Chapter 38 - Mood

Segera setelah Januar dan Gandhi keluar dari mushala, mereka menuju Sekretariat BEM KM. Gandhi yang saat itu tidak membawa kendaraan ikut bersama Januar di mobilnya. Wajah saja, FT dan Sekretariat BEM KM itu posisinya dari ujung ke ujung.

"Lewat mana nih yang lebih cepet?" tanya Januar begitu mereka akan sampai di pertigaan jalan, kanan lewat FMIPA, atau kiri lewat SITH.

"SITH aja, lebih deket, lebih adem," jawab Gandhi.

Januar mengangguk, kemudian membelokan kemudi ke arah kiri. Memang benar kata Gandhi, jalan menuju Sekretariat BEM KM via SITH itu lebih teduh karena masih banyak pohon, berbeda dengan FMIPA yang gersang bukan main karena pohonnya banyak ditebangi untuk pelebaran gedung.

"Buku apanih Jan?" tanya Gandhi sembari mengambil buku berwarna orange di dashboard mobil.

Januar melirik sekilas Gandhi yang tengah membaca judul buku itu, "Oh, bagus itu bukunya."

"Lo sering jalan ke toko buku?" Gandhi mulai membaca halaman pertama buku itu.

"Lebih sering beli online, itu kebetulan aja dikasih," ujarnya.

"Dikasih siapa? Pasti orang bermindset bagus sih yang beliin." Gandhi semakin terlarut membaca buku kepemimpinan itu sampai ke halaman selanjutnya.

"Adri," jawab Januar singkat, padat, jelas tanpa ekspresi. Moodnya sedang tidak bagus semenjak bertemu Haikal tadi di mushalla.

Gandhi hanya mengangguk-nganggukan kepalanya sembari terus membaca. Tanpa sadar, mereka sudah sampai di tempat tujuan, Sekretariat BEM KM.

Tanpa menunggu lama, Januar dan Gandhi segera masuk dan menyalami beberapa ketua BEM dan perwakilan fakultas lain di dalam Sekretariat. Sebenarnya bukan momen langka mereka berkumpul seperti ini, hanya saja kali ini Januar mendatangi rapat forum dengan jabatan berbeda. Sebelum-sebelumnya, mereka sebagai perwakilan, menggantikan Adam atau Haikal yang berhalangan hadir.

Karena tiba setengah jam lebih awal, mereka harus menunggu pewakilan lain untuk datang. Sesi kosong itu tentu saja mereka manfaatkan untuk sekedar mengobrol atau berdiskusi dengan rekan sesama BEM fakultas lain.

Ditengah-tengah mereka asik mengobrol, ponsel Januar berdering tanda panggilan masuk. Ia segera meraih ponselnya dari saku.

Adriana Gerrie is calling ...

Januar mengerutkan dahinya melihat caller ID di layarnya. Melihat sekilas jam tangannya, masih sepuluh menit tersisa sebelum rapat dimulai. Januar kemudian pamit sebentar keluar untuk mengangkat telepon.

Januar menghela nafas dalam, berusaha berbicara senormal mungkin, mengabaikan moodnya yang tidak baik.

"Halo Dri?" sapanya ramah.

"Halo, Jan. Kamu dimana?"

"Aku di Sekret BEM KM ini ada rapat. Kenapa?"

"Oh lagi sibuk ya? Yaudah deh," ujarnya.

Januar memejamkan matanya, "Kenapa emangnya?" tanyanya datar.

"Kalo kamu luang Aku minta tolong tadinya. Aku mau pulang dari SITH, tapi gak ada kendaraan. Aku lewat jam bus lewat. Terus bawa kultur juga mau ke lab mikrob tekpang. Agak ribet gitu, hehe."

Sial, mood Januar kembali acak acakan mendengar sekedar 'hehe' dari Adri.

"Oh gitu. Hmm gimana ya ..." ujarnya berpikir sambil menengok kesana kemari.

"Gak papa Jan, nanti Aku minta tolong yang lain kalo gabisa."

"Bentar-bentar, kamu tunggu aja disana. Kamu stay di depan SITH ya, jangan kemana-mana ini udah mau maghrib," titahnya.

"Aku matiin dulu," lanjutnya. Tanpa persetujuan Adri, Januar memutus sambungan teleponnya, mencari kontak lain untuk dihubungi.

Calling M Dirga Herlambang ...

"Halo Dir?"

"..."

"Mau minta tolong sekaligus bantuin kerjaan Lo nih buat fasilitator sama bintang tamu seminar."

"..."

"Bisa tolong jemputin Adri gak di SITH? Dia mau ke lab mikpang katanya, gak ada kendaraan. Dia nunggu di depan. Gue gak bisa jemput dia soalnya mau rapat KM," ujarnya.

"..."

"Okesip. Thanks ya Dir."

Sambungan telepon itu kemudian terputus. Januar kembali ke ruangan, tak lupa Ia mengabari Adri kalau Dirga yang akan menjemputnya dari SITH menuju laboratorium mikpang.

