Ara berjalan menelusuri lorong kantor dan akhirnya sampai juga didepan gedung kantor.
Ara menghentikan langkahnya, "Tunggu, aku kesana naik apa?" Gumamnya, Ia mengerutkan keningnya dan membolakan matanya.
"Ke halte saja, siapa tau ada bus atau taxi yang searah." Gumamnya lagi. Ara melanjutkan langkahnya menuju ke halte yang ada di depan kantornya.
Ara memandang ke arah jalan, ia mencari kendaraan umum yang bisa mengantarnya ke tempat tujuan, tangan kirinya melambai-lambai untuk menghentikan mobil atau bus yang melewatinya. Namun tak ada satu pun yang mau berhenti.
Pandangannya teralih menuju mobil lambhorgini mewah berwarna hitam yang hanya orang kaya lah yang bisa memiliki mobil itu. Mobil itu terhenti tepat didepan Ara berada. Ara semakin menajamkan pandangan matanya.
Pintu mobil pun terbuka, menampakkan seorang pria berkacamata hitam, pemilik mobil mewah itu keluar dari mobilnya.
Ara tak melepaskan pandangannya dari pria pemilik mobil mewah itu yang tengah berdiri tegap dihadapan Ara. Pria itu tampak familiar dimata Ara. Ia mengerutkan keningnya dan menatap bingung kearah pria itu.
"Hai nona Deara Pramitta." Sapa pria itu.
Bagaimana ia bisa tau nama ku. Batin Ara.
"Ha...hai." Balas Ara gagu.
"Kenapa kau menatapku begitu nona? Apa kau sudah lupa denganku?" Tanya pria itu dan dijawab anggukan oleh Ara.
"Masuk dulu kedalam mobilku!"
"Tunggu, aku belum tau siapa kamu. Dan akau tidak mau masuk sebelum tau siapa kamu." Tolak Ara.
Pria itu membuka kacamata hitamnya yang melekat dan bertengger di matanya.
Ara membolakan matanya seketika ia tau kalau pria yang ada dihadapannya ini adalah pria yang beberapa waktu lalu ia usir dari apartementnya.
"Bagaimana bisa kau tau kalau aku ada disini?" Tanya Ara seraya menyilangkan kedua tangannya diatas dadanya. "Dan bagaimana bisa kau mendapatkan semua ini dengan sedikit uang yang aku berikan."
Pria itu terkekeh mendengar pertanyaan Ara, seraya menarik tangan Ara untuk memasuki mobilnya.
"Kenapa kau malah ketawa?" Tanya Ara bingung. "Tunggu bodoh, jawablah pertanyaanku dulu!" Pinta Ara dan melepas kasar cekalan tangannya dari pria itu.
"Bagaimana aku tidak tertawa Ara. Aku ini bukan manusia sepertimu. Dengan hanya merapalkan mantra saja beberapa lembar uang mu bertambah banyak. Dan aku bisa mendapatkan yang aku inginkan, termasuk hatimu." Balas pria itu, sedikit menggoda Ara.
Ara berdecak, "Jangan ngarep kau bisa mendapatkan hatiku." Balas Ara.
"Em, kebetulan kau ada disini sekarang. Tolong antar aku ke tempat tujuanku!" Lanjut Ara meminta tolong dengan nadanya dibuat semelas mungkin agar pria itu bisa terkibul. Ara pun membuka pintu mobil dan memasukinya, disusul juga pria itu.
Dan kini mereka didalam mobil.
"Tidak, aku kesini bertujuan untuk mengajakmu ke suatu tempat." Tolaknya.
"Apa kau bilang?" Teriak Ara, seketika pria itu memutup kedua telinganya.
"Jangan memancing emosiku, aku sekarang sedang dalam jam kerja." Timpal Ara.
"Hem, oke-oke. Aku akan mengantarmu ke tempat tujuanmu, tetapi setelah kerjamu selesai, aku ingin kau ikut denganku." Balas Aludra tak mau kalah. Ara pun mengangguk patuh.
***
"Kau tunggu disini saja, jangan ikuti aku!" Pinta Ara keluar dari mobil Aludra yang masih duduk dibangku kemudinya menyaksikan kepergian Ara.
