Alfredo menepati janjinya, dia ikut begadang semalaman demi bisa menemani Karenina bekerj sebagai DJ disebuah club malam ternama. Untung saja club malam itu milik sahabat baiknya jadi dia tak perlu takut terjadi masalah jika Ia bersikap protektif pada Karenina.
Dan untuk pertama kalinya Karenina tak menolak ada seorang laki-laki yang memegang pingangnya secara posesif justru Ia menikmati goyangannya bersama Alfredo. Tak pernah Ia sangka jika Alfredo dapat bersikap santai menaminya berdiri di belakang meja DJ bahkan kadang Ia juga ikut memainkan alat DJ-nya menambah racikan music nya kian ramai dan menghentak.
"Aku tak percaya jika aku tak melihat sendiri kau pandai memainkan alat-alat ini." Ucap Karenina di telinga Alfredo.
"Banyak yang aku bisa lakukan, kecuali satu hal." Kata Alfredo sambil merekatkan tubuh mereka kian tanpa jarak.
"Apa?" Tanya Karenina sambil menoleh dan langsung bersitatap dengan mata indah milik Alfredo.
"Mempermainkan hatimu." Ucap Alfredo sambil menatap lekat wajah Karenina.
"Gombal." Jawab Karenina lalu memalingkan wajahnya.
Malam kian larut Alfredo menikmati kebersamaanya bersama Karenina, walau esok harinya mereka akan melangsungkan pernikahan mereka yang akan dilakukan di pulau Lombok tanpa memberi tahu Karenina sebelumnya.
Tepat menjelang subuh, Karenina baru selesai melaksanakan tugasnya, Alfredo telah memberitahu sahabatnya, Damar. Yang merupakan kekasih dari sahabat Karenina yaitu Sofia. Alfredo mengatakan pada Damar jika mereka akan menikah di pulau Lombok dan Damar serta Sofia adalah tamu special mereka maka untuk tiga hari kedepan Karenina tidak akan datang bekerja sebagai DJ.
"Aku akan datang bersama Sofia, Frans dan Rudi juga datang kan? Lama kita tidak berkumpul semenjak kau menikah dengan Zarima."
"Tentu saja, kita jadikan pernikahan kedua ku esok sebagai reuni untuk kita berempat." Ujar Alfredo lalu menengak habis minuman dalam gelasnya.
"Harusnya kita berlima."
"Itu dulu, sebelum Dia bermain dibelakangku bersama Zarima." Ucap Alfredo penuh kebencian.
"Ya, aku tak menyangka jika Tama bisa berbuat seperti itu."
"Aku akan melepaskan Zarima jika Tama dengan jantan meminta Zarima dariku. Tapi dia tak pernah berubah, tetap spengecut seperti dulu."
"Aku yakin Tama merasa bersalah padamu."
"Hah! Entahlah lagipula sekarang aku tak peduli."
"Karena sekarang kamu telah mendapatkan Karen."
"Kau bahkan tahu sejak kapan aku mencintai Karen, tapi demi Zarima aku dengan bodoh melepasnya, tapi kini tak kan lagi. Aku tak akan melepaskannya apapun yang terjadi."
"Oke, jam berapa acaranya besok?"
"Jam lima sore."
"Kau bercanda?"
"Aku hanya mencari moment yang pas, pernikahan ini walau kedua untukku tapi pertama untuknya, aku ingin ini menjadi moment yang special untuknya. Aku tahu dia sangat menyukai senja, maka aku ingin senja esok menjadi saksi pernikahanku dengannya."
"Aku tak percaya kau bisa seromantis ini, padahal kalau aku ingat-ingat kau tak pernah seromantis ini dengan Zarima. Waktu acara pernikahan kalian pun kau tampak biasa, dan semua yang menyiapkan pesta kalian adalah keluarga kalian."
"Itu karena kami dijodohkan, walau aku tak menampik aku pernah sangat menyayangi Zarima, sebelum aku tahu penghianatannya."
"Sudahlah, tak perlu kau ingat-ingat lagi kepahitanmu bersama Zarima. Lalu bagaimana jika keluargamu mengetahui hubunganmu dengan Karen?"
"Biarkan saja, aku tak akanmenyangkalnya, aku memang mencintai Karen, aku menyayanginya, dan aku ingin dia menjadi ibu dari anak-anakku kelak."
"Ngomong-ngomong soal anak kau dan Zarima sudah lama menikah tapi kenapa kalian belum juga memiliki seorang anak?"
Alfredo mengendikkan bahu, "Aku tidak tahu, tapi baguslah jika kami berpisah tak perlu ada yang kami korbankan, lagipula aku ragu jika dia hamil, apa benar itu anakku atau bukan."
"Separah itukah?"
"kau Tanya sendiri saja pada Tama, sampai mana mereka berhubungan."
"Al.." Alfredo menoleh pada sumber suara, terlihat Karenina sudah selesai mengganti baju.
"Kita pulang?" Tanya Alfredo.
"Tentu saja."
"Baiklah…Damar, kami pamit dulu ya, jangan lupa aku sudah memesan penerbangan siang nanti untuk kalian berdua." Kata Alfredo sambil mengandeng pingang Karenina.
