Chapter 23 - MBTI

Adri dan Januar kemudian memilih tempat duduk didekat jendela, disebelah kanan coffee shop milik Yudha itu.

"Yudha temen dari kapan? Akrab banget," tanya Adri.

"Dari jaman TPB, kita seasrama," jawabnya.

"Oh gitu, pantesan,"

Keduanya kemudian terdiam seolah kehabisan topik. Benar-benar pasangan kikuk.

"Jadi kita mau ngobrolin apa hari ini?" tanya Adri.

Januar melipat tangannya ke depan dada, Ia tampak berpikir, "Tau gak sih, Aku kemaren sampe bikin list buat apa yang bakal kita obrolin hari ini," ujarnya sembari tertawa.

"Hah? Serius? Se prepare itu kamu?" tanya Adri tidak menyangka.

Januar mengangguk, "Ya, terus Aku pikir lebih baik ngalir aja topik obrolannya,"

"Aku gak nyangka loh seorang top leader kayak kamu gini, orangnya sistematis banget. Aku kira leader itu cenderung spontan, improvisasi," ujar Adri.

"Kebanyakan memang begitu, tapi kalo Aku pribadi lebih suka mengarahkan keputusan ke rencana awal Aku sendiri, meskipun dalam prosesnya itu bakal muncul beragam sudut pandang," jelas Januar.

Adri mengangguk paham, "MBTI kamu apa?"

"Terakhir tes itu ... INTP," jawab Januar.

"Wow, kapan tesnya?"

"Seminggu yang lalu, setelah debat ketua BEM,"

"Aku jarang nemu orang INTP, dan terstruktur. Menurutku kamu orangnya seimbang deh kayaknya, seimbang dalam segala hal,"

"Aku gak yakin juga sih, karena akhirnya Aku bakal condong ke salah satu dari dua pilihan. Misalkan, pikiran atau perasaaan. Aku lebih sering pake pikiran memang, tapi sebelum mutusin sesuatu, emang diseimbangin juga sih,"

"Oh I see, ternyata kamu INTP ya," ujar Adri sembari tersenyum dan melihat ke luar jendela.

"Kenapa sih kamu kayaknya kaget banget Aku MBTI nya INTP?"

"Gak, gak masalah," ujar Adri cepat. Ia seperti sedang salah tingkah.

"MBTI kamu apa emang Dri?"

"Aku INTJ, gak berubah dari dulu,"

Januar mengangguk, "Ya, sudah kuduga, gak mengherankan," ujarnya. Detik berikutnya Ia mengingat sesuatu.

"INTJ sama INTP sering dijodohin tau," ujarnya sembari tertawa.

Adri ikut tertawa, "Nah iya, makanya kan, kok kebetulan banget gitu. INTJ sama INTP sering disebut power couple,"

"Karena sama-sama dominan pake pikiran hidupnya," ujar Januar.

"Alias kaku banget masalah relationship," sambung Adri.

Mereka lalu tertawa bersama, "Pantesan ya Dri, gak heran kalo kita sering kikuk, keabisan topik, kalo ngobrol topiknya berat," ujar Januar.

Adri mengangguk, Ia masih tertawa, "Bener, tapi ya karena kita udah sefrekuensi dan sehati, kayaknya bentar lagi keluar semua ini sisi lainnya, haha,"

"Lah iya, ini nih nih udah keliatan di kamu kalo ngakak gimana. Aku selama di kampus mana pernah liat kamu ngakak, senyum aja jarang,"

"Jadi kamu merhatiin gitu?"

"Ya menurutmu aja,"

"Ya menurutku kamu gak perhatiin Aku,"

"Gini ya Dri, seorang ketua BEM harus setidaknya tau tentang orang-orang populer pentolan fakultas kayak kamu, ya jadi kamu masuk list perhatian Aku lah,"

"Oooooooohhhh, list perhatian. Kok geli gitu dengernya,"

"Haha ya istilah lah istilahnya,"

"Terus first impression kamu ke Aku gimana Jan?" tanya Adri setelah selesai meroasting Januar.

Januar tampak berpikir, "Jujur atau setengah bohong?"

"Seratus persen jujur lah," jawabnya.

"First impression ... keren, pinter, independen, cantik,"

Adri mengerutkan dahinya, "What? Cantik? Is that really?" tanyanya.

"Yaiya kan kamu perempuan,"

"Oh gituu,"

"Gak gak bercanda. Serius beneran cantik kok, masuklah ke tipe Aku," ujarnya dengan nada percaya diri tingkat tinggi.

"Ada seleksinya gitu ya biar bisa jadi ... jadi ..." ujarnya terbata-bata. Adri sedang memikirkan kata yang tepat.

"Jadi apa ..." goda Januar.

"Jadi... apa ya..."