"Permisi tuan, apakah benar gedung ini milik perusahaan Deamartie'z Beauty?" Tanya Ara kepada seorang pria yang tengah menata dekorasi didepan gedung.
"Iya nona." Jawab pria itu.
"Terimakasih tuan." Ara pun berjalan memasuki gedung itu dan ia dapati didalam gedung sudah ramai dengan karyawan yang sibuk menyiapkan perlengkapan untuk pesta nanti malam.
"Nona Deara Pramitta." Panggil seorang pria. Ara pun menoleh mencari sumber suara yang telah memanggilnya.
"Iya tuan." Jawab Ara setelah ia tau kalau yang memanggilnya adalah Andrew asisten Bryan.
Pria bernama Andrew itu berjalan menghampiri Ara.
"Hei Kevin, itu kau tata disana bukan disitu dan itu-itu bunganya jangan yang warna itu. Tuan Bryan tidak suka warna itu, ganti saja warna putih dan tambah warna lainnya asal jangan warna terlalu gelap!"
"Kau juga, emm siapa kau aku lupa." Andrew menunjuk ke salah satu dekorator yang menyiapkan bagian lampu.
"Saya tuan." Balas salah satu pegawai dekorasi.
Andrew menganggukkan kepalanya."Iya kau. Itu lampu-lampunya jangan yang gelap juga."
Andrew menoleh ke Arah samping belakangnya. "Eh, maaf nona Deara. Sebentar ya saya mau urus ini dulu." Ujar Andrew kepada Ara dan dibalas anggukan oleh Ara.
"Hei hei semuanya, kumpul sini. Tuan Bryan aka segera datang untuk briefing kepada kalian."
Semua karyawan pun berlarian menuju ke arah Andrew berada.
"Oke, kalian tunggu ya. Sebentar lagi tuan Bryan datang."
Beberapa menit kemudian Bryan pun datang, ia berjalan menghampiri para kumpulan orang yang telah setia menunggu kedatangannya.
"Selamat pagi semuanya. Saya akan memberikan sedikit pengarahan kepada kalian. Begini ya semuanya, untuk dekorasinya saya sudah memberikan contoh gambarannya kepada kalian. Buatlah semewah mungkin dan terlihat classic, tapi dekorasinya jangan terlihat seperti pesta pernikahan. Untuk bunganya jangan terlalu banyak, cukup taruh saja di pintu masuk pesta. Terakhir, warna lampunya jangan terlalu gelap dan jangan terlalu terang. Yang penting harus terlihat mewah dan elegan. Karena nanti pasti ada banyak pihak stasiun televisi yang akan mendokumentasikan pesta ini."Ujar Bryan menjelaskan.
"Cukup begitu saja saya sampaikan pada kalian. Kalian bisa lanjutkan tugas masing-masing. Dan jika kalian sedikit kebingungan tanyakan saja pada nona Deara atau Andreas." Tutup Bryan mengakhiri briefing.
Para karyawan pun bubar berhamburan melaksanakan tugasnya masing-masing. Sedangkan Ara masih berdiri berdiam diri menunggu intruksi dari Bryan maupun Andrew.
Bryan menoleh ke arah belakang dan mendapati Ara yang tengah berdiri di belakang Andrew.
Ara tersenyum dan menundukkan sebentar kepalanya untuk memberi rasa hormat kepada Bryan.
"Nona Deara, tadi aku mencari mu. Aku pikir mau mengajakmu bersamaku untuk pergi kesini." Ujarnya. "Tapi kamu sepertinya sudah pergi dulu. Naik apa?" Lanjut Bryan bertanya.
"Oh tadi tuan. Saya tadi mau naik taxi atau bus tapi saat di halte tanpa sengaja teman saya menwarkan tumpangannya untuk saya." Jawab Ara.
Bryan mengangguk mengerti, "Ya sudah, saya permisi dulu. Untuk pekerjaanmu sekarang kamu tanyakan saja ke Andrew." Bryan pun berlalu pergi meninggalkan Ara dan Andrew.
"Baik tuan." Balas Ara.
"Nona Deara, saya mau jelaskan mengenai pekerjaan yang akan anda lakukan sekarang. Begini, saya akan menyebutkan segala keperluan apa yang dibutuhkan untuk pesta opening nanti dan nona langsung mencatatnya. Lalu kamu harus menyiapkan keperluan itu dan dibantu karywan lain, saya juga akan membantu kamu." Jelas Andrew, Ara mengangguk mengerti.
