Rian berlari sekuat tenaga. Untuk pertama kalinya, ia terlambat datang ke sekolah. Setelah menghabiskan waktu yang nyaman bersama dengan Tantenya, suasana hati Rian benar-benar membaik dan membuatnya bisa tertidur dengan sangat nyenyak setelah sekian lama. Tapi akibatnya, ia terlambat bangun dan hampir tak bisa melewati gerbang sekolah pagi ini. Beruntung, Pak Bambang masih berbaik hati membiarkan Rian masuk.
Rian terus berlari di lorong menuju kelasnya hingga tak sengaja menabrak seorang gadis yang baru saja keluar dari ruang guru dengan membawa tumpukan buku.
Bruk!
Buku-buku yang dibawa gadis itu pun terjatuh dan tergeletak di lantai.
"Duh, sorry banget. Gue gak sengaja. Gue lagi buru-buru tadi. Sini gue bantuin." Rian berjongkok di depan gadis itu dan membantu menumpuk kembali buku-buku yang terjatuh itu.
Selesai menumpuk semua buku dengan rapi, Rian melihat jam tangannya sejenak dan segera berdiri. "Eh, duluan ya. Gue udah telat banget, nih. Sekali lagi maaf, ya!"
Rian segera kembali berlari, meninggalkan gadis yang baru saja ia tabrak tadi. Beberapa meter sebelum mencapai kelasnya, Rian dapat mendengar suara Bu Ratna yang tengah mengabsen.
"Adrian Alfarizki."
"Sa--"
"Hadir, Bu!!" teriak Rian yang baru saja tiba di ambang pintu kelasnya, tepat ketika namanya disebutkan.
"Rian, kamu terlambat?" tanya Bu Ratna.
Rian tersenyum kikuk. "Iya, maaf, Bu."
"Ya sudah. Karena ini pertama kalinya kamu terlambat, Ibu kasih toleransi. Cepat duduk!"
"Makasih, Bu!"
Rian segera melangkah menuju bangkunya.
"Gue kira lo gak dateng hari ini," bisik Arga.
"Emang pagi ini ujan?" tanya Rian.
"Enggak."
"Nah, berarti gak ada alasan gue gak dateng."
"Iya juga, sih. Tapi tumben banget lo telat. Gue udah hampir bilang lo sakit, tadi."
"Gue telat bangun tadi."
"Telat bangun? Kayak bukan lo aja," heran Arga. Setahunya, Rian orang yang disiplin dan tak ada kata terlambat dalam kamus hidupnya selama ini.
Baru saja Rian membuka mulut untuk menjawab keheranan Arga, tapi Bu Ratna telah berteriak lebih dulu.
"Jangan ngobrol!"
Seketika, Rian dan Arga segera membungkam mulut mereka dan membuka buku paket yang ada di hadapan mereka.
⛈️🌧🌦
Jam pelajaran yang akhirnya berganti menjadi jam istirahat segera membuat para murid berbondong-bondong untuk pergi mengisi perut mereka. Begitu pula Rian dan Arga.
"Eh, Tante lo nginep di rumah lo semalem?" tanya Arga sambil berjalan. Sebelumnya, Rian sudah menceritakan kepada Arga perihal Tantenya yang datang kemarin.
"Enggak, abisnya Om Ridwan tiba-tiba nelepon dan bilang kalau dia ngebatalin beberapa kerjaan dia biar bisa ngejagain Tante Ira. Jadinya, Tante Ira harus buru-buru pulang biar gak ketahuan boong sama Om Ridwan," jawab Rian.
Arga tergelak. "Bener-bener bucin, deh. Lo nanti kalau punya pacar jangan bucin kayak Om lo itu, Yan."
"Ye~ Gak bakal," tegas Rian.
"Yah, siapa yang tahu apa yang bakal terjadi ke depannya," tanggap Arga sambil tersenyum miring, sementara Rian hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil duduk di sebuah bangku kosong diikuti oleh Arga yang mengambil tempat di sampingnya.
"Lo mau makan apa, nih?" tanya Arga.
"Serah, sih. Enaknya apa, ya?" tanya balik Rian.
Arga berpikir sejenak. "Hm ... Gimana kalau gado-gado aja? Udah lama nih, gak makan itu," katanya kemudian.
"Boleh juga," setuju Rian.
Arga pun berdiri dari duduknya dan pergi membeli gado-gado untuknya dan juga Rian. Sementara Rian pergi mengambil minum untuk keduanya. Tak butuh waktu lama, Rian segera kembali, disusul oleh Arga yang membawa dua piring gado-gado yang terlihat sangat nikmat.
Keduanya pun segera menikmati makan siang mereka itu. Secara tak sengaja, mata Arga mendapati Raina bersama dengan dua temannya yang terlihat kebingungan mencari tempat untuk duduk karena kantin yang seketika sudah dipenuhi oleh para siswa.
"Eh, Raina! Duduk di sini aja!" seru Arga sambil melambaikan sebelah tangannya.
Raina yang melihat Arga pun segera mengajak kedua temannya untuk menghampiri Arga.
"Gak papa nih, kita duduk di sini? Gak ganggu, 'kan?" tanya Raina ketika tiba di hadapan Arga.
