangkat semua piring kotor untuk ia bersihkan.

Sementara Aurel membersihkan peralatan makan yang telah mereka gunakan tadi, Arga dan Rian menuju ruang tamu dan mendudukkan diri mereka di sebuah sofa.

"Semalam lo gak tidur lagi, 'kan?" tebak Arga.

"Hm, gitu deh."

Arga menghela napas. Lingkaran hitam di bawah kedua mata Rian terlihat sangat jelas. Ia benar-benar prihatin dengan kondisi sahabatnya itu.

Tatapan Arga kemudian tertuju pada sebuah foto keluarga Rian yang terletak di atas meja. Arga memfokuskan tatapannya pada bagian foto yang tak utuh. Tak utuh, karena ada bagian foto yang robek. Foto itu robek bukan tanpa alasan. Foto itu memang sengaja dirobek oleh Rian.

"Eh, gue mau pulang sekarang, ya." Aurel yang baru saja keluar dari ruang makan menghampiri Arga dan Rian.

"Cepet banget, Rel," sahut Arga.

"Iya, abis langitnya mendung. Kayaknya bentar lagi mau ujan, deh," ujar Aurel lalu mengambil tasnya yang berada di dekat Rian.

"Lo masih mau tinggal di sini?" tanya Aurel pada Arga.

"Iya, gue mau nginep di sini," jawab Arga.

Rian segera menolehkan kepalanya ke Arga. "Ngapain lo nginep di sini? Pulang ke rumah lo, gih!"

"Ya elah, bro. Biarin gue nginep malem ini di sini, dong. Temen-temen adek gue dateng buat kerja kelompok hari ini. Mereka pasti bakal nginep di rumah gue dengan alasan tugas yang masih belum selesai. Lo juga tahu, 'kan, kalau kamar gue itu sebelahan sama kamar adek gue. Gue yakin, mereka gak bakalan belajar, tapi bakal ngegosipin Oppa-Oppa Korea mereka sampai tengah malem. Dan lo tau sendiri, kalau pendengaran gue itu tajem banget, jadi pasti gue gak bakal bisa tidur karena dengerin celotehan mereka."

Rian menatap Arga dengan datar. "Justru gue yang gak bisa tidur dengerin celotehan panjang lebar lo itu."

Arga mendecakkan lidahnya. "Ck, serah lo deh mau ngomong apa. Pokoknya, biarin gue nginep di rumah lo kali ini. Gue bisa tidur di sini, kok," ujar Arga lalu merebahkan dirinya di sofa yang tadinya ia duduki.

Rian mendengus. Tak ada gunanya ia menentang keinginan Arga. Sahabatnya yang satu itu pasti tetap bersikeras apa pun yang terjadi. Sementara itu, Aurel tersenyum kecil melihat tingkah Arga.

"Ngomong-ngomong, lo besok bakal ke sekolah, 'kan?" tanya Aurel pada Rian.

"Gak tahu, deh," jawab Rian, terkesan asal-asalan.

Mendengar itu, Arga segera bangkit dan mendudukkan dirinya menghadap Rian.

"Lo sebaiknya dateng besok. Si Leo terus-terusan berusaha ngambil kesempatan di saat lo gak dateng. Sumpah, telinga gue tuh panas banget tiap dengerin ocehan si singa sialan itu," gerutu Arga.

"Iya deh, iya. Gue bakal dateng besok," putus Rian.

"Nah, gitu dong!"

Aurel tersenyum senang. "Ya udah kalau gitu, gue pulang dulu, ya. Bye," pamit Aurel lalu keluar dari rumah Rian.

"Bye. Hati-hati di jalan, Rel."

Aurel melambaikan tangannya lalu berjalan keluar dari rumah Rian.

'Dasar Arga. Pinter banget nyari alasan,' pikir Aurel.

Yah, Aurel tahu kalau yang dikatakan Arga panjang lebar tadi sebenarnya hanyalah alasan yang dibuat-buat. Ia tahu, Arga hanya tidak ingin membiarkan Rian seorang diri di rumahnya dengan kondisi seperti itu. Apalagi, malam ini tampaknya hujan akan turun lagi, yang tentunya bisa membuat keadaan Rian makin memburuk jika dibiarkan seorang diri.

โ›ˆ๏ธ๐ŸŒง๐ŸŒฆ

To be continued