-Moirai Valentine-
Yang bercahaya itu bukan berlian, yang indah itu bukan kecantikkan, dan yang halus itu bukan hanya sutra.
Rumah adalah kombinasi sempurna untuk itu namun juga bisa menjadi sesuatu yang menyakitkan jika penghuninya tidak memiliki kasih sayang.
------------------------------------
Sarapan pagi di dalam kediamaan Erlangga selalu seperti biasa, hening dan tentram. Sangat jarang ada pembicaraan di meja makan. Mereka duduk dan makan dalam diam, hanya decakan pelan garpu dan pisau yang saling bergesekan dengan piring.
Tidak ada yang berubah, meja besar ini nyatanya hanya di huni oleh tiga nyawa. Erlang, ibunya dan juga ayahnya.
Erlangga adalah anak tunggal, dia juga pewaris satu-satunya dari garis lurus keluarga Lorenzo, keluarga bangsawan yang menjunjung tinggi kemurnian darahnya.
Darah bangsawan...
Dia tidak memiliki sepupu atau keluarga dekat lainnya. Karena masing-masing dari orangtuanya juga anak tunggal di dalam keluarganya.
Ayahnya, tuan Edward Lorenzo adalah pria berkuasa yang memiliki cakar kuat di pemerintahan. Dia Kepala kementrian dan juga pria ambisius yang menghalalkan berbagai cara untuk mencapai tujuannya.
Pria dingin dan tidak memiliki cinta sama sekali. Bahkan untuk istrinya sendiri, Amanda Lorenzo.
Meskipun pernikahan mereka bukan atas dasar cinta, hanya perjodohan dari generasi ke generasi, tapi wanita anggun yang sangat cerdas itu tau harus bertindak seperti layaknya istri bangsawan.
Dingin dan cenderung mengikuti peringai suaminya dalam bertindak, licik dan ambisius.
Helaan napas pelan menghiasi keheningan ini sampai mereka selesai sarapan.
"Jadi, bagaimana sekolahmu, Son?"
Erlang mendongkrak, irisnya menatap pria paruh baya yang masih memiliki aura kuat.
Tatapan bak elang yang sedang mengincar mangsanya. Wajah dingin dan datar. Dia adalah tuan Edward Lorenzo, ayahnya Erlang.
"Baik, seperti biasa," seru Erlang datar.
"Nilai tertinggi masih atas namaku, Ayah," lanjutnya.
"Bagus, jangan sampai ada hal-hal remeh yang mengalihkan perhatianmu. Ingat Erlang tujuanmu adalah nilai bagus dan lulus sebagai calon kepala mentri berikutnya menggantikan ayah." Edward memberitahu.
Sejak dahulu posisi kepala kementrian tidak pernah lepas dari garis keluarga Lorenzo, ayahnya, kakeknya serta keturunan-keturunan terdahulu.
Erlang mengangguk.
"Tidak ada kencan ataupun hubungan asrama lainnya Erlang."
Deg..
Erlang menghentikan gerakannya meletakkan senduk di samping piringanya.
"Apa maksud Ayah?"
Tuan Edward menaikan alisnya, "Ayah dengar kau sedang berkencan dengan seseorang? Bisa kau jelaskan?" tanyanya menuntut.
"Apa itu benar, Son?" kali ini Amanda yang bertanya. Tatapanya lurus ke arah sang putra.
Erlang menghela napasnya, ia menggeser duduknya sedikit menjauh dari ibunya.
"Tidak ada, itu hanya lelocon saja. Ayah tidak perlu khawatir," serunya.
Tuan Edward diam, ia tidak menunjukkan ekpresi apapun.
"Jadi itu benar? Tantang gadis rendahan dari asrama Libra?" tanya tuan Edward.
Sedangkan Amannda langsung bereaksi, rautnya berubah tegang seakan baru saja mendapati hal langka yang terjadi.
"Apa?" Amanda akhirnya menemukan suaranya. "Jelaskan apa maksud ayahmu Erlang! Kau tidak benar-benar mengencani gadis rendahan bukan?"
"Amanda diam! Biarkan Erlang bicara." Edward membentak istrinya, kemudian kembali mengarahkan pandangannya pada sook putra satu-satunya itu.
"Son!"
"Tidak akan terjadi apa-apa, ini hanya lelocon antara kami. Beberapa hari yang lalu aku kalah taruhan dan Bintang menyarankan lelocon ini. Ayah tenang saja, tidak akan ada yang akan mengotori darah bangsawan kita."
Amanda menghela napas lega. Ia sudah hampir jantungan mendengar pernyataan suaminya tadi.
Berkencan dengan gadis dari asrama Libra? Yang benar saja. Bahkan seluruh kaluarganya tidak pernah melakukan hal serendah itu. Amanda yakin jika almarhum kakeknya akan bangkit dari kubur jika mengetahui cucu satu-satunya berkencan dengan gadis rendahan.
