MKC 62
...
Bukan hanya gue yang terkejut, Anggoro berhasil mendelik tidak tanggung-tanggung. Memukul salah satu bahu gue dengan cukup keras sampai menimbulkan bunyi yang aneh. Gue pun meringis menahan sakit. Pukulan Anggoro kali ini tidak main-main.
Mata Anggoro menyiratkan rasa tidak percaya akan apa yang baru saja gue katakan. Apa yang salah dari ucapan gue. Harga sebuah pertukaran yang tidak seimbang, menurut logika gue. Tapi, gue tidak bisa menolak atau berlari kabur untuk sebuah alasan yang tidak masuk akal.
"Teteh, jangan gitu dong. Pamali tahu. Teteh ternyata perhitungan banget jadi orang ya. Kasihan loh istrinya mang Iwan. Dia gak bisa keluar rumah lama-lama karena mabok hamil dan gak bisa ketemu orang banyak karenanya. Padahal, istrinya mang Iwan itu orangnya baik dan suka bergaul. Tapi sejak hamil istrinya mang Iwan jadi lebih suka di rumah dan mengurung diri." Cerita Anggoro dengan suara pelan.