"Mama..... , aku mau pergi kerumah Uma terlebih dahulu untuk meminta maaf karena kesalah paham kecil boleh?" ucap Kanaya meminta izin pada Rahma.
"Tentu saja nak, kau tidak perlu meminta izin karna Bu Shopia adalah ibu yang telah merawat mu selama ini. Rara bebes ingin tinggal dimana Rara mau.... pintu rumah pasti akan selalu terbuka lebar untuk mu nak." ucap Rahma yang kemudian memeluk putri bungsunya itu.
"Hemmmmm.... Aira gak diajak pelukan nie..?" ucap Aira yang pura-pura merajuk.
Kanaya dan Rahmah hanya tersenyum melihat wajah cemberut Aira yang terlihat sangat mengesankan. Kemudian Kanaya dan Rahma memeluk Aira secara bersamaan.
"Mama.... sayang banget.... dan bersyukur bisa pelukan ama kalian." ucap Rahma sambil memeluk erat kedua putrinya itu.
"Rara juga sayang Mama dan Aira." ucap Kanaya sambil tersenyum manis memeluk 2 orang yang sangat bermakna dalam hidupnya.
"Aira juga sayang mama dan Rara...,"
"Aira juga ingin ikut Rara ketemu ibu yang telah membesarkan Rara, mama apakah Aira boleh ikut?" ucap Aira dengan tersenyum manis.
Keadaan Aira memang semakin membaik setelah operasi ginjal yang berjalan lancar dan sekarang keadaan Aira sudah mulai stabil bahkan siang hari dan Aira sudah diizinkan oleh dokter Adam pulang.
"Tentu saja nak, tapi Aira baru keluar dari rumah sakit." ucap Rahma yang kurang setuju.
"Iya Aira nanti setelah keadaan mu pilihan kita akan berkunjung ke rumah Uma Sopiah sama-sama." ucap Kanaya meyakinkan saudarinya itu.
"Baiklah.... tapi kau harus berjanji... jika aku sembuh cepat aku boleh ikut!" ucap Aira yang telah menyiapkan jari kelingking nya sebagai kaki yang harus ditepati.
"Tentu saja....," ucap Kanaya yang langsung mengaitkan jari kelingking mereka.
Mereka berdua terlihat seperti anak kecil yang sangat manis di mata Rahma. Padahal Rahma merasa sangat baru melahirkan putri nya Aira dan satu tahun kemudian melahirkan Aurora dan sekarang anaknya sudah beranjak dewasa bahkan putri bungsunya ini akan bertunangan dengan Al yang merupakan sahabat dari putra sulung nya Ray.
"Mama sangat senang jika kalian senang, sebesar dan sedewasa apapun kalian tetap hanya putri kecil ku yang mengemas." ucap Rahma yang kemudian memeluk erat kedua putrinya itu.
"Mama...., apakah akan kembali pada Papa?" tanya Aira yang sangat berharap bahwa orang tuanya ini kembali bersama.
"Mama masih memerlukan sedikit waktu lagi nak untuk memikirkan hal itu." ucap Rahma sambil merenung dan memeluk erat kedua putrinya itu seakan takut akan terpisahkan.
Di tempat lain Ray sedang menemui dokter Adam bersama dengan Al yang tentunya untuk mengetahui kondisi Aira jika mereka membawa pulang sebelum siang nanti.
"Dok saya ingin menanyakan apakah adik saya sudah bisa pulang pagi ini?" tanya Ray.
"Iya Kakak karena Aira sepertianya sangat tidak menyukai tinggal dirumah sakit." ucap Al yang mendukung keinginan Ray.
"Jika menang dalam keadaan yang sangat terdesak adik anda Aira boleh pulang dengan suara harus menghabiskan impuls nya yang tinggal tersisa setengah, oh iya adik anda Aira juga harus istirahat total selama 3 bulan karna luka operasi luar dan dalam belum kering." ucap dokter Adam menjelaskan.
"Baik dok, saya akan menjaga adik saya dengan baik." ucap Ray.
"Oh iya, bagaimana kabar abang yang katanya menyukai salah satu dokter bedah cantik yang berada dirumah sakit ini?" tanya Al uang mengalihkan topik pembicaraan karna merasa penasaran dengan pilihan dari kakak sepupunya itu.
"Hemmm Al masah itu kita bahas di lain waktu aj ya, sekarang aku ada janji dengan pasien lain kalian bisa keluar ruangan ini karena pasienku diluar sedang mengantri." ucap Adam yang sengja mengusir Al dan Ray secara lembut.