"Jadi apa ... prok prok prok," ujar Januar sambil memperagakan gaya khas Pak Tarno. Adri sontak tertawa.

"Jadi apa menurut kamu?" ujar Adri balik bertanya karena Ia tidak kunjung menemukan julukan yang tepat untuk statusnya terhadap Januar.

"Jujur atau setengah bohong?" tanya Januar membuat Adri jengkel. Gadis dihadapannya itu hanya menatap tajam dirinya.

"Oke oke, jujur ya,"

"Kalo mau pake istilah kekinian ya jadi 'pacar', kalo mau pake istilah yang lebih elegan ya jadi 'support system'. Gitu menurutku,"

Adri mengangguk paham, "Support system kayaknya bagus, tapi Aku harap status Aku sebagai support system itu one and only, spesifik,"

"Maksudnya?"

"Kalo support system itu kan maknanya luas banget, siapapun, apapun, itu bisa jadi support system seseorang. Di kategori diluar keluarga kamu, Aku harap cuma Aku yang ada di posisi itu,"

"Aku gak mau berbagi tugas dan tempat sama orang lain,"

Januar mengangguk, lalu tersenyum, "Oke, Aku paham,"

Adri turut mengangguk, "Begitu juga kamu, Aku menempatkan kamu di posisi itu," ujar Adri.

"Kesimpulannya, let's make the special places and task for each other?" tanya Januar memastikan.

Adri menjentikkan jarinya keras-keras, "That's true, that's my guy!" ujarnya.

Januar menggeleng, "Yah lihatlah saudara-saudara, kemarin siapa yang bilang Saya seorang yang posesif lalu sekarang dia yang jadi posesif,"

"Heh enggak ya, enak aja,"

"Ya terus apa? Kan maksud kamu tadi tuh sama aja kayak 'Intinya kamu jangan deket-deket sama orang lain, gaboleh, bolehnya Aku doang!'"

Adri memukul keras-keras lengan Januar.

"Heh sakit heh! Kok pake kekerasan,"

"Geli banget,"

"Yaudah iyaaa, denial aja denial,"

"Denial? I'm sorry dude, I'm not,"

Disela-sela perdebatan itu, Yudha akhirnya datang membawa dua gelas kopi dan dua piring cake.

"Asik amat kayaknya," ujar Yudha setelah menaruh kopi dan cake itu. Suasana coffee shop itu mulai ramai.

"Haha iya nih,"

"Duduk dulu sini Yud, udah lama banget gak ngobrol,"

"Ganggu gak nih Gue?"

"Yaelah santai, ya gak Dri?"

Adri mengangguk. Yudha akhirnya menarik kursi lagi untuk bergabung di meja Januar dan Adri.

"Jadi gimana nih ceritain dong gimana sampe jadi nih coffee shop," ujar Januar kali ini sudah seperti moderator seminar.

"Jadi sebenarnya ya teman-teman, Saya ini memulai bisnis karena kebetulan saja," ujar Yudha dengan gaya khas pembicara seminar.

"Ini beneran mau buka seminar aja sekalian mumpung rame," ujar Adri sembari tertawa melihat tingkah laku dua pria dihadapannya itu.

"Iya jadi guys, Gue awalnya tuh ada tugas bikin business model canvas gitu, yaudah kan Gue bikin deh buat coffee shop, terus kesini-kesini, terutama pas abis magang, Gue ada modal gitu kan, yaudah bikin," jelas Yudha.

"Langsung gede gini Yud?" tanya Januar.

"Enggak, kalo brand nya sih udah ada dari tahun kemaren, cuma kita masih jual online gitu, terus pas udah cukup kita baru bikin store gini,"

Adri dan Januar mengangguk, memperhatikan detail interior coffee shop itu.

"Ini gayanya industrial banget ya Yud?" tanya Adri.

"Iya, bener. Nih ide pacar Lo nih," ujar Yudha sembari menunjuk Januar.

"Hah? Kapan Gue ngasih ide?"

"Yaelah, Lo inget gak sih pas BEM SI lagi koordinasi aksi di Jakarta, kan kita bareng tuh, terus pas di kereta entah darimana dah kita jadi ngomongin ide bisnis coffee shop sampe ke konsep, dan Lo yang ngusulin gaya industrial biar hemat dan instagrammable gitu," jelas Yudha bersemangat.

Januar tampak berpikir, "Asli Gue lupa Yud, tapi ya bagus lah kalo beneran kejadian, salut Gue sama Lo,"

"Biasa aja lah," ujar Yudha.

Adri sedari tadi hanya menyimak pembicaraan mereka yang tampak sangat asik itu. Mereka bertiga akhirnya mengobrol panjang lebar hingga akhirnya Adri harus berpamitan pulang.