Chereads / It's A Secret Mission / Chapter 73 - Seventy Three

Chapter 73 - Seventy Three

Saat om Farhan bertanya seperti itu, aku langsung saja terisak. Aku benar-benar sudah pusing dan tidak bisa lagi menahan kekesalan yang sudah memuncak di hati aku sekarang ini.

Om Farhan dengan panik langsung saja menenangkan aku. Tangan om Farhan terus saja mengusap kepala aku dengan maksud menenangkan, tapi yang ada tangisanku semakin menjadi dari yang sebelumnya.

"Val, kita masuk ke dalem ya. Gaenak kalau disini, nanti tetangga pada denger" ucap om Farhan dengan nada yang khawatir.

Aku tidak menjawab ucapan om Farhan, tapi om Farhan langsung membantu aku untuk berdiri dan menggiring aku masuk ke dalam rumah.

Begitu di dalem rumah, aku sempat mendengar suara tante Sarah dan juga Fanya yang bertanya mengapa aku menangis. Tapi setelahnya tidak ada lagi balesan dari mereka, mungkin om Farhan mengatakan sesuatu kepada mereka.

Saat sudah di dalam kamar, om Farhan mendudukkan aku di atas kasur sementara om Farhan beringsut di hadapanku. Tangisanku yang tadi sempat meredak kini semakin kencang lagi karena aku sudah berada di kamar dan aku tidak peduli dengan suara yang ditimbulkan akan sekencang apa.

Om Farhan tidak henti-hentinya menepuk-nepuk tanganku, tangan om Farhan juga terulur untuk mengusap pundakku lembut.

Beliau membiarkan aku menangis sampai aku puas, dan aku pun memanfaatkan waktu ini, aku menangis sejadi-jadinya.

--

Tante Sarah menyodorkan aku segelas air putih hangat. Langsung saja aku raih dan aku teguk sampai menyisakan setengah gelas, kemudian aku taruh di atas meja samping kasur ku.

Aku menarik nafas sedalam mungkin kemudian ku hembuskan perlahan. Mataku bergantian menatap om Farhan, tante Sarah juga Fanya yang kini masih menatapku khawatir.

"Kamu mau om telfonin ayah kamu?" Tanya om Farhan yang aku bales dengan gelengan kepala sembari tersenyum simpul.

"Gausah om.. ayah jam segini pasti udah tidur. Aku gamau bikin ayah khawatir" balesku.

"Val mau minta maaf sama om, tante sama kamu juga Fan. Maaf Val udah bikin kalian semua khawatir" lanjutku lagi seraya menundukkan kepala. Karena aku benar-benar merasa bersalah sama mereka bertiga, mereka terlalu khawatir padahal aku nangis pun bukan karena masalah yang pelik.

"Gapapa ka, tapi kakak kenapa deh? Sumpah ya.. initu pertama kali Fanya denger kakak nangis, dan nangisnya kaya gitu." Ucap Fanya sembari meraih kedua tangan aku untuk dia genggam.

"Maafin kakak ya Fan.."

"Kakak ngapain minta maaf sih? Orang ga salah juga. Cuman aku minta sama kakak, jangan nangis kaya tadi lagi ya ka.. aku ngeri dengernya" ujar Fanya yang masih memasang muka khawatir. Sementara aku hanya tersenyum tipis dan menyandarkan kepalaku ke kepalanya Fanya.

Setelahnya aku melirik tante Sarah dan juga om Farhan. "Om.. tante.. maafin Valerie" ucapku lagi kini meminta maaf kepada om Farhan dan juga tante Sarah.

"Udah Val.. kamu gausah minta maaf. Tapi bener, itu kamu kenapa?" Timpal tante Sarah sembari mengusap pipiku lembut.

"Valerie tu tadi nangi cuman karena kesel tan.. tapi Val keselnya itu sampe dada Val sesek terus kepala Val juga pusing. Valerie tadi tiba-tiba keingetan sesuatu, terus perasaan kesel Val kerasa lagi sampe akhirnya Val nangis. Karena cuman itu yang bisa Val lakuin" ujarku.

