( Gaffin)
Aku tersentak, saat Nita mencubit pipiku , membuatku sadar dengan alam fantasiku.
" Sedang apa kamu Fin, aneh....heh", ucapnya, lalu segera memalingkan muka.
Aku menjadi canggung dan aku menggaruk tengkuk leherku yang sama sekali tidak gatal. Wajahku pasti merah saat ini, dan terpaksa aku tertawa kaku karena canggung dan merasa konyol.
" He..heh.., tidak..tidak apa apa..." balasku kemudian.
" Sialan...hampir saja aku menciumnya..." umpatku dalam hati, karena merasa gagal.
" Oh..iya..sampai dimana penjelasanku tadi ..." lanjut ucapku, dengan maksud menghiraukan kejadian yang baru saja kami alami.
Nita kemudian berbalik, dan tak kusangka, kini kata katanya sedikit tergagap, wajah cewek itu juga sedikit memerah, apakah dia juga menyadari hal itu, saat aku hampir saja menciumnya?, yah..sudahlah.. ..aku pura pura tidak peduli, karena tidak mau membuat dia malu. Karena aku tahu, wanita ini pasti akan menyangkalnya dan berbalik memaki diriku dengan kata kata iblisnya.
***
(Zenitta)
Otakku memang kurang pandai dalam pelajaran Matematika. Huh..seberapa kerasnya aku belajar, aku kurang mengerti dengan cara mengutak atik rumus ini, pusing sekali rasanya. Makanya aku bersedia mengikuti les pelajaraan ini, sebab aku tidak mau nilaiku kurang dari standar yang diterapkan dalam kurikulum.
Gaffin menghampiriku, dia tampaknya sudah selesai mengerjakan tugas yang rumit ini. Dia memang memiliki otak yang cerdas, padahal kalau di perhatikan, dia jarang sekali belajar.
Kadang Tuhan itu kurang adil, kenapa harus menciptakan otak manusia yang tidak sama, ..huh..., tapi mungkin saja ,ada sesuatu yang Tuhan atur untukku. Baiklah aku tidak akan mengeluh, aku akan berusaha keras memecahkan soal ini. Bathinku, menyemangatiku.
Aku kini sibuk dan rasanya kepalaku berputar putar, sebab dari tadi mencoba mengutak atik rumusnya, jawabannya tidak sesuai...
" Masih belum selesai mengerjakan Tugas Matematikanya." ucap Gaffin sambil berjalan ke arahku, kemudian dia duduk di sampingku. Aku sedikit terkejut, dia mau berbaik hati mengajariku. Biasanya dia akan mengejekku dan langsung menyeretku begitu saja ikut dengannya. Tapi aku sangat senang, jika dia berbaik hati kali ini. sungguh aku ingin sekali paham maksud rumus ini, karena bagiku keberhasilan memecahkan soal matematika adalah kebahagiaan yang tiada taranya.
Gaffin mulai menjelaskan bagaimana memecahkan soal, dengan detail dia menjelaskan darimana hasil angka angka itu di dapat. Hingga aku terbawa suasana ,seolah sedang belajar dengan seorang guru yang jenius. Gaffin memang patut di acungi jempol dalam bidang pelajaran ini.
Tetapi kemudian aku mulai merasa canggung, saat nafas Gaffin ku rasakan di puncak kepalaku. Aku berusaha membuat keadaan biasa biasa saja, seolah itu adalah perbuatan ketidaksengajaan atau wajar, walaupun perlahan ,aku mulai malu dan canggung. Aku menjadi sedikit grogi, hingga telapak tanganku berkeringat. Aku letakkan pensilku di atas meja, karena aku bermaksud meng_elap keringat di telapak tanganku ini.
Aku selesai menghilangkan keringat di telapak tanganku, dan kini aku akan mulai mengerjakan lagi soal ini, aku bisa menghiraukan perasaan canggungku ,dan kini bersemangat lagi menyelesaikan soal.
Aku kembali bertanya padanya, dia sedikit terkejut seolah aku menyadarkannya dari alam mimpi. Dia nampak grogi, dan seketika tangannya menyenggol pensil dan pensil itu terjatuh ke bawah.
