Chereads / SURAT CINTA USTADZ FAJAR RAMADHAN / Chapter 3 - DI LUAR KENDALI

Chapter 3 - DI LUAR KENDALI

"Baiklah Tante, semoga aku bisa melakukannya." ucap Fajar kemudian secara tiba-tiba melepas kedua tangan Alief dan menggendongnya dalam pelukannya.

"Apa yang Om lakukan!!! lepaskan aku!' teriak Alief saat sadar sudah dalam gendongan Fajar.

"Diamlah Alief, aku sudah berjanji pada orang tua kamu untuk menjagamu." ucap Fajar mengeluarkan seluruh tenaganya menggendong Alief yang berontak dengan memukuli dadanya bahkan sempat mencakarnya.

Azhari dan Arani hanya bisa mengelus dada melihat sikap Alief yang sudah di luar kendali.

"Arani, setiap seminggu sekali hubungi Ustadz Fajar untuk mengetahui perkembangan Alief. Dan jangan lupa, berikan sumbangan lebih banyak dari yang sebelumnya khususnya di Pondok pesantren Kyai Zailani, Kita berhutang budi pada Kyai Zailani dan Kyai Sidiq." ucap Azhari beranjak dari tempatnya saat melihat mobil Fajar sudah pergi.

Arani menghela nafas panjang menatap mobil Fajar yang sudah menjauh.

"Semoga, Ustadz Fajar bisa menyadarkan Alief dan membuat Alief menjadi wanita yang solehah." gumam Arani kemudian masuk ke dalam rumah.

***

"Om!! turunkan aku di sini! aku akan memberikan uang padamu!" ucap Alief tidak bisa berkutik karena kedua tangannya terikat.

"Aku tidak memerlukan uang Alief. Sebaiknya kamu jangan bicara terus, tenggorakanmu bisa sakit." ucap Fajar dengan tenang setelah mengamankan Alief dengan mengikat kedua tangannya.

"Aku tidak akan berhenti bicara sebelum Om melepas ikatanku! lepaskan aku!!" teriak Alief dengan kesal karena Fajar tidak bisa di suap dengan uang.

"Tidak akan! sekarang kamu diam atau tetap terikat seperti itu." ucap Fajar berusaha tenang menghadapi sikap berontak Alief.

Dengan perasaan kesal Alief menghentakkan kedua kakinya kemudian bernyanyi lagu rock barat dengan suara sangat keras hingga Fajar tidak bisa berkonsentrasi pada jalan di depannya.

"Alief, kecilkan suaramu, aku tidak bisa menyetir dengan baik. Suaramu menggangguku Alief." ucap Fajar sambil menutup telinganya sebelah kiri dengan salah satu tangannya.

"Tidak akan!!!" ucap Alief semakin mengeraskan suaranya sambil berjingkrak-jingkrak walau kedua tangannya terikat.

"Astaghfirullah Al'adzim." ucap Fajar terpaksa menghentikan mobilnya kemudian mengambil saputangannya dari dalam kantong celananya.

"Maaf ya Alief, kamu susah sekali di ajak bicara. Terpaksa aku melakukan hal ini padamu." ucap Fajar seraya menutup mulut Alief dengan saputangannya.

"Cara ini lebih baik untuk menyelamatkan pita suaramu agar tidak putus." ucap Fajar dengan tenang kemudian melanjutkan perjalanannya.

Walau mulutnya sudah tertutup dengan sapu tangan, masih saja Alief berusaha bicara sambil menendang-nendangkan kedua kakinya ke arah kaki Fajar.

Fajar hanya tersenyum dalam hati melihat usaha Alief yang tidak berhasil untuk menendang kakinya.

"Lebih baik kamu istirahat dan biarkan aku menyetir dengan tenang." ucap Fajar sambil menyalakan lagu-lagu religi.

Untuk sesaat suasana menjadi sunyi sampai pada saat Fajar mendengar dan melihat Alief menangis dengan suara tak jelas.

Kedua mata Alief berlinang airmata menatap Fajar yang sedang menatapnya.

Melihat Alief menangis dan ingin bicara, membuat hati Fajar tidak tega kemudian menghentikan mobilnya dan melepas saputangan yang menutup mulut Alief.

"Kamu mau bicara apa? katakan." ucap Fajar menatap penuh wajah Alief yang memelas.

"Aku lapar Om. Bisakah kita makan sebentar?" ucap Alief dengan tatapan memohon.

Fajar menghela nafas panjang, tidak mungkin juga dia tidak peduli dengan permintaan Alief yang sudah menjadi tanggung jawabnya.

"Baiklah, kita akan cari makan. Tapi, sikap kamu harus baik. Duduk tenang dan jangan bicara." ucap Fajar dengan tatapan penuh.

