02 – Gahyeon, the Engineer
Bangunan tua dengan temboknya yang telah lapuk dan telah banyak kerusakan saat ini tak sehening dan sesunyi biasanya. Tempat kotor dan beberapa bagian telah rusak itu kini sedang didatangi pengunjung, bukan manusia, melainkan beberapa unit robot dengan bentuk seperti manusia, memiliki dua lengan dan kaki, mereka membawa senjata api dengan ukuran besar, senjata itu bertengger di pundak kanan mereka.
Unit-unit robot itu memiliki logam berwarna putih, kepalanya bulat sempurna seperti helm. Tapi matanya ada tiga dan memancar berwarna merah, postur tubuhnya seperti pria kekar memakai kostum baja putih.
Para robot itu tengah mencari sosok kehidupan manusia yang telah menjadi target mereka. Pada layar pindaian setiap Unit robot tertera
Target : Lee Ga Hyeon. Codename : Gahyeon.
Status : Boomber, Engineer, programer.
Code : Blacklist (Harus Dimusnahkan)
Tingkat ancaman : A (Aman), S ( Berbahaya)
Sementara seseorang yang sedang dicari oleh para unit robot terlihat sedang bersembunyi di sebuah balkon dengan mengotak-atik laptop. Dari tempatnya berada, dia dapat mendengar suara langkah-langkah kaki mesin itu.
Gadis itu tampak cantik dan masih sangat muda, memiliki tubuh berisi yang idealis, hanya saja tinggi badannya yang kurang membuat ia tampak mungil dan imut.
"Oke, kita mulai permainannya." Ia kemudian mengetik beberapa kata dengan huruf asing pada layar laptopnya.
Salah satu robot bergerak aneh dan mulai menembaki unit-unit robot lainnya, suara baku tembak terdengar nyaring. Dalam setengah menit robot yang telah ia ambil alih sudah jadi rongsokan, terlalu banyak jumlah robot yang harus dilawan dan itu semua bersenjata senapan mesin. Meski itu tak banyak berguna, tapi lumayan karena sekitar enam unit robot sudah ikut hancur.
"Nggak terlalu buruk." Gahyeon mengetik lagi beberapa huruf dan terjadi sebuah ledakan besar. Robot-robot di dalam sana berhamburan terlempar oleh ledakan itu, beberapa yang paling dekat dengan ledakan langsung hancur menjadi rongsokan. Ledakan yang efektif.
Tapi sebelum Gahyeon bisa tersenyum, salah satu robot yang terkena ledakan malah terlempar ke depan balkon. Benda itu mendarat tepat di depan Gahyeon.
"Aaaaahhh!" Gahyeon menjerit karena kaget, refleks ia beranjak berdiri dari tempatnya dan menendang badan robot itu dengan kuat sampai terjatuh dari balkon itu ke bawah.
"Rasain tuh." Ia menampakkan wajah yang puas.
Gahyeon berlari masuk setelah melakukan itu. Tapi kedatangannya disambut beberapa robot yang mengarahkan senjata padanya. Tampaknya, teriakan yang barusan dikeluarkannya secara tak langsung memberitahu keberadaannya pada para robot itu. Mereka pastinya terpancing dengan suara teriakannya.
"Hai." Gahyeon tersenyum dan melambai pada mesin-mesin itu, sayangnya balasan yang didapatinya adalah para robot langsung menembakinya, secepatnya ia berlari dan bersembunyi di balik sebuah dinding.
"Dasar enggak sopan, bukan seperti itu caranya menyambut gadis imut tahu! Apa orangtuamu tak mengajarkan itu? " Ia berteriak di tengah desingan dan lesatan peluru, suara senjata mesin itu sangat bising.
"Tunggu, apa robot punya orangtua ya?" Saat ia berbicara tak jelas, dinding yang ia gunakan untuk bersembunyi tak dapat bertahan lebih lama lagi dan sebuah peluru menyerempet rambut yang digerainya.