"Kami pasti datang."
"Bye Sofia.."Ucap Karenina pada sahabatnya, Sofia hanya melambaikan tangannya pada Karen sambil satu tangan lagi memeluk pingang Damar.
"Semoga mereka bahagia ya sayang." Ucap Sofia sambil menatap pungung sahabatnya menghilang dari pintu.
"Ya, semoga saja, mereka berdua sama-sama pernah larut dalam duka, semoga dengan pernikahan ini, mereka bisa berbahagia, walau aku takut Karen akan mengalami banyak cobaan jika sampai keluarga Alfredo mengetahui pernikahan mereka."
"Maka bantulah mereka agar keluarga Alfredo tak mengetahuinya."
"Apapun akan aku lakukan demi sahabatku. Kita pulang sayang?" Ucap Damar sambil mencium ujung bibir Sofia."
"Hm…aku sudah ngantuk."
"Berendam air hangat bersama, itu mungkin cukup baik sebelum kita berangkat ke Lombok untuk menghadiri pernikahan mereka?"
"Apa?! Lombok?"
"Ya, apa Karen tidak mengatakannya?"
Sofia mengeleng, "Tidak."
"Habislah kau Alfredo." Gumam Damar sambil terkekeh lalu keluar dari ruangan itu menuju ke parkiran di basement.
"Karen, tunggu aku dimobil aku akan masuk ke rumahku sebentar. Jangan kemana-mana dan jangan keluar dari mobil sampai aku kembali."
"Hm, bagaimana jika ada yang melihatku?"
"Tidak aka nada yang melihatmu, kaca mobil ini dibuat khusus jadi tidak aka nada yang bisa melihatmu dari luar, kau tenang saja."
"Baiklah."
Alfredo keluar dari mobil, lalu membuka pagar rumahnya, dan masuk begitu saja karena subuh para asisten rumah tangga sudah mulai bangun dan biasanya ada yang pergi ke masjid untuk melaksanakan sholat subuh berjamaah.
"Selamat pagi pak." Sapa Minah salah satu asisten rumah tangga yang baru saja datang dari arah dapur.
"Pagi." Tanpa menoleh Alfredo langsung naik menuju kamarnya di lantai atas, membuka pintu dengan pelan lalu mengambil satu stel baju ganti untuk berangkat ke bandara.
"Kamu baru pulang Al." Terdengar suara yang taka sing ditelingga Alfredo, namun Ia tetap acuh dan melanjutkan mengganti jam tangannya dengan merek yang lain.
Zarima mendekati Alfredo lalu ingin memeluknya dari belakang, tapi Alfredo sengaja beralih tempat untuk menghindari Zarima.
"Apa kita tak perlu bicara?"
"Apa yang ingin kamu bicarakan?" Kata Alfredo tanpa menatap Zarima, lalu keluar dari kamar menuju ke ruang kerjanya, Zarima masih terus mengikutinya dari belakang.
"Apa yang kamu inginkan Al, agar kita bisa seperti dulu lagi?" Tanya Zarima dengan air mata yang hampir menetes.
"Tidak ada." Jawab Alfredo acuh sambil membereskan berkas kantor yang perlu Ia bawa serta.
"Al.." Zarima mendekati Alfredo, lalu Alfredo menoleh.
"Kau bau alkohol." Kata Zarima tepat dihadapan Alfredo.
"Wajarkan aku bau alKohol jika semalaman aku berada di club malam."
"Kau lebih suka memeluk para jalang, dari pada istrimu sendiri, AL? keterlaluan kamu."
"Terserah kamu mau berkata apa? Aku pergi keluar kota selama beberapa hari jika ayah dan Ibuku bertanya." Ucap Alfredo sambil melangkah meninggalkan Zarima yang masih mengikuti dibelakangnya.
"Kau mau pergi kemana?" Tanya Zarima, namun tetap tak mendapatkan jawaban dari mulut Alfredo.
Zarima mengacak rambutnya sebagai pelampiasan sikap Alfredo padanya, lalu mata beningnya menatap Alfredo yang berjalan cepat melangkah kepintu keluar sambil membawa berkas ditangannya dan baju yang hanya digantungkan dipundak.
Zarima berlari keluar rumah, tapi Alfredo telah lebih dulu keluar dari pagar dan langsung masuk kedalam mobilnya.
"Fix aku memang seorang pelakor." Kata Karenina tapi justru terdengar lucu di telinga Alfredo yang membuatnya tersenyum kecil lalu segera melajukan mobilnya menuju rumah Karenina.
"Kenapa kau tertawa?" Tanya Karenina ketus, sambil melirik pada Alfredo yang masih tersenyum sambil melajukan mobilnya.
"Kau bukan pelakor Karenina, ini semua tak seperti yang kau pikirkan."
"Nyatanya aku memang merebut suami orang, bagaimana kau bisa mengatakan jika aku bukan pelakor."
"Kau akan mengerti suatu saat nanti."
Karenina terdiam, Ia memilih memejamkan matanya dari pada berdebat dengan Alfredo yang tak jelas akan dimana ujungnya.
"Aku tadi melihat istrimu mengerjamu."