"Enggak papa, kok. Santai aja," jawab Arga.
Masih merasa ragu, Raina dan dua sahabatnya pun balik menatap Rian yang tengah fokus menyantap gado-gadonya. Sadar ditatap oleh beberapa pasang mata, Rian pun menghentikan makannya.
"Iya, iya. Gak papa. Gak ganggu sedikit pun, kok. Duduk, duduk aja. " katanya kemudian.
Raina dan juga dua sahabatnya itu pun mulai duduk dan menyantap makanan yang telah mereka beli tadi.
"Eh, yang tadi maaf banget, ya. Buru-buru banget soalnya," kata Rian tiba-tiba.
"Ah, iya. Gak papa Kak," tanggap Raina sambil tersenyum.
Arga mengernyitkan dahinya tak mengerti. "Lho, ada apa, nih? Terjadi sesuatu di antara kalian berdua?" tanyanya.
"Ah, itu. Pas gue lari tadi pagi, gue gak sengaja nabrak dia," jawab Rian.
"Hati-hati dong, bro. Kalau Raina luka gimana?"
"Ya namanya juga lagi buru-buru. Mana sempat ngeperhatiin sekitar," kata Rian membela diri.
"Iya deh, iya."
"Eh, tapi gak ada yang luka, 'kan?" Rian kembali bertanya pada Raina yang duduk di depannya.
"Gak ada yang luka kok, Kak. Kan cuma ketabrak dikit tadi," jawab Raina, berusaha menghilangkah rasa bersalah Rian.
"Bagus deh, kalau gitu." Rian menghela napas lega. Bisa jadi masalah kalau dia ngebuat anak orang terluka.
"Oh, iya Yan. Lo bisa ngajar adek gue hari ini, gak?" tanya Arga.
"Bisa, kok. Gue gak ngajar hari ini, Rabu, Kamis, Sabtu sama Minggu. Jadi lo bisa pilih waktu yang bagus buat les privat adek lo."
"Oke. Kalau gitu, lo bisa dateng ngajar adek gue tiap hari Selasa, Rabu, Kamis, sama Sabtu. Gimana?"
"Heh, gak kebanyakan, tuh? Lo mau buat adek lo les privat empat kali seminggu?" heran Rian.
"Ya gak papa, lah. Biar dia bisa jadi pinter lebih cepet," jawab Arga sambil tertawa.
"Terserah lo, deh. Gue ngikut aja," pasrah Rian.
"Anin mau les privat? Gak salah, tuh?" celetuk Raina, yang sedari tadi menyimak pembicaraan dua cowok itu. Iya merasa cukup heran. Setahunya, Anin, adik Arga satu-satunya itu bermusuhan dengan yang namanya belajar.
"Iya, dia mau les privat. Perintah Mami, sih. Mami takut anak gadisnya itu bodohnya kelewatan, jadi nyuruh aku buat nyariin guru privat buat dia," jelas Arga, membuat Raina mengangguk-angguk. Kalau udah menyangkut perintah Mami, tentu saja gak akan ada yang berani membantah.
🌩🌨🌥
"Raina! Kok kamu gak ngomong-ngomong, sih?" tanya Syifa ketika ia, Ulfa dan Raina berjalan menuju kelas kelas mereka setelah menghabiskan makan siang tadi.
"Ngomong apa?" tanya balik Raina, tak mengerti.
"Soal kamu yang ditabrak Kak Rian pagi tadi," jawab Syifa.
"Ah, itu. Kenapa juga harus aku omongin? Bukan hal penting juga, kok," ucap Raina santai.
"Ey, bukan hal penting apa. Kak Rian itu kan murid terbaik di sekolah ini. Dia selalu dapet nilai sempurna di semua bidang pelajaran. Dan sebagai tambahan, dia juga ganteng. Ah, kamu beruntung banget, deh, bisa tabrakan sama dia," oceh Syifa.
Ulfa dan Raina hanya diam mendengarkan sambil menggeleng-geleng kecil. Raina sendiri kembali mengingat kejadian tadi pagi.
Bu Bella, guru Bahasa Inggrisnya, meminta tolong pada Raina untuk mengambil buku tugas teman-temannya yang ada di atas mejanya di ruang guru. Baru saja keluar dari ruang guru sambil membawa tumpukan buku teman-temannya, seseorang menabraknya dan membuat keseimbangannya goyah hingga terjatuh bersama dengan buku-buku yang ia bawa.
Awalnya, ia kaget ketika mengetahui kalau yang menabraknya adalah Rian, senior terpintar sekaligus sahabat sepupunya, Arga. Ia lebih kaget lagi ketika Rian yang sebelumnya terlihat sangat terburu-buru malah menyempatkan diri untuk membantunya mengumpulkan buku teman-temannya yang jatuh berserakan. Bahkan, Rian terus meminta maaf padanya.
Padahal, Raina pikir Rian adalah orang yang tidak terlalu peduli pada sekitarnya. Ternyata ia sudah salah menilai. Adrian Alfarizki, senior tampan dan cerdas itu sebenarnya adalah orang yang sangat baik.
🌩🌨🌥
To be continued