"Oh terserah." Gahyeon mengetikkan angka dan huruf aneh lagi dan segera ledakan-ledakan tercipta. Angin dan asap ledakan melewatinya bersama besi-besi sisa tubuh para robot. Semua terlempar membentur dinding, untung saja Gahyeon terlindungi tiang yang sebentar lagi akan runtuh.
Ia beranjak dan melihat sekeliling. Asap ledakan masih saja mengepul, bagian-bagian kerangka robot tercecer di mana-mana beserta bebatuan bangunan dan beberapa dinding dan lantai yang retak.
"Asapnya bau banget ih, parfumku hampir habis." Gahyeon mengibas-ngibaskan tangan di depan wajah dan ketika ia lega karena sudah menghancurkan banyak unit robot. Tiba-tiba ada banyak peluru berdesing dan Gahyeon bersembunyi di balik dinding.
"Waktunya aku beraksi." Gahyeon menyimpan laptop kecilnya di tempat yang sekiranya aman. Ia segera keluar dan memasukkan kedua tangan ke saku celana pendeknya.
Peluru-peluru melesat ke arahnya. Ada sekitar enam unit robot. Tangan Gahyeon memegang benda bulat seperti kelereng, ada yang berwarna hitam ada juga yang berwarna abu.
Ia menggulingkan badan untuk bersembunyi. Saat ada celah, ia menggulingkan badan menuju dinding lain sambil melemparkan bola-bola kecil tersebut, lemparannya tak buruk, dari sepuluh kelereng, hanya tiga yang kena. Kelereng warna hitam meledak saat mengenai robot itu, dan yang berwarna abu-abu melepaskan tegangan listrik yang membuat robot kehilangan fungsi dan roboh begitu saja.
"Oh, jangan menghindar dong! Mainanku terbuang sia-sia jadinya!" Gahyeon berteriak kesal. Bahkan jika para robot tak menghindar sekalipun lemparan Gahyeon benar-benar payah dan menghamburkan amunisi.
Gahyeon memandang sekitar dan ia yakin tiga sisanya dapat ia jatuhkan, Gahyeon mengambil bola-bola di kantong belakangnya dan saat ada celah, ia melemparkan semuanya. Banyak sekali bola yang dilemparkan dan itu jelas adalah pemborosan. Ledakan demi ledakan bersahutan, ia berhenti setelah semua bola habis dilemparkan.
Gahyeon berjalan dengan langkah angkuh dan tersenyum senang.
"Makanya, jangan berurusan denganku. Hancur, kan jadinya." Ia berpose dua jari di depan mata kanan. Saat ia berjalan sambil melompat-lompat senang menuju arah laptopnya berada, satu unit robot muncul.
"O.ow, kehabisan amunisi." Gahyeon berlari menyambar laptopnya dan segera turun ke lantai bawah di mana ia ingat jika di sana masih ada banyak jebakan yang sebelumnya ia tanam.
Gahyeon segera berlari menuruni tangga secara tergesa, ia terus berlari dengan beberapa unit robot mengejar, ya awalnya hanya satu, tapi entah dari mana ada antek-anteknya mengejar, sambil berlari Gahyeon coba mengetik memicu jebakan untuk meledak dan ia berhasil.
Gahyeon berlari turun tangga, namun saat ia turun, si robot mencegatnya dari depan, ia berhenti dan mundur. Semua robot yang mengejarnya memiliki ukuran yang sama seperti manusia dan memiliki tinggi kurang dari dua meter.
"Oh, kalau aku jadi kamu, aku nggak akan berdiri di situ." Si robot entah tak mengerti atau tak memiliki akses untuk mendengar ucapan. Benda itu maju satu langkah dan ada bunyi klik, saat kaki itu lebih menekan, seketika daerah dalam radius dua meter meledak. Gahyeon sudah memasang beberapa ranjau dan bom tersembunyi di sekitar sini.
