Dengan mantap Valerie melangkahkan kakinya keluar dari lift menyusuri lorong apartement. Langkah kakinya berhenti di depan sebuah unit yang belum pernah dia kunjungi setelah pemiliknya pindah.
Valerie memencet bel kemudian mengetuk pintu unit apartement tersebut dua kali. Tidak perlu waktu lama, pintu pun terbuka dan muncul Arya disana yang masih mengenakan stelan formalnya.
"Hai.." sapa Arya sambil tersenyum canggung. Begitupun dengan Valerie, dirinya hanya membalas sapaan Arya dengan senyuman yang tak kalah canggungnya.
"Eum.. ayo masuk"
"Makasih"
--
Setelah keduanya sudah duduk dengan nyaman di sofa, baik Arya maupun Valerie masih sama-sama enggan untuk bersuara. Valerie yang semula sudah sangat mantap untuk bertemu dengan Arya seketika kemantapannya itu menghilang dalam sekejap saat dirinya melihat Arya.
Sama halnya dengan Arya, dirinya masih sangat canggung bertemu dengan Valerie. Walaupun memang dia juga menyetujui ajakan Valerie dan menyarankan apartementnya lah yang menjadi tempat mereka untuk bertemu. Tapi semua kecanggungan yang ada di dalam dirinya masih belum menghilang.
"Kamu... apa.. kabar?" Tanya Valerie yang akhirnya membuka suara setelah cukup lama mereka berdua larut dalam keheningan.
"Baik.. kamu sendiri?"
"Mencoba untuk tetap baik" jawab Valerie sambil menundukkan kepalanya.
"Valerie.." panggil Arya dengan suara yang pelan. Tapi masih bisa Valerie dengar dengan sangat baik.
"Ya? Kenapa?"
"Kayanya.. kita jadi canggung ya? Setelah... hari itu" Valerie langsung tersenyum simpul kemudian menganggukkan kepalanya.
"Iya.. kalau boleh jujur, saya ngajak kamu ketemu pun karena saran Andrea. Karena kalau bukan karena dia, saya gaakan ngehubungin kamu kemarin."
"Iya, saya mengerti Valerie. Kita lagi ada di situasi yang sama.. saya juga kalau jadi kamu pasti bakal ngelakuin hal yang sama" bales Andrea.
"cuman.. saya juga berterima kasih atas saran Andrea itu. Dia emang ga maksa saya untuk mengiyahkan saran dia, tapi setelah saya pikir lagi.. dia ada benernya. Saya rasa emang harus bicarain soal ini sama kamu Arya"
"Saya minta maaf Valerie.. saya disini sebagai laki-laki harusnya bisa lebih gentle, saya yang harusnya ngehubungin kamu lebih dulu. Tapi disini justru malah kamu yang lebih dulu ngehubungin saya" ujar Arya sambil meremat gelas yang sedang dipegangnya.
"Arya.. ini bukan soal gentle atau siapa yang harus lebih dulu. So you don't have to..."
"Terima kasih atas pengertian kamu Valerie, tapi saya tetap ingin menyampaikan maaf saya kepada kamu.. karena kalau boleh saya jujur, saya sebenernya malu untuk bertemu sama kamu setelah kejadian itu"
"Well, kayanya saya sama kamu sama-sama takut untuk saling bertemu. Tapi karena kita sudah ada disini sekarang, jadi... ada yang mau kamu tanyain sesuatu sama saya? Kalau gaada, saya mau tanya sesuatu sama kamu"
"Ladies First.."
"Oke, kalau gitu.. saya pengen tau apa yang kamu pikirin waktu kejadian itu. Karena kalau untuk saya pribadi.. saya kaget banget dan pikiran saya sempet kacau. Jujur aja Arya, saya benci sama ayah kamu.. saya benci sama semua orang yang ada kaitannya dengan ibu saya karena mereka pasti akan mengganggu saya, dan saya sangat benci itu" ungkap Valerie dengan sangat lugas.
Setidaknya Valerie sudah menyampaikan apa yang dia rasakan selama ini, walaupun kata-kata tersebut terkesan menyakitkan. Karena Valerie secara terang-terangan mengatakan ketidak sukaannya kepada Ayahnya Arya yang soon to be akan menikah dengan ibunya.
Namun reaksi yang Arya berikan justru bertolak belakang dengan yang Valerie kira. Arya memberikan sebuah senyuman yang menunjukkan kalau dirinya suka juga sependapat dengan ucapan Valerie barusan.
