Arya memberhentikan mobilnya dengan sempurna di depan rumahnya Valerie. Namun, saat Valerie sudah mengucapkan terima kasih dan hendak membuka pintu mobil, oleh Arya pintunya kembali dikunci.
Otomatis Valerie menolehkan kepalanya menatap Arya bingung sambil tangannya yang masih berada di handle pintu.
"Kenapa?" Tanya Valerie bingung.
"Tadinya saya pikir selama di jalan tadi kita bisa ngobrol soal tadi. Tapi waktu saya ngeliat muka kamu rasa-rasanya ga pas, jadi kalau seandainya besok pagi saya jemput kamu boleh?" Valerie memejamkan matanya erat diikuti helaan nafas yang keluar dari mulutnya, dia sedikit merasa bersalah kepada Arya karena memang sedari tadi selama di jalan Valerie terus diam. Bahkan Arya sempat akan memulai pembicaraan tetapi tidak Valerie gubris sama sekali.
"Maaf ya Arya, saya gatau kenapa lagi-"
"Iya Valerie, saya ngerti ko.." potong Arya sambil tersenyum lembut.
"Saya cuman mau minta maaf aja sama kamu kalau seandainya selama di rumah saya tadi ada hal-hal yang mengganggu pikiran kamu atau bikin kamu tersinggung, karena ya.. seperti yang udah kamu tau orang-orang di rumah ayah saya itu seperti apa" lanjut Arya lagi.
"Iya Arya... saya ngerti ko" bales Valerie diikuti dengan senyumannya yang terlihat sekali ada paksaan disana. Arya bisa melihat itu.
"Yaudah, kamu masuk aja.. istirahat. Dan Val.."
"Ya?"
"Saya mohon jangan banyak mikirin yang ga perlu"
--
Sayangnya ucapan Arya lagi-lagi tidak di gubris oleh Valerie. Karena pada kenyataannya pikiran Valerie terlalu liar sampai-sampai dirinya tidak bisa tidur, mungkin hanya beberapa jam saja karena pagi-pagi Valerie harus sudah bangun lagi untuk bekerja tentu saja.
Valerie menatap dirinya di pantulan kaca, merasa ngeri karena kantung matanya yang kini sedikit menghitam akibat kurang tidur.
"Kenapa harus kentara banget sih itemnya" gumam Valerie pada dirinya sendiri, lalu diapun segera membasuh mukanya.
Sesuai dengan janji Arya tadi malam, dirinya sudah siap di depan rumah Valerie dengan stelan yang masih menggunakan baju tidur. Mengingat hari ini adalah hari minggu dan juga masih terlalu pagi, sehingga Arya terlalu malas untuk membuat dirinya rapih saat ini.
Beberapa menit kemudian, Valerie keluar dari rumahnya lalu segera masuk ke dalam mobil Arya. Dirinya sempat terdiam beberapa saat karena terkejut dengan penampilan Arya saat ini, cukup berantakan ketimbang biasanya.
"Kamu.... mandi ga?" Tanya Valerie seraya menarik sabun pengaman.
Arya tersenyum mendengar pertanyaan Valerie, lalu dia menggelengkan kepalanya. "Engga, ini terlalu pagi buat saya. Jadi saya cuman cuci muka sama gosok gigi aja" jawab Arya apa adanya.
"Yaudah deh, yang penting kamu ga bau aja"
"Saya ga mandi 2 bulan pun masih wangi ya Valerie"
--
Sebelum mengantarkan Valerie ke Cafe, Arya sempat mengajak Valerie untuk mampir sarapam terlebih dahulu, cukup dengan bubur pinggir jalan yang terlihat sangat ramai dengan pembeli menjadi pilihan Arya. Karena menurut Arya kalau tukang dagang makanan ramai sama pembali itu berarti enak.
"Nih, hati-hati awas panas" ucap Arya kepada Valerie sambil menyerahkan semangkok bubur kepadanya.
"Ngomong-ngomong... kamu kayanya kurang tidur ya? Kenapa?" Tanya Arya sambil menunjuk matanya Valerie.
"Gatau, saya susah tidur aja semalem" jawab Valerie asal.
"Tuhkan.. kamu kayanya ga dengerin omongan saya ya? Kan saya udah bilang, jangan mikirin hal yang ga penting.. kamu terlalu overthinking Valerie"
"Iya, saya tau.. cuman, tadi malem emang bener-bener bikin saya gusar banget. Makanya selama jalan pulang dari rumah kamu saya diem terus"
"Kenapa emangnya? Apa yang ngeganggu pikiran kamu? Alana lagi? Tadi malem waktu kamu ditinggal sama saya, Alana nyamperin kamu?"
