Chereads / Pejuang cinta, penderita kanker / Chapter 2 - Bagian 2.

Chapter 2 - Bagian 2.

Setelah pulang sekolah Amel tidak langsung pulang ke rumah, ia langsung menuju tempat kerjanya. Amel kerja di salah satu cafe yang jaraknya tidak jauh dari rumah, Orang tuanya tidak tahu bahwa ia kerja, bahkan mereka tidak akan peduli kepadanya.

"Mel kamu bersihkan yang meja dekat pojok itu yah" perintah atasan Amel.

"Siap ka Angga" langsung Amel menuju apa yang diperintahkan oleh atasannya.

Meskipun dia adalah atasan Amel tapi dia tidak mau di panggil bapak dia lebih suka dipanggil kakak, katanya panggilan bapak terlalu tua untuknya.

Langkah Amel berhenti ketika melihat orang yang mirip dengannya. Ya itu adalah mala saudara kembar nya, Amel buru-buru sembunyi agar mala tidak melihatnya, untung saja mala tidak melihatnya.

"Mel istirahat dulu" ucap Angga.

"Iyah ka sebentar lagi" jawab Amel.

Setelah selesai, Amel pergi ke toilet untuk cuci tangan sebelum makan. Saat cuci tangan ada darah jatuh entah dari mana darah itu jatuh, ia menatap langit-langit toilet namun tidak ada darah, lalu ia menatap cermin dan darah itu ternyata berasal dari hidungnya. Darah itu terus mengalir dan kepalanya tiba-tiba pusing ia harus kuat, Amel berpikir bahwa ini hanya kecapean saja. Dan buru-buru ia membersihkannya.

"Ka aku pamit pulang yah, pekerjaanku sudah selesai semua" izin Amel kepada ka Angga.

"Mau saya antar?" tawar Angga.

"Nggak usah ka" tolak Amel.

"Ini sudah malam loh sudah jam 10, memangnya ada angkot jam segini?"

"Benar juga yah mana ada angkot jam segini" batin Amel.

Ka Angga langsung menarik tangan Amel menuju parkiran untuk mengantar Amel pulang" yaudah yo pulang saya antar."

*****

"Makasih ya ka udah mau ngantar aku pulang" ucap Amel pada ka Angga.

"Iyah sama-sama, lagi pula nggak baik 'kan pulang sendiri" jawab Angga "Ya sudah saya pamit. langsung istirahat kayanya kamu seharian ini capek banget."

"Iyah ka siap"

Setalah itu mobil ka Angga melaju untuk pulang.

Sebelum Amel membuka pintu, ia menghela nafas semoga papah dan mamah sudah tidur. Namun ketika hendak melangkah menuju kamar suara deheman keras membuatnya mematung ditempat dengan cepat ia berbalik.

"Jam segini baru pulang dari mana saja kamu!" marah Gema papah Amel.

"Dasar jalang! saya malu punya anak sepertimu kerjaannya selalu pulang malam" bentak Mira mamah Amel.

"Aku bukan jalang mah!" teriak Amel, ia kesal orang tuanya selalu menuduhnya yang tidak-tidak.

"Kalau bukan jalang apa? pake dianterin pulang lagi!" marah Mira.

"Aku itu bukan seperti itu!" bentak Amel.

Gema maju dan menghampiri Amel

Plak

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi mulus Amel, mulutnya mengeluarkan banyak darah akibat tamparan keras dari sang papah.

"Pah" Amel menatap papah dengan sedih dan pokoknya sulit untuk di artikan. Ini tamparan bukan sekali atau dua kali bahkan ini sudah menjadi makanan untuknya.

"Dasar anak gak tahu diri masih mending kamu tidak saya buang!" murka gama.

"Kalian semua jahat kenapa kalian selalu menuduhku bahkan kepergian ka Andre pun kalian menuduhku. hiks....hiks...hiks" Amel sudah tidak tahan kepada meraka yang selalu menuduhnya dan tangisannya semakin pecah saat mamah....

Plak

Mira menampar Amel hingga mulutnya mengeluarkan banyak darah.

"kamu itu pembunuh! kamu itu penyebab kepergian Andre. Dasar pembunuh!" teriak Mira sambil menjambak-jambak rambut Amel.

"Mah sakit mah, aku itu bukan pembunuh. itu murni kecelakaan mah bukan aku penyebabnya hiks....hiks" tangis Amel semakin pecah langsung sekuat tenaga ia melepaskan jambakan dari sang mamah. Lalu ia pergi menuju kamar meninggalkan mereka.

Mengapa mereka tidak percaya? bahwa itu murni kecelakaan bukan karenanya.

Lalu Amel tertunduk menenangkan hati, kenapa ia nggak bisa marah sama mereka padahal mereka selalu berbuat kasar kepadanya.