Setelah itu, rapat dimulai karena sudah jadwalnya, dan semua perwakilan sudah datang. Zidan, ketua BEM KM ITB itu memimpin rapat dengan bahasan utama dies natalis kampus. Sebelum rapat ini dibuat, BEM KM telah menentukan konsep acara, dan rapat ini sebenarnya adalah rapat koordinasi pertama.

****

Januar dan Gandhi kembali ke FT sekitar pukul setengah sembilan malam. Diluar dugaan, rapat koordinasi bersama KM itu molor sekitar satu jam karena banyaknya masukan dari perwakilan fakultas, termasuk Januar yang aktif dan banyak memberikan masukan ke forum.

Begitu sampai di sekretariat BEM, tampak di dalam Dirga, Revitha, dan Siska sedang makan malam disana.

"Jan, Gan, makan!" tawar Reihan.

Januar dan Gandhi mengangguk, kemudian langsung duduk melepas penat.

"Kalian ngapain?" tanya Gandhi sembari menyendok sembarang nasi goreng Revitha. Si pemilik nasi goreng itu tidak protes, sudah biasa Gandhi sewenang wenang padanya.

"Ngobrolin pembangunan infrastruktur negara," jawab Dirga.

"Anjay berat amat," timpal Gandhi.

"Lo kenapa Jan? Cape amat," ujar Revitha yang sedari tadi memperhatikan Januar yang memejamkan matanya dan menyandar di tembok.

Reihan, Dirga, dan Gandhi menatap Revitha dan Januar bergantian. Tentu saja mereka tahu ada apa dibalik pertanyaan Revitha. Sebuah rahasia umum jika Revitha itu diam diam mengejar Januar.

Januar menggeleng, "Capek aja banyak ngomong Gue tadi rapat," ujarnya.

Revitha hanya mengangguk sebagai respon. Tiba-tiba suasanya menjadi hening, sampai akhirnya Dirga angkat suara.

"Thanks Bang, Gue udah dapet fasilitator sama pembicara seminar karena Lo, hehe"

Reihan, Gandhi, dan Revitha melirik cepat Dirga, "Cepet juga Lo, siapa?" tanya Revitha.

"Adri. Mapres kita bersama," ujarnya bangga.

"Mapres FT!" sanggah Januar.

"Ett, ampun bosku, lagi sensi kayaknya."

Januar tidak merespon, Ia malah lanjut merebahkan diri di karpet dan tidur.

"Gimana ceritanya Dir?" tanya Revitha penasaran. Ia bahkan lupa kalau Gandhi sudah menghabiskan seperempat bungkus nasi goreng seafoodnya.

"Tadi Bang Januar nelpon minta tolong jemputin Adri di SITH, sekalian nanyain kesediaan dia jadi fasilitator sekaligus pembicara," ujarnya.

"Terus dia mau aja gitu?" tanya Gandhi dengan mulut penuh makanan.

Dirga mengangguk, "Iya. Gak perlu banyak nego sih, Gue kan satu kost sama dia. Percaya gak Lo dia mau Gue sogok pake recheese level empat? Hahaha," lanjutnya heboh.

"Oh iya ya, Lo kan temen kost nya. Ya Lo aneh juga, satu kos sama orang potensial, koor asprak tekpang pula, Lo anggurin anjir," timpal Reihan.

"Ya kan Gue belum sadar. Gue sama Adri tuh jarang ketemu. Dia berangkat pagi pulang malem."

Semua orang mengangguk kecuali Januar, Ia masih memejamkan mata, mendengar semua obrolan teman-temannya soal Adri.

"Sekarang aja dia masih di lab, katanya bakal balik jam sembilanan, gila gak sih," lanjutnya.

Januar seketika membuka matanya.

"Masih di lab jam segini?" tanyanya kemudian.

Dirga mengangguk, "Iya. Lo gak dikasih tau? Dia ngelembur karena bawa kultur dari SITH tadi."

Januar memeriksa jam digital di ponselnya, 20.43. Ia kemudian berdecak, lalu bangkit sembari membawa tas dan jaketnya dengan ekspresi ditekuk.

"Gue balik duluan ya," pamitnya.

Semua orang mengangguk, menyadari aura aura tidak mengenakan dari ekspresi Januar itu.

"Oke. Hati hati," ujar Revitha yang dilirik kembali oleh ketiga rekannya. Tak lama kemudian, Januar sudah hilang dari balik pintu.

"Cabut gak Dir?" tanya Reihan.

"Yuk. Gue capek juga," ujarnya. Kedua orang itu kemudian merapikan barang bawaannya.

"Lah kok pada balik sih?" tanya Gandhi.

Tanpa menjawab, kedua orang itu langsung saja pergi dari Sekbem, menyisakan Gandhi dan Revitha. Suasananya menjadi hening.

"Rev ..." panggil Gandhi pada Revitha yang masih fokus pada ponsel.

"Hm?"

"Dengerin, liat sini," ujar Gandhi.

Revitha menaruh ponselnya, "Kenapa?"

Gandhi menghela nafas dalam, "Lo gak capek apa?"

Revitha mengerutkan dahinya bingung, "Maksudnya?"

"Lo gak capek ngejar Januar dari dulu sampe sekarang dia sama Adri?"