Ray yang mendengar pernyataan dari ucapan Al tadi langsung berfikir bukan Rabia merupakan salah satu dokter bedah di rumah sakit ini, atau jangan-jangan dokter bedah yang disukai oleh dokter Adam adalah Rabia sungguh Ray telah merasa tidak percaya diri kalau saingannya adalah seorang dokter Seperti Adam.
"Hay..... sob, lo kenapa sih dari tadi ngelamun kayaknya semenjak keluar dari ruangan bang adam deh?" tanya Al yang menatap bingung sahabatnya itu.
"Hemmm.... sob, emang benar ya Abang sepupu lo itu naksir Ama dokter Rabia?" tanya Ray dengan lesu.
"Gak tau juga si bro.... tapi kan dokter bedah di rumah sakit ini gak cuma dokter Rabia aja." ucap Al yang kebetulan mengetahui beberapa dokter bedah yang berkerja dirumah sakit keluarga nya itu.
"Arti gue.... masih punya kesempatan....," ucap Ray sambil tersenyum seakan semangat nya kembali penuh.
"Maksudnya. Lo suka ama dokter Rabia?" ucap Al yang hampir berteriak dan untungnya Ray dengan sigap menutup mulut cempreng sahabatnya itu.
"Kalau ngomong, bisa gak lo gak usah terik-terik..... berisi tau." ucap Ray yang merasa kesal dengan sahabatnya itu.
"Ya maaf sob... ya gue kan refleks aja...., gue kira lo lebih cinta dengan tumpukan berkas-berkas itu tapi ternyata tanggapan gue selama ini salah. Lo masih normal." ucap Al dengan cengengesan.
"Sialan lo sob, enggak gue izin ketemu dan dekat adek bontot gue baru tau rasa!" ucap Ray dengan kesal.
"Jangan gitu dong Abang ipar, aku gak bisa hidup tanpa berdekatan dengan belahan jiwa ku itu....," ucap Al dengan nada memelas.
"Bodoh amat gue bakal bilang ke Papa biar perjodohan kalian di batalin." ucap Ray yang kemudian meninggalkan Al.
"Sob..... aku tau kau lagi cemburu pada bang Adam tapi jangan di lampiaskan ke gue dong, gue kan gak bersalah." ucap Al sambil terus mengikuti langkah kaki Ray.
"Salah sendiri Lo bikin gue kesal". ucap Ray dengan datar.
Al sangat ingin mengumpat dalam hati nya, untung saja laki-laki di hadapan nya ini adalah sahabatnya dan Abang dari gadis yang di cintainya jika tidak mana mau Al susah payah membujuk Ray seperti buntut sapi yang selalu berada dibelakang.
Dari arah berlawanan ternyata ada dokter Rabia yang sedang tersenyum manis menatap kearah Ray dan Al. Tentunya Ray terpaku diam di tempat karna senyum manis dokter itu tapi kemudian Rabia merentangkan tangan seakan ingin memeluk Ray.
"Hay sayang bagaimana keadaan mu?" ucap Rabia yang telah memeluk anak laki-laki yang tengah duduk dikursi roda yang berada tepat disampingnya Ray.
"Kenzo baik dokter cantik. Dokter apakabar?" tanya anak yang berada di kursi roda itu setelah pelukan Rabia terlepas darinya .
Rabia mensejajarkan diri agar tingginya sama dengan anak laki-laki yang bernama Kenzo itu.
"Dokter sangat baik sayang, apalagi melihat Kenzo yang sangat semangat untuk sembuh." ucap Rabia Sabil tersenyum manis, perbuatan Rabia layaknya seorang ibu pada anaknya.
"Aku merasa sangat baik dengan dukungan dokter cantik, oh iya apakah paman di samping ini adalah pengemar dokter cantik dari tadi mereka menatap dokter dengan kagum?" tanya Kenzo.
"Hemmm Ray? dan.... maaf aku lupa, apa yang kalian lakukan disini?" tanya Rabia.
"Kami hanya lewat saja dan kagum akan sikap ke ibuan dokter, oh iya dok nama saya Al. Kami permisi terlebih dahulu." ucap Al yang kemudian menyeret Ray pergi.
"Kau gila ya bahkan aku belum selesai memandang wajah cantiknya." ucap Ray dengan kesal.
"Lo sangat payah sob kau tidak menjawab saat dia bertanya tadi dan lo hanya terpesona pada kecantikan nya, lalu bagaimana kalian bisa lebih dekat dan menjalani hubungan yang serius?" tanya Al yang merasa kesal dengan kebodohan sahabatnya itu.
"Entah Aku tiba-tiba menjadi orang bodoh ketika di dekatnya baru-baru ini. Aku tidak perlu mandekatinya karna aku langsung melamarnya." ucap Ray tersenyum tanpa beben.