Chereads / Dua Malaikat Terakhir / Chapter 1 - Prolog

Dua Malaikat Terakhir

🇮🇩nilaketjilstory
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 13.2k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Prolog

POV Natalie

Di kasur mewah dan megah berwarna putih itu, terbaring Niluh Putu Arie Natalie (28 tahun) bersama dengan bantal dan guling nyamannya. Waktu menunjukkan pukul 03.34 WITA, matanya masih menutup dengan cantik selagi tertidur.

Kamar itu gelap, tak dihiasi oleh lampu kamar tidur yang remang-remang. Hanya mengandalkan sinar lampu jalan yang menembus lewat jendela kamar Natalie.

Menggunakan pendingin ruangan, kamarnya itu terbilang sangat mewah elegan dan menyejukkan. Kamar itu serba putih, dan berhiaskan beberapa lukisan dan dekorasi khas Pulau Dewata. Di depan kasur itu, terpampang televisi LED besar.

"Ughh …," bibirnya tergigit pelan seiring dengan dahinya mengerut. Tangannya mengepal keras pada selimut lembut berwarna merah dan merah jambu bergambar bunga mawar.

Sudah biasa, selama 5 tahun ini, Natalie selalu bermimpi yang aneh. Di dalam mimpi itu, dia terjatuh ke masa lalu, entah tahun berapa, karena lingkungan tempat mimpinya berada sekarang sangatlah terlihat tua sekali.

Natalie kini berada di depan sebuah rumah gubuk tua, desain rumah itu pun tak jelas seperti rumah-rumah nenek moyang ribuan tahun lalu.

Dia berjalan menghampiri rumah tersebut karena terdengar teriakan histeris dari seorang ibu-ibu. Teriakan itu berlomba-lomba memecah kesunyian di siang hari yang terasa dingin dan agak bersalju.

Hitam-putih, pemandangan yang mewarnai mimpinya itu. Dia membuka pintu kayu yang berwarna abu-abu itu namun dirinya hampir tergelincir karena kulitnya sama sekali tak dapat menyentuh gagang pintu yang terbuat dari tali tambang tebal nan kekar.

"Oeee … oeee … oee," tangis bayi yang baru saja dilahirkan ke dunia ini itu terdengar jelas di telinga Natalie.

"Eh, bayi …," gumam Natalie membatin. Dia buru-buru masuk untuk menyaksikan momen bahagia itu.

Ibu berparas cantik itu terbujur lemas sembari menggendong anak yang baru saja dilahirkan itu namun bibir tipisnya juga tak dapat menyembunyikan kegembiraan hatinya.

Natalie yang menyaksikan peristiwa itu pun menjadi luluh hatinya. Ibu itu segera mengecup bayi yang sudah dimandikan sebentar. Terlihat sang suami mengelus kepala sang istri dengan tangannya yang lembut.

Dia tersenyum sembari mencium kening istrinya lalu berucap sesuatu yang tak dapat dimengerti oleh Natalie.

"Bicara apa dia? Mungkin …,"

"Ahhh!" Natalie terjatuh seperti di sebuah lorong waktu, entah kemana lorong ini menuju. Dia terjatuh di sebuah ruangan perkantoran namun situasinya 180 derajat berbeda dari situasi sebelumnya.

Di depan Natalie, dia melihat seorang gadis berusia 5 tahun terikat di sebuah jaring laba-laba. Bukan ketakutan, gadis itu malah tertawa girang karena tidak mengerti tepatnya apa yang sedang terjadi di sini.

Natalie merinding melihat 3 makhluk mengerikan yang sedang berdiri mengitari si gadis.

Siapa gadis itu? Siapa ketiga monster itu? Dan, siapa orang-orang yang juga terikat di dalam ruangan itu? Sepertinya mereka satu keluarga, batin Natalie.

Bulu kuduk Natalie berdiri dengan tegangnya melihat pemandangan yang sama sekali tidak mengenakkan itu. Satu keluarga terduduk di bangku dan terikat dan terlihat sama-sekali tidak punya daya untuk melawan.

Keluarga itu terdiri dari ayah, ibu, dan dua anak laki-laki. Ada lagi satu asisten rumah tangga dan satu petugas keamanan. Posisi kepala mereka semua menunduk, mungkin meratapi nasib mereka yang sudah menanti ajal tiba.

Natalie sama sekali tidak mengerti apa yang sedang terjadi di mimpinya itu namun keadaan ini sudah berlangsung sejak lama dan selalu berulang-ulang. Dia menatap tajam pada muka sang suami, wajahnya serasa tak asing bagi dirinya begitu juga dengan sang istri. Siapa mereka? Dan anak kecil yang sedang tertawa itu lebih familiar lagi, bahkan mirip dengan dirinya, batin Natalie.

