"Abang kenapa?" tidak sabar rasanya Dara mendengar apa yang akan suaminya katakan saat ini.
Dia sudah bersiap untuk sakit hati dan sudah dipastikan dia kan menangis sepi malam ini di sudut rumahnya seorang diri karena mendengar hal yang menyakitkan. Namun, berulang kali tidak ada hal yang Refan endak katakan selain berkedip dan menaikan kedua alisnya meminta Dara untuk paham.
"Abang!" rengek Dara jengah.
"Lihat tangannya Abang!" titah Refan, dia menunjuk juga pada titik di mana Dara bisa langsung terbelalak melihatnya, bahkan gadis itu malu karena sang suami sudah seperti orang kerasukan yang tidak bisa menahan diri dengan mudah.
Dara tarik kedua tangannya, tidak mau melihat dan justru berbalik, hal yang memudahkan Refan untuk memeluk istrinya dari belakang selagi di sana masih sepi dan kelluarga tidak ada yang tahu mereka berakhir di sini.
"Abang jangan malu-maluin deh, atau ini bohong, hem?"