Aku bermaksud mengambilnya, mendahului Gaffin untuk mengambilkannya untukku, karena jatuhnya pensil, dekat di bawah kakiku. Aku merasa risih saja, jika Gaffin melihat kakiku. Tetapi aku terlambat saat akan mendahuluinya, Gaffin sudah berhasil mengambilnya untukku dan dia mengangkat wajahnya, sehingga bertubrukan dengan wajahku. Hidung dan bibir kami dekat, sehingga aku bisa merasakan nafas panasnya menerpa wajahku, dia memejamkan matanya, dan mendekatkan bibirnya ke bibirku, aku menjadi malu lalu segera mencubit pipinya. Aku tidak mau dia menciumku.
***
Ya Tuhan..aku tidak habis pikir,..kenapa dia ingin menciumku, anehnya aku seperti mengharapkan itu.
" Sadar Nit..dia itu palyboy...jangan sampai dia berhasil mencuri ciuman pertamamu.., kamu tidak boleh termakan rayuannya..dia itu pria kadal, yang suka memangsa lalu akan membuangnya jika dia sudah bosan. Dia hanya memanfaatkanmu...ingat itu, kamu tidak boleh lengah..." bathinku meneriakkan penolakan, tapi wajahku sebaliknya, memerah karena senang dan malu..
Dia memanggilku kembali, seolah melupakan perbuatannya yang hampir menciumku. Benar..memang dasar playboy..ya tetap playboy...
Aku berbalik menghadapkan wajahku, dan sepertinya rasa canggungku belum sepenuhnya hilang., sadar Nita...sadar...bathinku mengingatkanku sekali lagi.
***
" Terima kasih ya..." ucapku kepada Gaffin, akhirnya berkat penjelasan dari nya, aku lumayan memahami maksud rumus ini.
Aku memasukkan buku ku ke dalam tas dan menukar buku pelajaran lain , dan ku letakkan di atas meja, karena sebentar lagi masuk, dan pelajaran sudah berganti.
Aku terkejut, karena Gaffin belum berdiri dari bangku sebelahku.
" Kenapa kamu masih di sini, buruan kembali ke tempat dudukmu,..sana...." ucapku, mengusirnya.
" Kamu itu memang orang yang tidak pernah tahu berterima kasih .." balasnya dengan ringan dan ekpresi wajah memancing emosiku. Seolah aku orang yang tidak tahu terima kasih itu benar.
" Aku kan tadi udah ucapin , apa kamu tidak mendengarnya?" balasku dengan sedikit geram.
" Hanya ucapan , itu tidak sebanding, coba pikirkan , kamu les itu berapa buat bayar per bab pada guru les itu, nah...itu..aku juga sama...." balasnya dengan enteng, dan berhasil membuat aku tersinggung dan marah.
Tetepi memang benar, aku sudah berhutang padanya, dan terpaksa aku mengurungkan niatku merutukinya. Aku menghela nafas dan akan menuruti apa permintaannya, aku akan segera membayar hutang jasaku padanya.
" Oke...jadi apa maumu,...aku tidak mau berhutang padamu..." ucapku, sambil memberenggut, aku kesal dengannya.
" Baik...kamu boleh membayar hutang itu dengan menciumku..." ucapnya menjawabku, suaranya terdengar berat.
Aku membelalakkan mataku, dan dengan tegas aku menolaknya.
" Aku tidak mau....hemph.." jawabku ketus dan membuang muka.
" Yah...kalau tidak mau...maka akan aku tulis hutang ini, dan selamanya kamu akan berhutang padaku..." jawab Gaffin sepele.
" Kamu....., " balasku dengan nada emosi.
Untunglah Guru segera masuk ke ruangan, dan dia berdiri lalu kembali duduk di bangkunya.
***
( Gaffin)
" Ah..sialan...aku sudah gila, ..aku ingin sekali mencium bibir itu,..dasar Iblis...kenapa kamu berhasil membuat pikiranku gila...." teriak bathinku ketika setelahnya, sehingga aku sama sekali tidak bisa menangkap pembelajaran dari guru saat ini.
Aku berpura pura mendengarkan guru menerangkan pelajaran di depan kelas, tapi pikirannku melayang terus terbayang Nitta. Hasrat dalam diriku terlalu besar, untuk mencium anak perempuan itu. Aku harus mencari cara, bagaimana agar dia bersedia melakukan ciuman denganku.
Hingga aku berhasil menemukan ide, dan aku yakin dengan cara ini, dia tidak akan dapat menolaknya untuk berciuman denganku.
***