Setahun telah berlalu, sang ibu telah mengandung. Meski ibunya selalu berlaku tidak baik, key dengan tulus membantu ibunya.
Dari semenjak kehamilan menginjak trimester pertama, Key menjadi anak yang siaga membantu ibunya, menggantikan ayahnya. Ia berharap Ken akan kembali pada janin yang di kandung ibunya.
Saat ini, ibunya menginginkan yorkshire pudding, olahan puding yang topingnya dari daging dan sayuran. Entah keysha harus mencari dimana. Hampir semua toko kue ia hampiri. Bahkan ia berjalan hingga ke perbatasan desa.
Ia berjalan dengan menyusuri jalan dengan tetap menggenggam beberapa uang logam di tangannya yang sudah basah oleh keringat. Peluh keringat tengah bercucuran membasahi dahinya.
Ia tetap semangat mengayunkan kakinya menyusuri jalanan kerikil di area ini, melewati hutan dan sungai kecil. Tiba di sebuah lapang yang luas. Nampak anak laki- laki yang berumur di atasnya tengah bermain bola.
Ia menatap sendu, ia teringat Ken yang selalu mengajaknya bermain bola saat menggembala kambingnya. Senyuman kembarannya masih terekam baik di ingatannya. Senyum hangat yang menenagkan.
Ia hendak melanjutkan perjalanan panjangnya. Tanpa dia sadari, salah seorang bertubuh gendut berambut ikal menghampirinya. Ia tersenyum smrik. Tatapannya terhenti pada lengan anak gadis itu.
"Cepat serahkan uangmu atau ku habisi kau!" ancamnya.
"Tidak, aku tidak punya uang!" Gadis kecil itu memundurkan langkahnya.
Tiba- tiba teman- temannya yang lain datang menghampiri. Bukan menolong mereka malah berputar mengelilingi Keysha. Anak gendut di hadapannya mendekat, seketika gadis malang itu mundur. Baru satu langkah, langkahnya terhenti karena ada satu anak laki- laki bertubuh tinggi namun lebih kurus dari temannya, tepat di belakang tubuhnya.
Tubuh key bergetar hebat, matanya membulat sempurna, ia hanya bisa menangis. Melawan pun percuma, saat anak laki- laki bertubuh gendut itu mengambil paksa uang logam di tangannya.
"Jangan, ku mohon." Gadis kecil itu, memohon dengan bibirnya yang bergetar, menahan rasa takut. Tapi, jika ia biarkan maka ia pun akan mendapat amukan dari ibunya.
"Kau berani manangtangku, hah!" sentaknya. Keysha menggelengkan kepalanya.
"Tidak, tapi aku membutuhkan uang itu, kembalikan," ucapnya dengan wajah memelas.
"Itu urusanmu!" bentaknya.
" Awas!" ucap seorang yang berada di belakanganya mendorong tubuh key hingga gadis kecil itu terjatuh mencium jalan yang penuh bebatuan. Mereka pergi dan tertawa bahagia.
"Dasar, gadis bodoh!" hardiknya dengan berlalu.
"Ayo, Josh! Kita bersenang- senang!" ajaknya pada temannya yang berkulit putih, berhidung mancung dan begitu sangat tampan, wajahnya datar tanpa ekspresi, sedari tadi ia hanya berdiri bersandar di pohon besar dengan memasukan kedua tangannya di saku celananya, memperhatikan gadis malang yang menjadi bahan permainan teman- tamannya.
"Kau duluan saja," titahnya.
"Jangan bilang kau mau berlaku kurang hajar pada gadis bodoh ini!" goda salah satu temannya.
Ck
Anak bermuka datar itu berdecak.
"Bukan urusanmu! Enyahlah dari hadapanku," ucapnya tanpa melepaskan pandangannya pada gadis yang tengah menangis tersedu itu, dengan masih duduk di tepi jalanan.
"Selamat bersenang-senang!" Temannya melambaikan tangannya tanpa berbalik.
Selang beberapa menit tidak ada pergerakan dari anak laki- laki itu, ia masih setia menatap gadis yang tengah menangis sesenggukan dengan menundukkan kepalanya. Baginya, hanya beberapa logam uang kenapa bisa membuatnya begitu merasa bersedih.
Ia berdiri tegap berjalan dan membenahi pakaiannya yang sedikit kusut, masih dengan kedua tangannya di masukkan ke saku celananya. Anak laki- laki itu mendekat.
"Apa kau terbiasa menjadi pengemis!" ejeknya dengan bersidakep.
Keysa menatap dengan amarahnya, ia segera beranjak berdiri ia tak terima di bilang pengemis. Hanya satu anak laki- laki dia akan memberanikan diri untuk menghajarnya.
"Kalian yang pengemis! Merampas uangku!" hardiknya.
