Arya terdiam beberapa saat ketika Valerie masuk ke dalam mobilnya dalam keadaan sedikit menyedihkan. Mata Valerie sangat-sangat sembab, bahkan kini Valerie seperti tidak membuka matanya saking bengkaknya lipatan mata dia.
"Kamu... nangis berapa jam?" Tanya Arya yang masih dengan wajah terkejutnya.
Valerie menghela nafasnya sembari mengompres kedua matanya. "Gatau, yang jelas lama" jawab Valerie kemudian memalingkan wajahnya dari Arya.
"Kira-kira, saya perlu tau alesan kenapa kamu nangis?"
"Jalan aja dulu.. kamu bilang perjalanan ke rumah ibu kamu jauh kan?" Ucap Valerie, memang hari ini Arya mengajak Valerie untuk mengunjungi ibunya. Tepat saat cafe Valerie tutup, dan pekerjaan Arya juga sedang tidak banyak, laki-laki itu langsung saja mengajak Valerie untuk mengunjungi ibunya.
Setelahnya, Arya pun langsung melajukan mobilnya meninggalkan rumah Valerie.
"Jadi.. kamu kenapa?" Tanya Arya saat mobilnya sudah keluar dari komplek perumahannya Valerie.
"Kemarin ibu saya dateng. Kalau aja saya ga inget sama omongan kamu, saya pasti udah pergi dan gamau ketemu sama ibu saya. Tapi pada akhirnya saya tetep nyamperin, dan ada sedikit perasaan menyesal kenapa saya malah nyamperin dia" ucap Valerie sambil merubah posisi duduknya menghadap Arya.
"But you did it Val, dan itu bagus.. kamu ngalahin ego kamu pada akhirnya. Demi kita juga bukan? Like i said before.."
"Iya.. tapi tetep aja berakhir dengan ga bagus. Saya marah-marah sama ibu saya, tapi bukan marah yang gimana. Cuman karena ibu saya ngomong saya egois, jadinya saya kepancing"
"dan itu yang bikin kamu nangis?" Tanya Arya, kemudian Valerie menganggukkan kepalanya.
"Saya sakit hati juga kesel. Kemaren saya udah gakuat lagi nahan kesel, sampe-sampe dada saya tu sesek terus kepala saya juga pusing.. saya pengen teriak, tapi yang bisa saya lakuin cuman nangis"
Setelah Valerie menyelesaikan ucapannya, tangan Arya yang satunya meraih tangan Valerie lalu digenggamnya erat memberikan semua kekuatan untuk Valerie. "Gapapa, kamu nangis gapapa. Tapi jangan terus berlarut karena takutnya malah jadi stress ke kamunya.. awal-awal mungkin kamu masih terus kebawa emosi, tapi percaya sama saya... semakin sering kamu menghadapi ibu kamu, maka kamu juga jadi semakin terbiasa"
"Iya.. kayanya emang karena saya gapernah ketemu sama ibu saya, jadi tiap kali ketemu bawaannya saya tu pengen marah aja terus. Tapi Arya... kayanya ayah kamu udah ngomong sama ibu saya. Dia ngomong saya egois itu ada kaitannya soal pernikahan"
"Ibu kamu bilang apa?"
"Ibu saya bilang kalau saya egois itu karena saya gamau ngebiarin dia bahagia sama ayah kamu. Karena saya kekeuh pengen mertahanin 'hubungan' saya sama kamu"
Mendengar ucapan Valerie barusan, Arya mengangguk-anggukkan kepalanya berkali-kali. "Good.. kamu udah mulai luwes sama sandiwara kita sekarang. Dan soal itu, ayah saya pasti bakal ngomong sama ibu kamu. Gamungkin engga.." bales Arya.
"Kamu mau tau sesuatu ga Val?" Lanjut Arya lagi.
"Apa?"
"Waktu saya pulang dari rumah kamu, ayah saya lagi-lagi marah dan kamu tau apa yang terjadi setelahnya. Tapi.. saya juga bilang sama ayah saya kalau kamu benci sama dia. Kamu tau reaksi ayah saya gimana? Dia diem.."
"Diem kenapa?"