Andrew pun menyebutkan keperluan untuk opening nanti dan dicatat oleh Ara.
"Oke nona Deara, saya akan menyiapkan bagian yang saya sebutkan barusan, dan kamu menyiapkan sisanya!" Titah Andrew dan dijawab anggukan mengerti oleh Ara. "Saya permisi dulu tuan."Pamit Ara.
"Oh iya, hampir lupa. Untuk Catering nya kamu pesan di Bravo Restaurant. Bilang pada mereka kalau kita memesan semua menu makanan dan minuman yang ada disana dengan porsi besar, kalau bisa borong saja semua menu yang ada. Katakan pada mereka suruh antar sekitar jam 6 sore nanti. Dan setelah kamu selesai dari restaurant jangan lupa mampir ke toko kue dan camilan, nama toko langganan kita Cake & Snack Mart. Untuk alamatnya akan langsung saya kirim ke nomor ponsel kamu." Jelas Andrew menghentikan langkah Ara.
"Baik tuan. Saya permisi dulu." Balas Ara.
"Aku kira sudah sepaket dengan dekorasinya. Ternyata untuk makanannya harus pesan sendiri ditempat lain." Gumam Ara.
Ara pun memulai kegiatannya dengan membantu dan memberikan arahan kepada beberapa karyawan yang menata meja dan kursi, lalu ia memberi centang ketika pekerjaannya sudah selesai. Selanjutnya ia membantu karyawan lain untuk mentapa bunga dan lampu-lampu yang akan dipasang.
"Maaf tuan, sebaiknya bunga itu jangan ditaruh disitu taruh saja semuanya di pintu masuk menuju pesta." Ujar Ara memberikan arahan dan pria itupun nurut dengan perkataan Ara.
"Permisi nona, untuk lampu nya sebaiknya menggunakan yang bagaimana? Ada warna warninya atau lainnya?" Tanya seorang pria yang terlihat masih seusia Ara, pria itu adalah salah satu anggota dari dekorator.
"Oh untuk lampunya gunakan warna terang." Jawab Ara.
"Tapi nona, tadi tuan Martinez bilang jangan menggunakan warma terlalu terang." Sanggah dekorator itu.
"Kalau boleh, saya ingin tau seperti apa contoh gambar yang diinginkan tuan Bryan emm..maksud saya tuan Martinez." Pinta Ara.
"Ini nona." Dekorator itu memberikan tab-nya yang terdapat gambar contoh dekorasi.
Ara menganggukkan kepalanya, "Begini saja tuan, untuk dekorasi ruangannya gunakan warna coklat keemasan seperti yang ada pada gambar ini dan untuk lampunya menggunakan lampu terang dibagian tengah sebagai lampu utama dan gunakan yang sedikit redup untuk hiasan di setiap sisinya. Dan satu lagi untuk di pintu masuk di tengah pintu gunakan lampu terang, lalu disetiap sisi-sisinya berikan lampu hias warna warni." Jelas Ara memberikan arahan.
"Bagaimana tuan? Apakah anda sudah mengerti?" Lanjut Ara. Ia pun menghelakan napas, mengatur napasnya.
Dekorator itu mengangguk mengerti. "Kalau begitu saya permisi nona." Ara menganggukkan kepalanya.
2 jam kemudian, dekorasi ruangannya telah selesai. Meja dan kursi sudah tertata rapi, hiasan-hiasan juga sudah selesai dan tertata. Tinggal 2 pekerjaan yang belum ia selesaikan, order cantering dan membeli kue.
Akhirnya Ara bisa sedikit bernapas lega, karena pekerjaannya didalam ruangan sudah selesai dan suhu dalam ruangan terasa panas. Karena cuaca saat ini memang tampak panas. Apalagi hari sudah mulai siang.
Ara melirik ke jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Jam menunjukkan pukul 11 siang. Tidak lupa ia juga melaporkan kepada Bryan atau Andrew bahwa pekerjaannya sudah selesai.
Selanjutnya ia pergi keluar untuk melanjutkan pekerjaan lainnya.