"Hanya uang segitu saja, apa berharganya," u
timpalnya acuh dengan membuang muka.
"Hey, kau anak sombong! Apa kau tahu itu uang untuk membeli pudding, itu keinginan ibuku yang lagi hamil! Mungkin bagimu tak berharga. Tapi bagiku sangat berharga aku harus mengganti dengan apa?!" teriaknya kemudian ia kembali menangis.
"Sudahlah, kau ikut saja denganku, ajaknya.
"Apa kau mau memperkosaku? Seperti yang dikatakan ibu- ibu pengembala," tanyanya polos.
"Astaaga, Kau bener - benar bodoh! Apa yang menarik dari tubuhmu yang rata!" tukasnya dengan berlalu.
"Memang apa hubungannya tubuh rata dan memperkosa? Aku sungguh suka tidak mengerti ucapan orang- orang dewasa!" Gadis kecil itu seakan lupa atas kejadian yang baru saja menimpanya. Ia jadi teringat setiap obrolan ibu- ibu penggembalaan kambing. Key selalu berfikir keras tentang setiap obrolan ibu- ibu yang tampak asik kala bercerita.
"Apa kau mau berdiri di situ sampai binatang buas mencabik tubuhmu dan memakanmu!"
Seketika key melirik kiri dan kanan, ia berjalan membuntuti anak laki- laki yang tidak ia kenal.
Peringatan dari sang ibu pengembala masih terngiang dipikirannya, mereka selalu berkata bahwa, harus berhati- hati dengan pria yang tidak di lkenal, karena seorang pria suka memperkosa.
Meski tak mengerti arah bicaranya dan apa yang dimaksud dengan kata- kata itu, ia tetap waspada, Key membuntuti pria di depannya dengan jarak hampir satu meter.
"Puding apa yang ibumu inginkan?" tanyanya namun tak ada jawaban dari lawan bicaranya ia pun menoleh.
"Astaga! Anak laki- laki yang lebih tua darinya dua tahun itu menoleh, ia kaget melihat jarak yang begitu sangat jauh. Ia berjalan mendekat dan menarik tangan Key paksa.
Key memberontak, "Aku mohon jangan lakukan itu!" pintanya dengan muka yang memelas.
"Hey, gadis bodoh! Apa yang dimakan otakmu sehingga pikiranmu sungguh dangkal?!" bentaknya dengan memukul jidat dengan jarinya.
"Seperti yang ku katakan tadi, laki - laki itu bahaya," jawabnya polos.
"Mulai sekarang, berhentilah menguping pembicaraan orang dewasa! Kau ini masih terlalu kecil untuk mendengarkan pembicaraan orang dewasa!" sentaknya dengan terus menarik anak perempuan itu.
Dengan melewati perjalanan panjang karena drama key yang membuat anak laki- laki itu naik pitam. Akhirnya, mereka sampai di sebuah rumah besar dengan halaman yang sangat luas, rumah dua lantai dengan bangunan bergaya Eropa modern. Dengan cerobong asap terus mengeluarkan asapnya, pertanda ada yang tengah tinggal di dalam.
Mungkin di daerah sini, rumah dialah yang paling mewah.
"Masuklah!" titahnya. Key masih diam diambang pintu. Pikirannya masih sama ia harus tetap waspada. Anak laki- kaki itu hanya menggelengkan kepalanya.
"Di dalam ada nenekku! Dia akan membantumu membuatkan puding yang kau inginkan," ucapnya dengan berlalu,
"Benarkah?" tanyanya seakan tak percaya matanya berrbinar, tampak kabahagiaan tersirat dari wajahnya.
Hanya anggukan kepala sebagai jawaban. Anak laki- laki itu menatap heran, hanya sebuah pudding saja bisa membuat gadis di hadapannya begitu sangat bahagia. Melanjutkan langkahnya mencari keberadaan sang nenek.
Saat Key melangkahkan kakinya untuk masuk ia membuka sandal lusuhnya.
"Pakailah alas kakimu, Nak!" titah seorang wanita yang sudah lanjut usia membuatnya terlonjak kaget.
Alas kakiku kotor dan lusuh, Nek," jawabanya dengan menundukan wajahnya karena rasa malu. Pakaiannya sungguh tidak layak dipakai mendatangi dan menginjakkan kakinya di rumah semewah ini.
"Tidak apa- apa, Ayo masuk, nak! ajaknya, namun Key menatap dalam diam, baru kali ini dia merasakan panggilan "Nak" sederhana namun membuat hatinya bergetar dan merasa bahagia.
Ia baru saja berjalan satu langkah menginjakkan sandal lusuhnya, suara tegas menghentikan langkahnya.
"Tunggu!" suara itu menggema memecah keheningan.
TBC