"Kamu tau kan kondisi saya sama keluarga saya itu gimana?" Ucap Arya dan dibales dengan anggukkan kepala ragu oleh Valerie.
"Saya juga benci sama ayah saya Valerie, dan waktu hari itu saya juga sama kagetnya kaya kamu. Tapi rasa kaget saya langsung berubah jadi rasa malu, saya malu sama kamu. Benar-bener malu" ucap Arya menatap Valerie dalam. Senyuman yang dia tunjukan tadi pun berubah menjadi senyuman yang cenderung sendu.
"Saya juga langsung sadar kalau kedatangan ayah saya kerumah kamu itu bukan tanpa sebab. Pasti ayah saya ada kaitannya dengan keluarga kamu, saya tau ayah saya itu seperti apa orangnya. Maka dari itu saya merasa malu sama kamu, karena saya rasa keberadaan ayah saya disini merusak hubungan keluarga kamu" lanjut Arya lagi.
Selama Arya berbicara, Valerie mendengarkan setiap tutur katanya dengan sangat baik. Valerie merasa dirinya dan juga Arya benar-benar terjebak di situasi yang sama. Memiliki masalah keluarga yang cukup pelik membuat mereka sama-sama bisa saling memahami satu sama lainnya.
"menurut saya kamu salah Arya..." bales Valerie. Mendengar itu Arya pun langsung menatap Valerie dengan tatapan penuh tanya. Sementara Valerie memberikan reaksi yang cukup tenang, dirinya bahkan sempat menyesap minumannya terlebih dahulu.
"Maksud kamu?"
"Mungkin saya emang gapernah cerita tentang apapun soal saya ke kamu. Makanya kamu berspekulasi seperti itu, tapi sayangnya kamu salah.."
"Salah gimana?"
"Mungkin kamu emang sempet denger sedikit soal permasalahan saya sama ibu saya tempo hari. Tapi Arya, rusaknya hubungan saya dengan ibu saya itu udah dari lama. Jauh sebelum ibu saya kenal sama ayah kamu"
"Jadi.. maksud kamu-"
"Yes, kita punya masalah yang sama Arya. Kita punya masalah keluarga yang sama.. ayah kamu menikah berkali-kali, ibu saya pun sama. Kamu benci dengan ayah kamu, saya pun begitu Arya.." ungkap Valerie. Mendengar itu, Arya hanya bisa menunjukkan ekspresi terkejut dan juga bingung. Tidak terpikirkan sama sekali oleh dirinya kalau hidup Valerie yang terkesan normal-normal saja menurut diinya sendiri ternyata tidak berbeda jauh dengan dirinya. Bahkan cenderung sama.
Mungkin memang itu perlunya tidak menghakimi seseorang hanya dengan tampilan luarnya saja.
Valerie terkekeh melihat reaksi dari Arya, "gausah se kaget itu Arya... itu hal yang harusnya menurut kamu biasa aja"
"Saya justru kaget Valerie, karena yang saya liat kamu tu biasa-biasa aja. Ternyata kamu bener, kamu sama saya punya banyak kesamaan"
"Like what i said... kita sama Arya, jadi menurut saya kamu gausah merasa malu atau merasa bersalah atau apapun itu. Don't be Arya.."
"Tapi.. mau gimanapun juga tetep aja ada bedanya. Kamu ga ngalamin hubungan terlarang kaya saya" celetuk Arya yang mengundang tawa dari keduanya, menghancurkan atmosfir canggung antara keduanya.
"Fyi, saya gapernah tau ibu saya punya anak atau engga dari pernikahan sebelumnya. Kalau seandainya saya tau mungkin saya bisa kaya kamu.."
"Ya jangan lah! Jatuh cinta itu ga seindah yang kamu kira Valerie"
"I know.. jatuh cinta itu bukan cuman sama pasangan aja bukan? Bisa sama siapapun.. dan saya sudah merasakan itu, termasuk rasa sakitnya juga. Percayalah Arya, dikhianti sama keluarga sendiri itu lebih menyakitkan.." saut Valerie yang dibales dengan anggukkan kepala setuju oleh Arya.
Hening sebentar, mereka berdua diam dan terfokus dengan pikirannya masing-masing. Sampai dimana suara Arya mengintrupsi Valerie.
"Valerie, saya tiba-tiba kepikiran sesuatu"
"Apa?"
"Sebelumnya saya mau tanya sama kamu.. apa kamu mau orang tua kita menikah?"