"Well, saya gatau alasan ayah saya diam itu kenapa. Tapi.. saya pikir itu pertanda yang bagus"
Valerie justru hanya diam, dia tidak membalas ucapannya Arya karena Valerie rasa yang dimaksud dengan pertanda bagus buat Arya bukan lah yang sebenarnya. Yang Valerie rasakan justru pak Heri sedang merencanakan sesuatu yang sekiranya dapat menghancurkan semua pertahanan dirinya dan juga Arya.
Karena jika Valerie melihat wajah pak Heri, itu sudah seperti orang yang sudah memiliki 1001 rencana jahatnya dan siap di eksekusi.
"Tapi kita harus semakin kuat Val, kita harus bangun kemistri kita sebaik mungkin. Karena saya yakin, kalau ayah saya juga sedang merencanakan sesuatu" lanjut Arya lagi yang ternyata dirinya punya pemikiran yang sama seperti Valerie.
"Kalau gitu kita harus gimana? Lagipula kan kita sendiri juga jarang banget yang namanya ketemu sama mereka. Well, kamu mungkin masih bisa keitung sering karena kamu masih suka ke rumah ayah kamu. Tapi saya? Rumahnya sekarang dimana aja saya gatau.."
"Kamu bener juga.. kalau gitu saya bakal cari tau dulu, apa yang lagi ayah saya rencanakan. Setelahnya baru saya pikirin lagi kita harus gimana. Yang jelas... minggu depan kamu harus ikut saya"
"Kemana?"
"Minggu depan ulang taun perusahaan saya, dan kita bikin pesta. Ayah saya akan hadir disana, saya pikir saat itu waktu yang tepat buat kita untuk lebih show off. Tapi Val.."
"Kenapa?"
"Kamu siap kan kalau seandainya saya perkenalkan kamu sebagai pasangan saya dihadapan semua orang?"
--
Setelah menempuh jarak cukup jauh dan memakan waktu sekitar 2 jam. Akhirnya Arya dan juga Valerie tiba di salah satu desa yang menjadi tempat tinggal ibunya Arya.
Namun mereka belum sampai di rumahnya, hanya saja mobil Arya memang sudah terparkir dengan sempurna di salah satu lapangan yang dekat dengan balai desa, sehabis dari situ mereka akan menempuh jalanannya dengan jalan kaki.
"Tujuan ayah kamu sebenernya nempatin ibu kamu di wilayah ini tu apa?" Tanya Valerie sembari matanya terus menatap sekitar. Pertama kalinya buat Valerie melihat penduduk desa yang sangat sederhana, dan itu menjadi hiburan baru bagi Valerie.
"Supaya gaada yang tau. Termasuk saya.."
"Maksudnya?"
"Pada intinya, ayah saya itu kaya mau ngelindungin ibu saya tapi juga sekalian mengasingkan ibu saya. Makanya ditempatinnya jauh, dan lagi ayah saya juga selama ini gatau kalau saya sering kesini" jelas Arya membuat Valerie menganggukkan kepalanya mengerti.
"Saya rasa ibu kamu lebih bahagia tinggal disini. Saya bisa ngerasain kalau penduduk sini pasti ramah-ramah" ucap Valerie yang sudah tersenyum beberapa kali kepada penduduk desa yang berkontak mata dengannya. Jika di kota, Valerie hanya akan seperti ini kepada pelanggannya saja.
"Kamu betul. Ibu saya emang betah banget di sini, tetangga-tetangga sekitar rumahnya pun ramah dan juga peduli sama ibu saya"
"Syukur kalau gitu.. kamu jadi ga khawatir kalau ibu kamu ditinggal sendirian pun" ujar Valerie dan diberikan jempol oleh Arya karena dirinya setuju dengan ucapan Valerie barusan.
Setelah berjalan kurang lebih 10 menit, langkah kaki Arya tiba-tiba saja terhenti di depan sebuah warung yang terdapat sekumpulan ibu-ibu sedang bercengkrama.
Salah satu dari ibu-ibu itu menyadari keberadaan Arya dan juga Valerie. Sontak beliau langsung menyenggol lengan ibu-ibu lainnya lagi yang duduk di depannya.
"Bu mariska.. itu anaknya dateng. Sama siapa tapi? Pacarnya bukan?" Sontak ibunya Arya pun membalikkan badannya, melihat putra kesayangannya dan juga perempuan asing.
"Kamu pacarnya Arya?"