Chereads / Di Dalam Pengepungan! / Chapter 43 - Kebangkitan Kekuatan Baru (Act 2 End)

Chapter 43 - Kebangkitan Kekuatan Baru (Act 2 End)

Sudah dua makhluk itu yang kukalahkan setelah yang pertama itu. Kemudian 3 lainnya berhenti di udara. Gerak-geriknya mulai mundur perlahan tapi masih membuat kedekatan dari jarakku ini. Mata organik mereka tiba-tiba perlahan berubah merah. Lalu kepala ayam metalik yang menghadap ke atas kemudian mengubah orientasinya menjadi ke bawah, menghadap tanah di bawahnya, menghadap ke arahku.

Serentak bola hitam kecil keluar dari mulut metalik itu. Hentakan bola tersebut menggetarkan tanah dan mengeluarkan bunyi seperti tumbukan keras. Sial, untung kakiku cepat menghindar, kalau tidak bisa memar. Tapi yang absurd adalah betapa beruntunnya tembakan itu sampai-sampai diriku tidak punya waktu untuk berbalik menyerang.

Tunggu ... sudah sekitar 15 menit, tapi kenapa? Kenapa mereka masih bisa menyemburkan bola itu sampai sekarang? Jika ditelaah perlahan, jumlah bola yang keluar kalau dimasukkan ke dalam tubuh mereka harusnya dapat membentuk 4, bukan ... 5 makhluk terbang itu.

Percuma, kedua tanganku tidak bisa membentuk Screen jika begini terus. Tidak diduga bola-bola hitam sudah hampir memenuhi lingkungan sekelilingku. Mereka bisa memantul pada jarak yang tidak rasional.

Tidak ada jalan lain, aku mulai membentuk Screen. Mendadak sebuah ledakan terjadi tepat di belakang punggungku. Tidak besar namun malah organku yang menyerap ledakan itu. Bola-bola kecil terus menghujani tubuh yang sedang meringkuk kesakitan. Apa bola hitam itu juga meledak?

Benar saja, yang kulihat oleh mataku di kejauhan sana menjawab pertanyaanku. Rentetan bola hitam yang ditembakkan sebelum di tempat ini mulai mengeluarkan percikannya. Deretan bola-bola itu mulai meledak dan mengarah kesini. Mataku mulai menatap percikan dari bola-bola di bawah kakiku. Tubuhku membeku pasrah.

Ini akhirnya, iya kan? Pada akhirnya aku hanyalah manusia tidak berguna. Aku tidak bisa mengirim permintaan formalku kepada Pasukan Benalu karena ulahku, terutama pada Sadik dan Clara. Pada kehidupan di kompleks yang kunantikan seperti dulu lagi. Aku ingin pulang! Ayah! Ibu! Kartika adikku! Kira-kira bagaimana kabar kalian sekarang?

'Jangan menyerah Mir ... Jangan mati sebelum kita berhadapan dengan musuh yang sebenarnya. Keberadaanmu sangat dibutuhkan untuk menyelamatkan kita semua!'

Siapa ini? Apa itu kau Melodi? Ternyata kau melihatku selama ini ya, jadi bagaimana pertarunganku? Namun ini berbeda dari Melodi di Bandung. Setiap kali aku mendengar suaranya, wajah tersenyum dengan kulit sedikit kecoklatan yang nampak hidup menjalani hari-harinya di kompleks.

...

...

Aku merindukanmu.

Pemandangan hitam kelam tiba-tiba digantikan oleh cahaya hijau. Sebuah lambang mata berwarna hijau tiba-tiba menerangi pikiranku. Padahal mataku tertutup rapat tapi cahaya seperti neon itu masih singgah.

Kemudian cahaya itu meredup lalu kembali hitam, tapi tidak lama terdapat sebuah tulisan.

'Kenapa kau bertarung?'

'Karena sudah jadi tanggung jawabku untuk menyelamatkan mereka, semua orang yang ada di dalam pengepungan ini.