"Dimana pria aneh tadi?" Gumam Ara celingukan mencari keberadaan Aludra.
Puk, pundak Ara ditepuk oleh seseorang. Ara pun terkejut dan ia menengok kebelakang memastikan siapa orang yang telah membuatnya terkejut.
"Kau!"
"Sepertinya tadi ada seseorang yang mencariku." Ledek Seseorang yang mengagetkan Ara tadi.
"Tid....tidak, aku tidak mencarimu." Jawab Ara gagu.
"Benarkah?" Godanya lagi.
"Aku bilang tidak ya tidak Aludra." Bentak Ara.
"Iya iya." Balas Aludra.
"Emm, Ke..kebutalan kau ada disini. Aku mau minta tolong antar aku ke alamat ini." Ujar Ara minta tolong seraya menunjukkan alamat yang tertera diponselnya yang sudah Andrew kirim.
"Kau taukan alamat ini?" Tanya Ara.
Aludra mengangguk dan menarik tangan Ara untuk mengikuti langkahnya.
"Woi, Aludra. Aku juga punya mata dan kaki. Tanpa kau tarik tanganku aku akan mengkutimu." Ucap Ara sedikit kesal.
"Maaf." Ucap Aludra singkat seraya melepaskan cekalan tangannya kepada Ara.
Ara dan Aludra pun memasuki mobil, lalu melaju meninggalkan gedung tempat opening store.
***
4 jam kemudian
"Saya permisi dulu kalau gitu tuan." Pamit Ara kepada Bryan dan Andrew.
Andrew menganggukkan kepalanya pelan, sedangkan Bryan masih diam entah apa yang dipikirkannya.
"Tunggu nona Deara!" Titah Bryan menghentikan langkah Ara yang akan keluar dari ruangan Bryan.
Ara pun menghentikan langkah kaki nya dan berbalik menghadap ke Bryan.
"Ada yang bisa saya bantu tuan?" Tanya Ara dengan senyumnya yang mengembang.
"Maafkan saya untuk yang kemarin." Balas Bryan.
"Maaf untuk apa tuan?"
"Kemarin. Karena aku memarahimu saat rapat dan saat jam pulang."
Ara menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak apa-apa tuan. Memang saya yang salah."
"Hemm, iya. Kamu mau pulangkan?"
"Iya tuan, saya mau pulang."
"Bagaimana kalau saya antar kamu. Lagian jalannya juga searah." Kata Bryan menawari Ara untuk pulang bersamanya.
"Maaf tuan, tidak usah. Lagian rumah saya dekat dari kantor. Dan di luar sana teman saya sudah menunggu."
Bryan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Oh iya?" Balasnya.
"Kalau tuan tidak ada perlu lagi saya permisi dulu tuan. Teman saya sudah menunggu." Pamit Ara untuk yang kedua kalinya.
"Iya nona Deara. Hati-hati di jalan." Balas Bryan.
Ara pun keluar dari ruangan Bryan. Dengan tatapan Bryan yang tak hentinya tanpa mengalihkan pandagannya hingga punggung Ara sudah tak terlihat.
"Apa kau masih belum berani untuk mengatakannya?" Tanya Andrew membuyarkan lamunan Bryan dengan menatap ke arah pintu.
"Belum. Aku takut, aku belum siap untuk mengatakannya, jika aku mengatakannya dia akan kecewa padaku. Tapi saat sikap dia seperti orang asing dari bawahan ke atasannya, aku sungguh merasa bersalah kepada dia. Aku sekarang bingung harus bagaimana." Jawab Bryan dengan nada sedihnya.
Andrew mendekatkan dirinya pada Bryan, lalu menepuk pundak Bryan pelan bertujuan untuk memberikan ketenangan pada Bryan.
"Tunggu saja waktu yang tepat. Untuk sekarang biarkan mengalir saja seperti biasa. Kau juga pernah bilang, dia juga mengalami kecelakaan dihari yang sama sepertimu, bahkan kecelakaannya cukup parah hingga membuatnya kehilangan ingatannya yang sebagian dan membuat kedua orang tuanya meninggal." Tutur Andrew dan di balas anggukan oleh Bryan.
"Aku takut jika dia tau, dia akan mengalami syok berat."
"Kau harus tenang." Tutur Andrew.