Alief menganggukkan kepalanya dengan cepat.

"Hem... bagus." ucap Fajar kemudian melanjutkan perjalanannya sambil mencari rumah makan.

Dengan pelan Fajar memasukkan mobilnya ke halaman rumah makan yang cukup besar dan ramai.

"Kita makan di sini saja." ucap Fajar seraya menghentikan mobilnya.

Alief menganggukkan kepalanya sambil mengulurkan kedua tangannya yang terikat pada Fajar.

"Ada apa? apa kamu mau aku melepas ikatan ini?" tanya Fajar dengan kening mengkerut karena Alief tidak bicara sedikitpun.

Kembali Alief menganggukkan kepalanya.

"Apa kamu tidak bisa bicara? bukankah kamu sudah bebas bicara sekarang? ayo, bicara." ucap Fajar menunggu Alief bicara.

"Om sendiri sudah bilang kalau aku harus bersikap baik dan tidak boleh bicara." ucap Alief dengan wajah polosnya.

"Hem.... sekarang boleh bicara, apa yang kamu inginkan?" tanya Fajar sudah lupa dengan apa yang di katakannya.

"Tolong lepaskan ikatan tanganku. Bagaimana aku bisa makan kalau kedua tanganku terikat?" ucap Alief sambil mengulurkan tangannya.

"Baiklah, akan aku lepaskan tapi kamu harus tetap bersikap baik." ucap Fajar sedikit tenang dengan perubahan Alief.

"Alief menganggukkan kepalanya dengan pelan.

Dengan tenang Fajar melepas ikatan di tangan Alief.

"Bagaimana sekarang? kamu sudah merasa lebih baik kan?" tanya Fajar menatap penuh wajah Alief yang cantik dan imut.

Kembali Alief menganggukkan kepalanya kemudian berniat membuka pintu namun tangan Fajar menahannya.

"Tunggu!! jangan keluar dulu! aku harus memegang tanganmu agar kamu tidak lari." ucap Fajar kemudian melepas tangan Alief dan keluar dari mobil.

"Sekarang kamu bisa keluar." ucap Fajar setelah membuka pintu mobil Alief.

Alief keluar dengan patuh dan menurut saja saat Fajar menggenggam tangannya dan membawanya masuk ke dalam rumah makan.

"Kita duduk di sini saja." ucap Fajar sambil duduk di meja yang masih kosong.

"Kamu pesan apa Alief?" tanya Fajar saat seorang pelayan datang untuk menanyakan makanan apa yang di pesan.

"Sama dengan Om saja." ucap Alief dengan tenang.

"Baiklah." ucap Fajar kemudian memberitahu pada pelayan makanan yang di pesannya.

Selang beberapa saat makanan yang di pesan Fajar sudah datang. Dua kare ayam dan dua teh hangat.

Tanpa mengucapkan apa-apa Alief makan makanannya dengan sangat lahap dengan menambah sambal kecap pedas sangat banyak.

"Alief jangan terlalu banyak sambal nanti perutnu sakit." ucap Fajar sambil menelan salivanya saat melihat sambal kecap di nasi Alief.

Tanpa memperdulikan Fajar, Alief menghabiskan makanannya hingga tak tersisa.

"Sangat nikmat sekali." ucap Alief sambil minum teh hangatnya.

"Apa kamu mau makan lagi?" tanya Fajar setelah menghabiskan makanannya juga.

Alief menggelengkan kepalanya kemudian memegang perutnya dengan wajah meringis.

"Om... perutku sakit! di mana toiletnya?" tanya Alief sambil berdiri sedikit membungkuk.

"Di luar sana! biar aku antar." ucap Fajar sambil berdiri dari duduknya.

"Jangan Om, nanti Om di curigai melarikan diri sebelum membayar. Om bayar dulu saja, aku ke toilet sekarang. Aku sudah tidak tahan lagi." ucap Alief berlari keluar ke arah toilet.

Fajar bangun dari duduknya dan berjalan ke kasir untuk membayar makanannya.

Selesai membayar makanannya segera Fajar keluar dari rumah makan dan berjalan ke toilet menunggu Alief keluar.

Cukup lama Fajar berdiri di depan pintu toilet namun Alief tak kunjung keluar bahkan yang keluar dari toilet selalu orang lain.

"Kenapa Alief lama sekali?" tanya Fajar dengan cemas sambil menatap ke arah halaman di mana mobilnya berada.

"Ya Allah!! di mana mobilku?" teriak Fajar berlari ke tempat mobilnya yang sudah tidak ada. Dengan refleks Fajar mengambil kunci mobilnya di dalam kantongnya.

"Astaghfirullah Al'adzim, kenapa bisa hilang? apa mungkin Alief??!"'