Beberapa hari terlewatkan begitu saja tanpa terasa. Di dalam diri Inara semakin besar rasa cemasnya ketika berdekatan dengan sosok Dean. Dia terus merasakan hal buruk akan terjadi padanya bila Dean mendekatinya. Seperti hari-hari sebelumnya, Dean masih bekerja bersamanya sebagai koki.
Sesuatu dalam dirinya mengatakan untuk dia harus menjauhi Dean.
Namun, mau bangaimana lagi? Inara tak punya alasan untuk memberhentikan Dean sebagai Koki di restorannya.
"Kak?"
"Yaakk ... Astagfirullah!" Inara menyeka wajahnya yang langsung panas dingin. Napas leganya keluar ketika mengetahui itu bukanlah Dean.
"Ternyata kamu Vika? Ada apa?" Saat ini Inara tengah berada di depan ruangannya. Dia belum masuk ke dalam karena pikirannya yang terbang memikirkan Dean tadinya.
"Kakak kenapa? Kok wajahnya pucat gitu?" Tanya Vika terlihat sangat khawatir.
"Ah, tidak usah di pikirkan, Kakak tidak apa-apa Vika. Ada apa kamu kemari?"