Mata inara menatap datar pada sosok yang terus mengoceh didepannya. Dalam hati ia ingin berlari menghindar dari mahluk yang terus saja mengganggunya itu. Tapi sesuatu hal terus saja mengganjal dihatinya, seakan meminta dirinya untuk melaksanakan tugas tersebut. Ini amanah dan ia harus konsisten pada apa yang sudah ia setujui dengan mencoba sabar mengahadapinya.
"Sepertinya kita bicara disana saja. Aku tidak mau jadi bahan fitnah di pesantren ini." Tutur Inara dengan menuju ke sebuah pohon mangga yang lebat di depan sana. Tak menghiraukan Keen yang mengikutinya atau tidak.
Inara berhenti dan berdiri di sisi kanan pohon, disulul Keen yang juga ikut berdiri di samping Inara. Inara langsung berjalan ke sisi kiri pohon, meninggalkan Keen yang mengerti jika santri punya dinding batasan.