'Kenapa?'

'Karena ini semuanya adalah salahku. Sesuatu yang buruk akan terjadi pada tempat ini.'

'Kenapa?'

'Sebuah wabah sudah memasuki kawasan ini.'

'Kenapa?'

Aku mulai jengkel. "Emang kenapa? Itu kan bisa saja terja ... tunggu dulu." Otakku mulai merasakan sesuatu yang tidak beres. Semuanya terasa aneh, padahal sebelum kabut ini muncul ... aku bersumpah tidak ada pemberitahuan atau semacamnya.

Tapi di citra gambar yang ditunjukkan Melodi semuanya sungguh nyata. Bahkan William pun mengakui adanya penyakit itu. Tunggu dulu ... apa William dan Melodi sebenarnya berkomplot sejak awal?

Tapi untuk apa? Antara itu, atau wabah tersebut nyata dan baru-baru ini muncul. Aku ingin mengetahui itu semua. Jadi, aku bertarung untuk menggenggam kebenaran itu, bukan hanya menggenggam, melainkan mendekapnya di seluruh tubuhku.

Tulisan mengganggu 'kenapa?' kemudian menghilang, digantikan oleh:

'Apa yang kau butuhkan?'

'Kekuatan! Untuk tetap menjadi kuat meski angin terus menerpa. Aku ingin tetap berdiri dan berlari menuju kebenaran itu meskipun ... meskipun nyawaku taruhannya.'

Tulisan tiba-tiba menghilang. Sebuah cahaya hijau menyinari remang lantai sekitar kaki. Sebuah akar muncul kecil, namun bersinar hijau terang. Tapi warnanya ... berubah merah kemudian berubah merah. Tumbuhnya begitu cepat sampai-sampai menusuk lenganku. Lalu akar lainnya menyusul menusuk anggota tubuh lainnya.

Rasanya tidak seperti yang kubayangkan. Tidak sakit! Melainkan tubuhku terasa semakin kuat. Screenku tiba-tiba muncul namun mengalami distorsi. Benda ini seperti mengalami gangguan membentuk panel hijau. Tiba-tiba masuk ke dalam fitur.

Tanganku ingin memencet salah satunya, tetapi semuanya tiba-tiba hilang. Fitur yang telah aku latih sedemikian rupa sudah tidak tertera lagi. Hanya meninggalkan layar hijau kosong. Apa yang sebenarnya terjadi?

Namun tidak lama tampilan Screenku tampak mengkilap, selain itu lebih lebar dan banyak hiasan menarik yang enak dipandang.

'Menyalakan Katalis Tipe Plasma: Api'

Tulisan-tulisan fitur mulai muncul namun ini bukan fitur yang biasanya. Inikah yang dinamakan kebangkitan?

'Pelontar Api Mega' 'Peluru Api' 'Ledakan Api'. William tidak memberitahu kalau fitur sebelumnya akan hilang begitu saja. Padahal angin merupakan fitur favoritku. Apa jawaban disana yang membuat kebangkitan katalisku menjadi seperti ini.

Sebuah fitur dengan nama paling panjang dibandingkan yang lain menarik perhatianku. 'Semuanya Meleleh Menjadi Debu' Tanganku mengklik. Berharap fitur ini dapat merubah keadaan bermili sekon yang akan datang.

Bola-bola dibawahku seperti meleleh menjadi cairan hitam. Aku dapat melihat gelombang panas mengelilingi tubuhku namun tidak terasa panas. Mereka semua meleleh, bahkan ledakan beberapa meter di depan tidak bisa melewati tembok gelombang panas.

Bukan hanya itu, mereka kemudian menguap seperti air mendidih. Sebenarnya berapa derajat celsius disekitarku?

Kuaktifkan lagi Screen untuk mengeluarkan 'Peluru Api'. Rentetan api kecil menembak secara beruntun dari Screen ini. Liuk-liuk dari makhluk itu tidak bisa menghindari semuanya. Begitu kencangnya sampai tubuh organ dalam mereka tercerai berai menjadi gumpalan dalam waktu singkat.