"Sebentar lagi kau lulus Son. Jangan main-main lagi, jangan sampai Putra Ethan Pradipta itu mengalahkanmu nantinya."
Erlang hanya diam sambil mengangguk. Itu tidak akan terjadi, karana kemampuan sahabatnya itu jauh di bawahnya, walaupun Bintang terbilang pintar.
Bintang tidak akan mau berurusan dengan hal-hal merepotkan seperti kementrian.
"Son, dia adalah lawanmu yang cukup berat. Ayah dengar Ethan sedang merencanakan perjodohan dengan putri bungsu Jhonathan, siapa namanya? Sella Amzella? Dia teman seasrama denganmu bukan?"
Deg..
Erlang kembali mendongkrak. Kali ini matanya melotot kearah pria itu. Pernyataan yang baru saja ayahnya umumkan seperti batu besar yang menimpa tubuhnya.
"Apa maksud Ayah?" tanyanya penasaran.
Erlang berusaha tidak emosi, dengan menekan ujung meja makan dengan jari-jarinya.
"Kau tidak tau? Ayah dengar mereka akan melangsungkan pertunangan tidak lama lagi."
Erlang semakin mencengkram ujung meja itu dengan kasar. Apa-apaan ini? Kenapa dia baru tau?
Apa temannya benar-benar menusuknya dari belakang?
Erlang mengeling kasar, itu tidak mungkin terjadi. Bintang bukan hanya temannya, tapi sudah ia anggap lebih dari saudaranya sendiri. Pria itu tidak mungkin membohonginya.
"Aku rasa Ayah salah paham. Bintang tidak pernah mengatakan jika dirinya akan bertunangan."
Semoga saja benar..
"Bintang Pradipta? Aku mengenalnya, dari dulu mereka memang sudah berencana menjodohkan putra putri mereka itu sudah bukan hal mengejutkan lagi." Amanda menambahkan.
"Yah, mereka akan berkoalisi nantinya. Ngomong-ngomong Son, kau tenang saja. Ayah dan ibumu sudah memilih calon yang pas untukmu, lebih dari wanita yang di jodohkan dengan temanmu itu."
Erlang tidak terlalu memperhatikan apa yang di katakan oleh orangtuanya. Pria itu berusaha menahan amarahnya, bagaimana mungkin Bintang dan Sella mengkhianatinya?
"Ayahmu benar Erlang, dia putri sulung dari dan berkerabat langsung dengan keluarga kerajaan. Kau akan menyukainya, Ibu sudah memeriksa latar belakangnya yang sangat menakjubkan. Dia akan jadi istri yang sempurna untukmu nanti."
"Apa kau mau berkenalan langsung dengannya Erlang? Ibu bisa mengundang keluarganya untuk makan malam bersama nanti."
"TIDAK!!" Erlang berseru tegas dan berdiri dari kursinya.
Pria itu mengepalkan kedua tangannya menahan amarah, bibirnya terketup rapat dengan pandangan tidak biasa.
Cukup sudah pembicaraan tentang Bintang dan Sella. Dia tidak mau mendnegar tentang perjodohan klasik yang direncanakan oleh orangtuanya.
"ERLANG!! KENAPA BERTERIAK DI DEPAN ORANGTUAMU!!" bentak Amanda.
"Cukup Bu!! Tidak ada yang mengatur tentang kapan dan siapa yang akan menjadi istriku kelak. Ayah, kau sudah memaksaku untuk mengikuti keinginan dan perintahmu selama ini, Aku masuk sekolah yang kau inginkan, asrama yang kauinginkan dan jabatan serta nilai-nilai yang kau inginkan. Aku bahkan tidak bisa meresakan masa anak-anak seperti pada umunya orang normal. Begitu pula denganmu, Ibu. Kau juga membuatku tidak bisa berkata apapaun selain terus mengikuti kemauanmu. Tapi tolong untuk kali ini biarkan aku menentukan apa yang ingin kulakukan." Erlang meledak.
Pria muda itu bukan marah dengan perjodohan, bukan. Ia lebih kesal dengan peryataan ayahnya tentang hubungan Bintang dan Sella.
"Kau membentak kami Son?" tuan Edward membuka suara.
Erlang mengehala napas panjang, ia langsung menunduk. "Maaf, aku tidak bermaksud begitu, hanya saja aku sedang kesal. Maaf Ayah."
Erlang langsung berbalik dan meninggalkan meja makan dengan langkah bersar, ia tidak menghiraukan teriakan ibunya yang sedari tadi memanggilnya dengan kesal.
Samar-samar ia mendengar ayahnya yang sedang memenangkan Ibunya.
'Dia baru akan lulus, masih banyak waktu untuk mengatur pertunangannya.'
Erlang kembali mengepalkan kedua tangannya, apa selama ini dia hanya boneka yang tidak memiliki jalan hidup sendiri?
Apa dia harus melakukan kekacauaan terlebih dahulu agar orangtuanya sadar?
Bersambung…