Sontak Valerie pun menggelengkan kepalanya, "bukan.. bukan Alana, tapi Anya"
Pergerakan Arya yang hendak menyuapkan bubur ke dalam mulutnya pun terhenti, dirinya langsung menatap Valerie sambil memberikan kode untuk meminta Valerie lanjut menjelaskan.
"Tadi malem... mamanya Anya tanya-tanya sama saya soal kita, dan Anya gasuka. Menurut Anya pertanyaan mamanya itu terlalu berlebihan dan sedikit mengganggu privasi kita berdua, well.. saya akui itu. Saya emang agak ga nyaman sama mamanya Anya semalem"
"Tapi.. yang terus mengganggu pikiran saya sampe sekarang itu justru kata-kata dari Anya waktu dia ngebelain saya dari mamanya. Pada intinya Anya bilang kalau saya itu orangnya baik dan dia sayang sama saya, kamu tau Arya.. hati saya sakit banget waktu denger itu. Saya ngerasanya udah kaya orang jahat karena ngebohong sama Anya, dan banyak nutupin sesuatu dari Anya padahal dia sendiri se percaya itu sama saya untuk ceritain masalahnya kaya kamu. Jadi ya.. itu, Anya yang bikin saya begini" cerita Valerie yang kini tengah menundukkan kepalanya sambil mengaduk-aduk buburnya tanpa berniat untuk menyuapkannya kembali.
Namun yang menjadi perhatian Arya adalah suaranya Valerie yang sedikit bergetar saat dirinya tengah berbicara, tangannya Arya terulur untuk menepuk-nepuk bahunya Valerie pelan. Lalu setelahnya dia meraih tangan Valerie juga untuk di genggamnya.
"Saya ngerti perasaan kamu sekarang itu gimana, karena saya juga sebenernya ngerasain hal itu juga. Cuman.. saya minta sama kamu untuk jangan terlalu pikirin soal Anya, apalagi Alana. Lupakan itu semua, cukup fokus aja dulu sama tujuan kita. Karena saya takutnya kalau kamu merasa terganggu terus seperti ini, kedepannya malah bisa jadi boomerang buat kita, jadi saya mohon lupain ya Val.. lagipula kalaupun tujuan kita tercapai, balik lagi untuk Anya juga kan? Bukan untuk kita berdua lagi.. jadi kamu bisa kan?"
Valerie terdiam beberapa saat, kemudian dirinya menganggukkan kepala mengiyahkan ucapannya Arya.
Karena mau bagaimanapun juga, ucapan Arya yang barusan ada benarnya. Jika Valerie terus saja merasa khawatir, dirinya bisa jadi melupakan tujuan awal dia dan Arya itu apa.
"Saya usahain"
"Oke, good" bales Arya sambil tersenyum kemudian dia melepaskan genggaman tangannya.
"Terus.. yang mau kamu obrolin itu apa?" tanya Valerie yang lagi-lagi Arya tersenyum membalasnya.
"Saya pikir kita udah satu langkah di depan.."
"Maksud kamu?"
"Tujuan saya ngajak kamu untuk makan malam di rumah ayah saya itu memang untuk memancing dia bukan? Dan itu berhasil"
"Tadi malem sewaktu saya dipanggil ke ruangan kerjanya, dia marah-marah sama saya karena saya macarin kamu. Dia bilang kalau saya nantinya malah malu-maluin dia lalu dia ngancem saya ini itu, tapi saya ga takut. Justru saya malah seneng karena dia bisa terpancing juga"
"Setelah kemarin, saya yakin ayah saya pasti akan bilang sama ibu kamu. Ayah saya emang sedikit meracau akan mengancam kita berdua, tapi kamu gausah takut soal itu. Yang harusnya kamu persiapkan justru banyak-banyak argumen untuk sandiwara kita disaat ayah saya atau bahkan ibu kamu menemui kamu, karena saya yakin mereka pasti bakal sering datengin kita berdua untuk meminta penjelasan"
"Dari mana kamu yakin kalau mereka bakal nyamperin kita?"
"Valerie.. saya tau ayah saya itu gimana orangnya. Jadi saya udah hafal setiap pergerakannya dia disaat-saat seperti ini"