Saat ledakan menghilang, Gahyeon berjalan dengan angkuh sambil memegang laptopnya yang masih terbuka. Ia menginjak kepala rongsokan itu dan berkata "Apa aku bilang? Em kayaknya kamu nggak bisa dengar deh, mana lubang telinganya?" Gahyeon memandangi sekeliling kepala robot yang benar-benar bundar itu.
"Ya sudah deh, nggak penting juga. Pokoknya aku menang yeyey." Ia melompat-lompat senang sambil melewati si rongsokan masih berteriak yeyey dan melompat-lompat, tapi seketika ada bunyi klik dan ia berhenti, wajahnya memucat dan badannya tegang.
"Omo, aku lupa sama ranjau di sebelah sini." Gahyeon panik sendiri, setelah ia menang mana mungkin ia tewas oleh ranjaunya sendiri, itu benar-benar konyol dan menggelikan.
Gahyeon segera membuka laptopnya dengan masih mempertahankan kakinya tetap pada posisinya, jika ia mengangkat kakinya maka ranjau meledak, jika ia menekan kakinya ranjau juga akan meledak.
Ia segera membuka pengendali bom dan coba menonaktifkan semuanya, keringatnya mengucur dan saat ia coba menyeka keringat, tiba-tiba tanpa sengaja ia malah mengaktifkan semua bom untuk segera meledak semuanya. Suara bunyi ting dari laptop itu kemudian layar merah menandakan itu sudah terkonfirmasi.
"Aku dan kecerobohanku." Gahyeon memaki dengan kesal, ia langsung melompat sejauhnya. Ya, meski lompatannya tak lebih jauh dari satu meter, tapi ia selamat. Ranjau meledak saat Gahyeon mengangkat kakinya. Ledakan itu mengempaskan badannya beberapa meter, dan ia jatuh ke lantai dalam keadaan tengkurap.
"Yah, untung saja itu cuma ranjau kecil, ow lututku lecet." Ia segera bangkit setelah meraih laptopnya dan mendapati ada lima unit robot menodongkan senjata mesin padanya. Robot-robot itu berjarak sekitar lima meter dari tempatnya berada, ledakan itu menarik mereka ke mari.
"Matilah aku. Aaaaaaaaah." Ia berteriak dan segera berlari menjauh, peluru dengan ukuran besar berdesingan di sekitarnya, menembus tembok dan dinding, tak hanya itu saja, bom yang sebelumnya ia niatkan untuk nonaktif mulai meledak beruntun.
Pertama di lantai atas dan mulai turun, atap yang runtuh terus berurutan runtuh mengejarnya, di beberapa dinding ada bom yang juga meledak.
"Ahhhhh ini gawat ini gawat ini gawat." Gahyeon terus berlari menghindari ledakan dan runtuhan bangunan, peluru-peluru sudah berhenti melesat. Tapi ledakan makin gila dan terus bertambah banyak.
Gahyeon terus berlari sambil berteriak tak jelas, ia berusaha menghindari daerah yang banyak tempat bom ditanam, pemandangan menegangkan dan menakutkan karena ledakan dan atap runtuh mengejarnya dari belakang.
Di depannya ada sebuah ledakan dan dinding hancur, Gahyeon berhenti dan menggulingkan badam ke samping, ia segera berdiri dan kembali berlari. Jalan keluar terlihat dan sudah tak ada robot lainnya lagi.
Ia berlari secepat kaki pendeknya mampu lakukan, bersamaan dengan ledakan terbesar, ia melompat menembus pintu kaca dan api besar mengekor tepat di ujung kakinya.
Gahyeon jatuh berguling di jalanan beraspal. Ia memandang perbuatannya, ledakan sudah berhenti, yang terbesar barusan adalah ledakan terakhir. Ia
menutupi mata dengan satu tangan saat ada api keluar dari arah tempatnya tadi keluar.
