Sehabis turunnya Septi dari busway. Kami bertiga pun, langsung terdiam seribu bahasa lagi. Yah... sebenarnya sih aku tahu dan paham, kenapa kami bertiga terdiam kayak gini. Dan pastinya kalian sudah tahu alasannya, bukan?
Yap, Benar! Tebakan kalian!
Karena, semuanya pada bingung. Kenapa si Septi turun, di halte busway yang lain? Dan bukannya turun di halte busway Cawang Uki, yang merupakan tempat turunnya dia sebenarnya. Jujur aja sih... aku mau bilang kepada Alvan dan Rusya, mengenai tindakan Septi barusan. Akan tetapi, itu bakalan percuma juga. Yah.. mungkin aja mereka beranggapan, kalau Septi mau beli bahan makanan. Cuman kan, yang bisa merasakan keadaan seseorang cuman aku aja. Jadinya, sulit juga untuk mengungkapkannya.
Ketika aku lagi sedang termenung karena kelakuan Septi, Alvan pun mulai bertanya kepada Rusya dan juga aku. Mengenai apa yang telah terjadi pada Septi.
"Guys, itu si Septi kenapa ya? Kok dia agak terburu-buru gitu?" tanya Alvan yang mulai khawatir dengan Septi.
"Aku kurang tahu, Van. Kenapa dia begitu..." jawab Rusya, yang tidak tahu alasan kenapa Septi bertindak sedemikian rupa.
"Hem.... gitu. Kalau kamu, Wan?" ucap Alvan kepada Rusya, sekaligus menanyakan kepadaku terkait masalah Septi lagi.
"Kalau aku sih tahu, cuman ini hanya dugaan aja." Ucapku yang memberikan pemahaman berdasarkan penglihatanku.
"Emang sih, aku liat wajahnya itu nampak sedih banget. Ntah apa yang disedihkan sama dia. Aku kurang paham soal itu." Jelas ku secara detaill kepada Alvan.
"Apa karena dari omongan kita ya? Dia begitu?" ucap Alvan seraya berfikir serta mengingat semua percakapan yang dia bilang kepada Septi.
"Mungkin aja dari situ. Mungkin aja bukan dari situ. Soalnya, aku gatau apa yang terjadi sama dia." Jelasku kepada Alvan mengenai sikap Septi.
"Hem…gitu." ucap Alvan yang bingunng, apa yang harus dilakukan kepada Septi.
"…" Rusya hanya terdiam setelah mendengar penjelasanku mengenai tingkah laku Septi.
"Iya, kalau dari pengelihatanku dianya sedih. Gatau sedihnya karena apa." Ucapku yang tidak tahu alasan Septi bertingkah laku begitu.
"Hem…" ucap Alvan yang masih kebingungan.
"Udahlah ngapain sih di bingungin gitu, Van? Kalau emang salah kitanya, iyaudah minta maaf aja." Ucap Rusya yang kesal melihat Alvan kebingungan.
"Hem… iyaudah deh. Kalau gitu, kita cuman minta maaf aja, kan?" ucap Alvan yang memastikan ucapan Rusya.
"Iya, Van." Ucap Rusya yang meyakinin kepada Alvan.
"Oh… iyaudah deh." Ucap Alvan dengan lega setelah mendengar ucapan Rusya.
Setelah aku sudah mengungkapkan keunekanku mengenai tindakan Septi. Akhirnya, kami bertiga pun kembali mengobrol seperti biasa.
---Beberapa jam kemudian---
Beberapa jam kami mengobrol serta menunggu pemberhentian busway berikutnya, yaitu busway Cawang Uki. Tibalah busway kami di tempat tujuan. Setelah kami turun dari busway, kami bertiga langsung menuju ke tangga penurunan halte busway untuk mencari angkutan umum.
Berjam-jam kami mencari angkutan umum untuk kami masuk, dikarenakan angkutan umum yang kami cari sudah pada penuh semua. Akhirnya, kami bertiga menemukan angkutan umum yang kami inginkan. Meskipun tempat duduknya berdesakan, terpaksalah kami bertiga tidak punya pilihan lagi untuk menaiki angkutan umum tersebut.
"Guys! Ada satu nih! Tapi berdesakan gitu, mau gak?" ucap Alvan yang memberitahukan kondisi angkutan umum.
"Aduh! Penuhnyaa!" ucap Rusya yang mengeluh karena desaknya tempat duduk di angkutan umum.
"Iya eh… penuhnya tempat duduk." Timpal ku yang mengeluh desaknya tempat duduk.