"Mana mungkin itu adalah keluargaku! Aku nggak punya keluarga! Kata Bi Mona, aku adalah anak saudaranya yang jatuh miskin sehingga orang tuaku menitipkan aku padanya!

"Dan di mimpiku ini, semua keluarga ini dibantai habis. Siapa keluarga ini? Kenapa selalu muncul di mimpiku? Mereka terlihat kaya dan …,"

"Nitis, utel mardun. Was, ker ayd knojy," kata seorang beruang berkepala tengkorak manusia dan memegang trisula bergagang panjang.

"Siapa mereka ini? Kenapa mimpi ini selalu mendatangiku? Oh, apakah ada hubungannya dengan mimpi kelahiran bayi tadi?" batin Natalie.

Seekor tarantula setinggi tiga per empat manusia dewasa menyergap petugas keamanan lalu menghujani badannya dengan kaki-kaki lancipnya. Pria besar gagah itu ibarat boneka yang sedang disiksa oleh pemiliknya, sungguh tak berdaya.

Teriakan yang tadinya keras kini makin lama makin melambat seiring dengan nyawanya melayang. Mulut ratu tarantula itu mencaplok kepala kepala keamanan hingga putus, lalu memakan sisa jasadnya perlahan tapi pasti.

Sama saja dengan serigala setinggi 3 meter berbulu abu-abu kebiruan. Dia menghampiri asisten rumah tangga yang sudah dari tadi lemas dan tak berdaya. Serigala itu mencakar tubuh lemahnitu dengan cakarnya lalu terbelah tiga lah tubuh itu. Tanpa basa-basi, serigala itu memakan jasad itu tanpa halangan.

"Hima dzer hert'n e, meghavor yntanik'!" kata si beruang.

"Hey! Kau bicara apa!* tegas Natalie, namun tak dihiraukan oleh si beruang.

"Kau bicara apa!" Natalie hendak menampar si beruang namun tamparannya menembus pipinya.

"Kenapa …?" tanya sang suami pelan.

*Apa salah kami? Bila kau mau uang, saya bisa berikan berapa banyak yang kau mau," kata sang suami lemas.

"Oh ya, maafkan bahasa saya. Kalian ini orang Jakarta ya," kata si beruang.

Si beruang berdeham, "maaf kami bukan perampok ya. Kami tak butuh uangmu. Soal uang, majikan kami bisa beri lebih banyak dari semua total hartamu."

"Siapa majikanmu?"

"Tuhan …,"

Mata sang suami membelalak saking kagetnya. "Apa ... Tuhan? Kami selalu berdoa pada-Nya, dan ini balasan Tuhan pada kami?

"Dan kau, Tuan. Kau lebih mirip iblis ketimbang seorang malaikat! Lihat teman-temanmu! Tarantula dan serigala! Apa Tuhan mempekerjakan binatang buas untuk menyelesaikan tugas-Nya?"

Si beruang menaikkan hidungnya lalu keluarlah 2 bola api dan meledakkan 2 kepala anaknya. Darah dan serpihan daging pun berceceran di lantai, dan tentu saja di muka kedua orangtuanya.

"Buuum, la la la …. Jangan membuatku kesal, Pendosa," kata si beruang sambil tersenyum geli.

Sang istri berteriak histeris menyaksikan kematian kedua anaknya yang sangat tragis. Dia gemetar sambil berkata, "monster apa kau, membunuh manusia lewat lubang ingus. Sungguh tidak tau sopan santun dan tidak manusiawi!"

"Diam, kau!" Trisula bergagang panjang itu memancarkan api biru, sinar itu cukup terang dan menyilaukan bila menatapnya langsung.

"Apa permintaan terakhir kalian?" Suami istri itu terdiam dan tetap menunduk.

"Oh, hampir lupa. Nitis … Was. spanek' ays shenk'i bolor mardkants'." Nitis dan Was berjalan searah keluar ruangan. Sebelum keluar mereka menerjang dan menjebol tembok.

Braakk!

"Hey, kemana kalian?" Natalie memperhatikan kedua makhluk itu, alisnya dinaikkan satu.

Natalie pergi menuju kaca dan melihat ke bawah. "Ohh, ini lantai teratas di gedung ini."

Gedung tempat mimpi Natalie berada, adalah pusat kota Jakarta. Gedung itu kira-kita berlantai 64. Natalie agak merinding karena gedung ini cukup tinggi.

Selain tingginya, bulu kuduknya semakin bergidik mendengar teriakan para manusia yang berada di bawah.

"Hey, apa yang terjadi?" kata Natalie tidak pada siapa-siapa.

Bersambung ....