"Oke, tadi itu keren. Aku hampir saja mati, tapi aku selamat." Gahyeon coba berdiri, ia berbalik dan akan melompat-lompat lagi seperti tadi, tapi di depannya malah ada satu unit robot.
"Aku terlalu cepat bicara." Saat robot itu akan mengangkat senjatanya, ada suara desingan sesuatu dan robot itu terpotong seketika dan hancur tanpa meledak. Gahyeon mundur satu langkah dan ia tersandung sampai jatuh dengan pantat lebih dulu.
"Aww," Setelah tubuh robot berhamburan jatuh, ia melihat sosok di belakang si robot, pelaku yang membuat robot itu hancur menjadi beberapa potong.
Dia cantik, rambutnya hitam legam, berkibar pelan, baju putih dan celana pendek hitam, ia terlihat sangat bersih, tatapan gadis cantik itu dingin, sebuah katana ia arahkan ke depan. Dia adalah Yoohyeon.
Melihat ada wanita manis di depannya, Yoohyeon mendekat dengan satu lompatan ia sudah berada satu langkah di depan Gahyeon.
"Lompatan yang indah." Gadis itu malah memuji sambil tersenyum, tapi tatapan Yoohyeon masih dingin dan ia menodongkan katananya ke hadapan wajah Gahyeon.
"Bi … bisa jauhkan benda tajam berbahaya ini? Aku takut benda tajam." Gahyeon tergagap karena todongan senjata tajam itu. Yoohyeon menggeleng.
"Kau … bukan salah satu dari mereka?" tanya Yoohyeon dengan suara pelan dan bernada dingin.
"Mana mungkin aku salah satu dari mereka, gadis manis dan imut sepertiku tak seperti mereka, aku bahkan tak akan mampu memecahkan sebuah gelas kaca," katanya dengan cepat membela diri dan meyakinkan Yoohyeon jika dia bukanlah musuh. Setelah ia selesai bicara, bangunan tinggi di belakang Gahyeon runtuh karena ledakan-ledakan sebelumnya membuat bangunan rapuh. Keduanya memandang bangunan itu.
Gahyeon bertepuk tangan dengan senang dan berseru,
"Yey sudah kuduga bomku akan meruntuhkan bangunan i ...." Gahyeon berhenti bicara ketika ia merasakan hawa dingin yang membuatnya merinding berasal dari Yoohyeon. Ia dengan hati-hati memandang gadis itu.
"Oke, itu perbuatanku. Lupakan ucapanku yang sebelumnya. Tapi ayolah, aku tak mencurigakan. Lagi pula aku juga kode hitam." Gahyeon terlihat kembali terancam dan terdesak.
"Kode hitam?" tanya Yoohyeon, meski ia terlihat tak tahu, tapi tatapan dinginnya tak berubah. Merasa ada kesempatan, sudut bibir Gahyeon melengkung sedikit, ia tersenyum.
"Aku akan menjelaskannya jika kau bersedia menurunkan benda tajam ini." Ujung katana itu sekitar setengah meter dari leher Gahyeon. Yoohyeon dengan gerakannya yang cepat menarik katana itu dan dengan cepat juga memasukkan benda itu ke dalam sarungnya, Gahyeon sendiri tak bisa melihat itu karena gerakan itu sangat cepat.
"Omo, bagaimana bisa dia melakukan itu? Pedang sepanjang itu tak mungkin bisa masuk begitu saja dalam sarungnya, itu terlalu panjang meski dengan tangan terentang." Gahyeon berkata dalam benaknya, ia tersenyum dan berdiri, ia menepuk pakaiannya dan mengambil laptopnya.
"Terima kasih." Tapi Yoohyeon tak menanggapi dan berjalan meninggalkan Gahyeon.
"Ih, kok aku ditinggal?" Gahyeon bukanya senang atau memikirkan jika ini kesempatan yang bagus untuk melarikan diri, tapi ia malah berlari mengikutinya.
***