Fahri melipat bibirnya menahan senyum, sebelum ia pergi meninggalkan Haisha dengan balutan baju tipis itu, ia sempat menangkap wajah merah yang menggemaskan di sana.
Haisha tampak malu-malu berhadapan dengan dirinya, padahal mereka baru saja menggemakan desahan dan erangan bersama-sama, bahkan Fahri melakukannya tepat di samping telinga Haihsa.
Hasrat besar dan rasa memiliki yang begitu dalam, Fahri utarakan di sana lewat erangan panjangnya dan hentakan yang terus tertancap di dalam inti tubuh mereka.
Ia tidak pernah sebahagia ini sebelumnya, beban di kedua bahunya hilang entah ke mana seolah melebur bersama keringat yang ia padukan tadi.
"Pak Fahri, ada yang bisa saya bantu?" Diandra, salah satu pekerjanya datang dengan langkah terburu-buru.
Fahri sontak menarik senyum yang terlukis di bibirnya itu, berubah menjadi kecut dan kaku.
"Berkas yang mau saya tanda tangani mana?"