Berakhir! Semuanya sudah berakhir! "William!" teriakku sambil mengeluarkan sisa tenaga. "Apa kau sudah puas dengan pertumpahan darah ini? Menurutmu aku sudah layak akan latihanmu, hah?"

Sebuah tepuk tangan bergema di langit, seolah ia sekarang berwujud menjadi sebuah langit. Inbox Screenku bergetar. 'Iya aku puas, sayang sekali aku tidak bisa menemanimu lagi. Urusanku sangat berat di belakang sini. Tapi tujuanmu tidak berubah, cepatlah ke Ciragam sebelum terlambat. Sebelum itu, temui temanku di Sumedang. Ia akan membimbingmu untuk menanggulangi penyakit itu. Terima kasih dan sampai jumpa.'

'Kau ingat pada pembicaraan tadi dimana aku ragu soal menjalankan proyek atau tidak. Sekarang aku yakin umat manusia butuh kemajuan meski terdapat kendala. Kesalahan ini adalah batu loncatan untuk menjadi lebih baik. Aku tidak sabar untuk menunjukkan apa yang sudah kubawa dari sana.'

Kesalahan? Kubawa dari sana? Aku yakin kalimat itu akan menggangguku suatu saat nanti. Yang seperti itu sebaiknya dipikirkan lain waktu. Aku menghembuskan nafas lega, saking leganya untuk sesaat kakiku hampir oleng. Tubuhku sudah hampir pada batasnya. Tapi hutan ini ... aneh sekali. Di tempatku yang berdiri sebelumnya tidak ada abu bekas ledakan. Tidak ada serpihan-serpihan metal pasca ledakan pula. Goretan baru di batang pohon akibat kerasnya bola juga tidak ditemukan. Pertarungan tadi seperti tidak pernah ada.

Sementara itu di lapangan rumput tadi pemandangan pun tidak kalah anehnya dengan di hutan. Mayat sebesar gajah Unit-026 sudah tidak ditemukan. Aku ingat sekali tadi makhluk itu mengeluarkan pelontar api. Tapi tidak ada tanda-tanda terbakar pada rerumputan. Semuanya nampak baru.

Tangan kugenggam erat-erat. Segampang itukah kau mengubah semua ini, William Faustus? Ia seperti mengatur seluruh yang ada di muka bumi ini layaknya ... Tuhan. Jangan bilang kalau ini ulah jaringan. SIal, seberapa rumitkah hal yang dibangun William?

Screen tiba-tiba muncul, 1 inbox, bukan 20 inbox? Semuanya berasal dari satu nama yaitu ... Prof Annelise. Sepertinya aku pernah mendengar nama itu, tapi dimana? Ah lupakan. Tapi deretan inbox ini berkata lain, seolah ia ingin memberitahuku hal yang sangat penting.

Kubuka inbox pertama. 'Perkenalkan nama saya Annelise Darmawan Kusuma, kolega Prof William Faustus. Ada yang ingin saya beritahukan sesuatu yang penting terhadap nak Amir. Temui saya di Sumedang sekarang!'

Beberapa inbox lain mulai kubuka, akan tetapi perhatianku terfokus pada inbox yang berbunyi sebagai berikut:

'Apa William masih menyalakan sistem anti mata-matanya?'

'Jangan tertipu dengan omongannya, kau tidak tahu apa yang Jaringan Kerajaan Langit bisa lakukan terhadap kita semua.'

'Untungnya dia tidak bisa melihat percakapan kita.'

'Datanglah ke sini dan akan kuberitahu semua kebenarannya, terutama tentang Melodi.'

'Ini aku berikan lampiran yang perlu kau ketahui, klik dan perhatikan baik-baik.'

Jariku hampir menyentuh lampiran di Screen ini. Aku menarik nafas. Baiklah ini saatnya!