"Kau tak akan sanggup melakukannya, Charlemagne, mengingat yang kau hadapi adalah ras vampir, dan kau hanya manusia biasa," kata Charla menghampiri Charlemane yang tengah menganalisis sebuah drone di layar laptopnya.
"Maksudmu?" tanyanya memicingkan matanya pada Kakak lima menitnya.
"Terkait dengan peristiwa sebelumnya di perbatasan Prussia-Bavaria. Biar aku saja yang melakukannya dan kebetulan aku sedang mengincar sesuatu," jawab Charla duduk di kasur adik lima menitnya.
"Jadi kau ingin melakukan ini untukku," kata Charlemagne.
"Tentu saja, adikku," balas Charla dengan mengacungkan ibu jari tangan kanannya seraya tersenyum.
Charlemagne menghela nafasnya, "Baiklah, aku serahkan padamu Charla. Meskipun aku sudah merancang sebuah rencana, tetapi aku ragu akan kemampuanku, mengingat mereka memiliki kemampuan yang cukup mengerikan."
"Kalau ragu memang tidak bagus untuk bertindak," jelas Charla yang memperhatikan raut wajah Charlemagne yang dipenuhi dengan keraguan.
.
.
Malam ini berbeda dengan malam pada umumnya di Kota Coburg, suasana terasa sepi, dan anginpun lebih dingin dari biasanya, dan tidak ada cahaya ribuan bintang, dan sinar dari Bulan yang biasa menerangi Bumi. Seorang vlmpir Lelaki berambut lancip berwarna pirang, bermuka lonjong, dan berdagu tajam tengah berjalan melewati lorong yang gelap dengan rokok yang dia hisap.
Di hadapannya berdiri sesosok orang dengan mata yang memancarkan cahaya berwarna biru. Orang itu berdiri menghalangi jalannya.
"Siapa kau?" tanyanya, "Minggirlah jika ninja sepertimu masih sayang nyawa."
Charla segera melempar beberapa shurikennya ke arah vampir tersebut. Vampir itu mengeluarkan pistolnya untuk menangkis serangan dari beberapa shuriken tersebut, tetapi shuriken itu berputar arah dan tertancap pada beberapa titik pada tangan, dan kaki vampir tersebut.
"Siapa kau!?" tanyanya dengan penuh amarah.
"Aku adalah Malaikat kematianmu," kata Charla yang mengenakan seragam ninjanya yang berwarna biru gelap dengan topeng gas yang menutupi wajah cantiknya. Dia berjalan perlahan menghampiri vampir tersebut. Dia menarik pedangnya dan menebas kepala musuhnya hingga terbelah dan memperlihatkan isi otaknya yang menjijikkan.
"Satu telah tumbang." Suara Charla terdengar lebih dingin daripada biasanya.
Kota Coburg dihebohkan dengan ditemukannya mayat seorang vampir yang tergeletak di sebuah lorong dengan kepalanya yang terbelah menyamping. Tubuhnya juga memiliki banyak luka di tangan dan kakinya.
Charla tengah bersantai sambil meminum teh hangat dan memakan beberapa biskuit di sebuah guest house yang dia sewa sambil menonton berita dari TV lokal.
Ponsel miliknya berdering dan dia segera mengangkatnya.
"Ada apa, Athena?" tanya Charla.
"Apa yang kau lakukan di sana? Ayah dan Ibu mengkhawatirkanmu."
"Aku sedang berlibur," balas Charla dengan entengnya.
"Mana ada orang yang berlibur sambil memburu vampir. Ya, ampun. Kau itu ada-ada saja."
Charla hanya tersenyum mendengar ucapan dari Adik Tirinya, "Dengar Charla, kau harus hati-hati di sana. Mengingat yang kau hadapi bukanlah sembarangan orang. Jika sudah selesai, kembalilah dengan selamat, dan secepatnya."
"Baiklah, aku akan kembali dengan selamat. Terima kasih atas kepedulianmu, Athena," jawab Charla dengan begitu santai.
Charla meminum secangkir teh hangatnya sambil menatap taman bungi berukuran kecil di guets house yang dia sewa.
.
.
Nelvrina berdiri mematung menyaksikan jasad salah satu rekannya tengah dikebumikan. Beberapa anggota keluarga dari Alaric bersedih ketika peti matinya mulai ditutup oleh tanah.
"Siapa pengecut yang berani membunuh rekanku! Sayangnya Charla, Edmund, dan Georg barusan meninggal saat menjalankan misi di Afrika dan Amerika Latin. Ini benar-benar tak bisa dipercaya dan tak bisa ditebak."
Vampir perempuan berkulit pucat itu berjalan dalam keheningan di tengah ramainya Kota Coburg. Nelvrina memasuki sebuah minimarket untuk membeli sebotol bir, di minimarket tersebut ada Charla yang sedang memilih barang yang akan dia beli.
Mata mereka berdua saling bertemu, tetapi mereka sempat saling melirik dengan tajam. Charla berjalan menghampiri kasir untuk membayar barang yang dia beli.
"Wizard, kah?" gumam Nelvrina yang merasakan ada hal yang aneh pada diri Charla.
"Terima kasih telah mampir," kata sang Kasir.