"Emang kamu kesel kenapa? Apa yang bikin kamu kesel?" Kali ini om Farhan yang bertanya. Sampai dengan hari ini om Farhan memang belum masuk kerja karena kondisi beliau masih kurang fit, maka dari itu om Farhan gatau menau soal kedatangan ibu tadi sore.

"Tadi sore... ibu dateng ke cafe" jawabanku sontak membuat tante Sarah dan juga om Farhan terkejut.

"Fanya.. kamu bisa keluar dulu sebentar nak? Ibu sama ayah mau ngobrol dulu sama kakakmu" titah om Farhan, Fanya pun langsung nurut kemudian dia pergi dari kamar aku.

Setelah Fanya keluar, aku kembali menatap tante Sarah dan juga om Farhan. "Ibu tadi tiba-tiba dateng. Dan om sama tante pun bisa tebak apa yang bakal di bahas sama ibu"

"Pernikahan?" Tebak tante Sarah yang aku bales dengan anggukkan.

"Yang bikin aku kesel itu karena ibu dengan gatau dirinya bilang aku... egois" jawabku yang tanpa sadar menangis lagi. Air mataku kembali menetes karena mengingat ibu yang mengatakan kalau aku ini egois, rasanya aku benar-benar ingin berteriak di depan mukanya atau kalau perlu aku siram mukanya pakai air. Aku benar-benar tidak peduli dengan anggapan tidak sopan atau bahkan durhaka, karena untuk aku pribadi, aku sudah tidak menganggap perempuan itu sebagai ibuku lagi.

"Udah.. jangan nangis" ucap tante Sara sambil menarik aku untuk masuk kedalam pelukannya.

"Aku kesel om.. tan.. ibu dengan santainya bilang aku egois, terus kalau aku egois dia sendiri apa? Dia selama ini ngapain? Berbuat kebaikan? Peduli sama aku? Kan engga" ujarku kembali terisak.

"Dari kecil aku gapernah diperhatiin sama dia, dia juga gapernah sekalipun peduli sama aku. Dia nelantarin aku, main api dari ayah sampe ayah ninggalin aku sama dia. Dia juga gapeduli gimana struglenya aku, susahnya aku ngadepin dunia yang kejam ini sendirian. Apa dia peduli sama itu semua? Engga om.. tan... tapi dia malah bilang kalau aku egois. Udah kurang apa lagi aku selama ini?" Lanjutku lagi. Dada aku, yang sebelumnya udah merasa baik, kini kembali sesak. Rasa sesak itu datang lagi karena kekesalan yang kembali memuncak, tapi aku tidak bisa melakukan apapun selain menangis.

Aku masih punya akal dan tidak akan segila itu jika harus berteriak di dalam rumah.

"Tujuan ibu kamu dateng ke cafe itu cuman mau bilang itu aja? Kalian gaada pembahasan lain lagi?" Tanya om Farhan.

"sebelumnya ibu juga bilang. Kalau dia nentang hubungan aku sama Arya, Lagipula apa peduli mereka soal kita? Aku nentang ibu dan ya.. setelah itu ibu bilang kalau aku egois"

Om Farhan dan juga tante Sarah hanya menghela nafasnya panjang. Mereka berdua tidak menanggapi ucapanku barusan, mereka hanya sibuk menenangkan aku yang masih terisak.

Dirasa aku sudah kembali tenang, tante Sarah kembali mengambil gelas yang barusan kepadaku. Lalu aku tegak sampai habis,

"Udah.. untuk sekarang kamu lupain aja soal ini. Om sama tante gamau kamu jadi stress Valerie, lupain semua kejadian tadi sore. Gausah kamu pikirin lagi. Oke?"ucap tante Sarah sembari mengusap kepalaku lembut, sementara aku hanya menganggukkan kepala kecil, karena sejujurnya aku sudah kelelahan karena terus menangis. aku juga merasakan perih di mata, mungkin mata aku saat ini sudah sangat sembab.

Setelah itu om Farhan dan juga tante Sarah membiarkan aku untuk istirahat.