"Yaelah, masih untung juga. Ayo dah!" ucap Alvan mengajak kami berdua untuk masuk kedalam angkutan umum.
"Iyaudah deh…" ucapku dan Rusya yang terpaksa memilih angkutan umum.
Setelah kami sudah masuk kedalam angkutan umum serta duduk didalamnya, akhirnya angkutan umum yang kami masuki pun berangkat.
Disepanjang perjalanan dalam tol, kami bertiga pun mengeluarkan sejumlah uang untuk membayar tarif angkutan umum. Bukan hanya kami bertiga saja mengeluarkan uang, akan tetapi para penumpang lain juga mengeluarkan uang. Dikarenakan supir angkutan umum yang menyuruh kami untuk membayar tarif angkutnya. Yah… sebenarnya sih, gak masalah sih apa kata supir angkutan umumnya. Supaya kalau turun angkutan umum langsung pergi tanpa harus membayarnya lagi, katanya. Akan tetapi kan, itu membahayakan penumpang lain. Bisa-bisa kecelakaan angkutan umum dengan mobil atau terguling. Tapi yah… kita cuman penumpang biasa, bisa apa? Jadinya mau gak mau harus menuruti apa kata supir angkutan umumnya.
Setelah kami bertiga sudah membayar tarif angkutan umumnya. Tak lama setelah itu, kami bertiga pun tertidur secara perlahan-lahan.
****
Satu per satu penumpang dari angkutan umum yang kami masuki, kini sudah pergi. Tinggal lah kami bertiga yang masih keadaan tertidur pulas. Dengan tersisanya kami bertiga didalam angkutan umum, supir angkutan umum pun memberhentikan angkutan umumnya untuk menanyakan tujuan akhir kami.
TEK!! TEK!! TEK!!
"Woiii!! Bangun lu pada!!" teriak supir angkutan umum sembari membangunkan kami dengan ketukan di besi pembatas supir.
"Hem??" ucap kami bertiga yang masih keadaan belum sadarkan diri dari tidur pulas.
"Kalian bertiga ini mau tujuannya kemana?" tanya supir angkutan umum, yang menanyakan kemana tujuan akhir kami.
"Kami mau perumahan Joyo Sentoso pak," ucap Rusya sedikit mengantuk sembari mengusapkan matanya.
"Hoaamm!" Aku dan Alvan yang menguap karena kantuk.
"Oh... perumahan Joyo Sentoso. Oke deh!" ucap supir angkutan umum seraya memindahkan posisinya menghadap kedepan.
"Makasih banyak, Pak." Rusya berucap terima kasih kepada supir angkutan umum, karena sudah dibangunkan dari tidur.
"Iya sama-sama neng." Ucap supir angkutan umum seraya menyalakan mesin angkutan umumnya.
BRRRMM!!
BRUM!!! RUMM!!!
Seusai supir angkutan umum membangunkan kami bertiga, sekaligus menanyakan tujuan akhir kami. Kini angkutan umum pun berangkat kembali.
---Beberapa menit kemudian---
Selang beberapa menit kemudian, tibalah angkutan umum kami di tempat tujuan kami, yaitu di perumahan Joyo Sentoso. Melihat sudah sampai di perumahan kami, sontak kami bertiga langsung turun dan berjalan masuk kedalam perumahan.
Ketika ditengah perjalanan menuju ke persimpangan blok perumahan, kami bertiga cuman berdiam diri saja. Tidak mengobrol satu sama lainnya. Yah… emang sih, semuanya pada kecapekan dalam aktivitas sekolahan. Jadinya, aku maklumin hal itu. Karena aku pun merasakan apa yang mereka rasakan. Capeknya kayak gimana, penat dalam perjalanan menuju pulang kerumah kayak gimana, dan masih banyak lagi kepenatan dan kelelahan dalam aktivitas sekolah.
Sesampainya kami dipersimpangan blok perumahan. Akhirnya, kami bertiga pun berpisah.
"Wan, kita pamit dulu ya." Ucap Alvan yang berpamitan denganku.
"Oke deh, Van. Sampai ketemu lagi ya!" ucap ku sembari melambaikan tanganku kepada Alvan.
"Iya Wan, Hati-hati ya kamunya!" Ucap Alvan sembari membalas lambaian tanganku.
"Iya Van, kamu juga!" balas ku kepada Alvan.
"Mari!" Ucap Rusya yang pamit kepada ku.
"Iya Rus, Mari juga!" balas pamitku kepada Rusya.
Sehabis kami bertiga berpamitan, akhirnya kami bertiga pun menuju kerumah masing-masing.