"Sama-sama," balas Charla.
Charla keluar dari minimarket tersebut sambil membawa sekantung plastik yang berisikan minuman kaleng yang dia beli. "Jadi dia selanjutnya," gumamnya dengan volume yang pelan.
Nelvrina berjalan keluar dari minimarket tersebut sambil membawa sebotol bir merek Heineken. "Sudahlah lupakan saja dia mengingat aku sudah bertemu dengan orang-orang yang dicurigai sebagai Ras Wizard, selama ada Heineken hidup semakin keren."
Charla tengah melihat foto dari empat Vampir yang merupakan anggota dari salah satu Tim Nachzahrer. "Satu telah aku bunuh, sedangkan tiga yang lainnya telah tewas saat menjalankan misi di Afrika, dan Amerika Latin, sungguh beruntungnya nasibku. Sekarang hanya tersisa Nelvrina." Charla melingkari foto vampir perempuan yang tersisa. "Aku akan mencabut nyawamu, Nelvrina."
Charla segera mengganti pakaiannya dengan seragam ninja berwarna biru gelap lengkap dengan rompi berwarna hitam dan topeng gas.
Dalam gelap dan dinginnya malam, Charla berlari di atap rumah-rumah Penduduk Kota Coburg. Bergerak dalam kegelapan dan membunuh dengan hati yang gelap. Itu adalah prinsip yang dia pegang sebagai Wizard Ninja. Tanpa diketahui oleh ibunya dan Charlemagne, Charla telah belajar ilmu ninja pada seorang perempuan dari Ras Wizard yang merupakan maniak budaya Jepang yang bernama Linda Brasseur alias Rinda-sensei.
Linda Brasseur mengajarkan berbagai macam teknik ninja kepada Charla sejak perempuan itu berusia sepuluh tahun.
Charla juga menyukai cerita Naruto dan dari Naruto-lah yang membuat Charla bisa menjadi seorang ninja, meskipun Charla tidak bisa menggunakan kagebunshin, chidori apalagi rasengan.
Charla tiba di sebuah rumah berukuran sedang di sebuah tempat di pinggiran Kota Coburg. Rumah tersebut terletak di dekat sebuah hutan dan berarsitektur gothic khas ras vampir. Auranya terasa begitu gelap, kelam, dan suram, dengan lampu bercahaya temaram.
Beberapa tombak es meluncur dengan cepat. Charla menarik pedangnya dan menangkis serangan dari musuhnya. Dia menghindari serangan dari musuhnya dengan salto beberapa langkah ke belakang.
"Setelah mendengar temanku telah mati, akhirnya aku sadar bahwa akan ada orang yang membunuhku. Kau hebat juga bisa menyamarkan aura keberadaanmu, akan tetapi aku ingat dengan aroma darahmu." Nelvrina muncul dari balik kegelapan dengan menenteng pedang pada pundaknya. "Kau adalah perempuan yang aku temui di minimarket waktu tadi siang."
Charla tersenyum tipis mendengar kalimat yang dilontarkan oleh musuhnya, "Kau hebat sekali sampai bisa mengingat aroma darah musuhmu. Aku benar-benar senang mendapatkan musuh yang sepadan."
"Yah, aku juga senang untuk bisa membunuhmu di sini," ungkap Nelvrina, "Raining Snow."
Beberapa pohon kering kerontang dan berubah menjadi genangan air yang melayang di udara, dan genangan air tersebut segera berubah menjadi ribuan jarum es berukuran kecil, dan segera menghujani Charla.
"Susanoo Shield." Sebuah lingkaran dengan garis-garis aneh melindungi tubuhnya sehingga ribuan jarum es berukuran kecil itu tidak menembus tubuhnya.
Nelvrina kaget akan pertahanan tak terembus milik Charla, dia mengubah pohon-pohon di sekitarnya menjadi air, dan mengendalikan air tersebut lalu merubahnya menjadi pasak-pasak berukuran raksasa untuk menembus perisai susanoo milik Charla.
Charla mengambil pistolnya dan menembakkan gelombang mana berkekuatan besar ke arah Nelvrina. Serangan balasan Charla membuat kaget Nelvrina dan dia tidak menyangka akan menghadapi serangan berkekuatan besar tersebut. Gelombang mana itu mengenai tubuhnya dan membuat setiap inci pada tubuhnya mengalami kejang dan kram serta membuat ratusan pasak-pasak es itu segera mencair menjadi air.
Nelvrina terjatuh dan memuntahkan darah dalam jumlah banyak.
Charla berjalan menghampiri Nelvrina yang terkapar, "Aku memang kaget akan seranganmu yang tidak terduga, tetapi kau juga kaget akan serangan balasanku. Karena kita sama-sama kaget, aku rasa kita impas." Charla mengangkat pedangnya tepat di atas wajah Nelvrina yang menatapnya penuh kebencian, "Aku lebih kuat darimu, selamat tinggal."
Pedang itu membelah tulang tengkorak kepalanya dan membuat Nelvrina langsung tewas seketika. Ini adalah sisi gelap dari Charla, yang tidak diketahui oleh ayah, dan ibunya. Ini adalah sisi gelapnya yang sangat mengerikan.