Aaaaaaaaaaaa pranggggg

Amel meninju kaca yang ada di kamarnya hingga pecah berkeping-keping, tangannya pun terluka akibat tinjuan nya yang keras sampai mengeluarkan banyak darah, sakit tapi tidak sesakit hatinya. Ia begitu sakit dan kecewa kepada orang tuanya tapi ia tidak pernah marah kepada mereka, ia sangat menyayangi orang tuanya meskipun meraka kejam sekali pun.

"Non ini bibi non, cepat buka pintunya non" khawatir bi Ana.

Sebuah ketukan pintu membuat Amel berhenti menangis, buru-buru ia menghapus air matanya yang sudah banjir membasahi pipinya dan segera membuka pintu.

Amel langsung memeluk bi Ana dan tangisannya pun semakin pecah, bi Ana langsung membalas pelukan Amel dengan tangan mengelus rambut Amel dengan lembut untuk menenangkan Amel agar tidak menangis lagi.

"Sudah non jangan menangis lagi" ucap bi Ana untuk menenangkan Amel ia langsung membawa Amel ke kamar dan mendudukkan Amel di kasur.

"hiks...hiks... hiks bi mereka jahat, kenapa Meraka selalu berbuat kasar sama Amel bi. Kenapa bi kenapa? Ahhhhhh" teriak Amel dengan isahkan tangisnya.

Bi Ana merasa kasian kepada Amel yang selalu mendapatkan kekerasan dari orang tuanya, ia sangat prihatin kepada Amel. Sebenarnya ia ingin memberi tahu kepada orang tuanya apa yang sebenarnya terjadi tapi Amel melarangnya untuk tidak mengatakannya karena percuma jika memberitahunya mereka pun tidak akan percaya. Jika bi Ana mengatakannya maka Amel akan benci terhadapnya, bi Ana tidak mau itu terjadi karena ia sangat menyayangi Amel seperti anaknya sendiri.

"Sudah non jangan menangis lagi__Ucapan bi Ana berhenti ketika melihat tangan Amel yang mengeluarkan banyak darah "ASTAGHFIRULLAH non ini luka" buru-buru bi Ana mengambil kotak P3K ia langsung mengobati luka yang ada ditangan Amel dan juga mengobati luka di wajah Amel akibat tamparan dari orang tuanya.

Amel langsung memeluk bi Ana "Makasih ya bi, bibi selalu ada buat Amel."

Bi Ana membalas pelukan Amel tangannya pun naik turun mengusap rambut Amel dengan lembut "Iyah non sama-sama."

*****

"Baik anak-anak semuanya, hari ini kita olahraga basket, bapak akan membagikan kelompoknya. Kelompok 1 Yura, Tamara, Mila, Rehan dan Amel dan kelompok 2 Caca, Alif, Laura, Zahra dan Maya." ucap Pak Anton guru olahraga yang mengajar di kelas Amel.

"Yes, akhirnya gue bisa ngerjain lo" batin Yura dengan senyum devilnya.

Amel mengangguk lesu, pasalnya ia tidak bersemangat satu kelompok dengan Yura dan gengnya itu, ia tidak mau dibully terus.

"Woy buruan! lambat banget Lo ngambil bolanya" teriak Yura.

"Iyah-iyah sabar, lagian kamu jauh banget lempar bolanya" ucap Amel sambil berlari menghampiri Yura untuk memberikan bola tadi.

"Dasar lambat! ngambil bola aja lambatnya minta ampun" sambil mengambil bola yang tadi diberikan Amel, lalu pergi dan menyenggol bahu Amel.

Amel menghela nafas kasar, pasalnya dari tadi ia tidak main-main hanya disuruh kesana-kemari untuk mengambil bola yang selalu mereka lempar jauh-jauh.

Amel yang dari tadi diam dipinggir lapangan sambil memperhatikan mereka bermain basket. Namun tiba-tiba....

Byurrrrrr

Air yang berisikan es batu sebanyak satu ember membasahi kepala Amel. Amel mengerjakan matanya erat ia harus sabar, air matapun turun membasahi pipinya, Amel sudah tidak tahan dengan sikap Yura

Semua pasang mata menatap Amel dengan iba ingin sekali membantu Amel, tapi mereka urungkan niat itu. Mereka tidak ingin dikeluarkan dari sekolah dan tidak aman semasa hidupnya jika ada yang membantunya.

"Hahahaha, kasian" tawa Yura dan gengnya sambil mengelus-elus kepada Amel.

Amel bangkit dari duduknya dan menatap Yura.

"Salah saya apa? kenapa kamu selalu membully saya" tanya Amel sambil menahan ishakan tangisnya.

"Salah lo? enggak ada, entah kenapa gue suka liat lo sengsara" jawab Yura, "Bahkan gue bisa lebih yang lebih kejam dari pada ini" bisik Yura pada Amel.

Lalu Amel pergi meninggalkan Yura dan yang lainnya. Saat sampai di kamar mandi Amel mengguyur seluruh badannya dengan air dan menangis.

Hati ini sakit selalu mendapat perlakuan yang tidak diinginkan, hati ini terluka akibat perlakuan yang mereka berikan. Tuhan izinkan aku merasakan kebahagiaan tuhan.