Chereads / Chibi Tenshi / Chapter 7 - Kehangatan

Chapter 7 - Kehangatan

"Haruka ...." Dia memanggil namaku dengan serius.

"Ha-hajime ...." Aku tergugup saat memangg namanya.

"Kau kenapa ke sini?" tanyaku dengan ekspresi tidak tahu malu ini.

"Ah~ aku ingin mengambil wadah itu." Kata Hajime sambil menunjuk ke tempat puding yang aku bawa.

Aku sedera menyodorkannya dan memberikannya padanya, "Ano ... padahal aku ingin mengembalikannya padamu barusan."

"Eh, barusan?" tanya Hajime dengan memasang muka heran, dan aku mengangguk pelan.

Begitu hari mulai malam dan udara dingin ... perutku berbunyi, sempat terdengar oleh Hajime.

Aku segera mendorong Hajime keluar dan bilang, "Jyaaa~ arigatou~" kataku dengan agak kesalnya karena terus menerus menampilkan bagian yang yang memalukan.

"Tunggu!!" dia menghetikan pintu yang hendak aku tutup dengan sebelah tangannya.

"Apa?" tanyaku dengan muka datar.

"Haruka, bagaimana kalau kau makan malam di rumahku?" tawarnya dengan memasang senyuman tipis.

"Ti-tidak ...." Aku begitu sungkan saat membalasnya dan hendak berbalik ke belakang begitu berhasil menutup pintu. Tapi, dia meraih lengan tanganku dengan tiba-tiba.

"Ayolah, tidak apa-apa ...." Katanya dengan santai.

Hajime melihat ruangan sekilas, "Kau tinggal sendirian kan? Pasti berat bagimu ...." Dia mengatakannya dengan lembut. Entah kenapa ... kata-katanya yang ini membuatku ingin menangis.

Aku akhirnya terpaksa ikut makan malam di rumahnya.

Hajime memperkenalkanku pada kedua orang tuanya dengan baik-baik, ayah dan ibunya menyambutku dengan ramah. Hajime juga memiliki kakak kandung perempuan dan adik sepupu, yang tinggal dengannya.

Kakanya sudah masuk universitas, semester 2, dan adik sepupunya masih SD.

Kami makan di meja yang sama ... aroma yang sama dan piring yang sama ....

Entah kenapa saat mencicipinya, aku ingin menangis.

Sudah lama aku tidak merasakan kebersamaan dalam keluargaku seperti ini.

Aku ingin merasakannya kembali.

Hajime teman pertamaku di SMA, menyelamatkanku.

Di rumah itu, sangat hangat ... perasaan hangat dan lembut itu mengalir ke hatiku. Padahal dia hanya orang lain.

Tak lupa setelah makan malam bersama, aku membantu ibunya Hajime membereskan piring dan mencucinya, aku bilang ... aku sudah sering melakukan ini sendiri selama ini.

Begitu ibunya Hajime tahu, kalau aku memang sebatang kara tinggal di rumah itu, ... beliau menawarkanku untuk selalu makan di sini dan apabila dia sedang ada masalah, jangan sungkan minta tolong ke Hajime.

Aku hanya menjawabnya dengan senyum saja.

Walaupun aku hidup sebatang kara, aku tidak ingin merepotkan orang lain.

Terkadang, saat kita sudah dekat dengan orang itu ... secara tiba-tiba orang itu pergi ... aku tidak ingin merasakan perpisahan menyakitkan.

Begitu selesai beres-beres, aku pulang.

Hajime sibuk bermain ps dengan kakaknya, dia sengaja tidak mengantarkanku pulang karena sibuk main ps demi mendapatkan MVP kesayangannya.

Adik sepupu dan kedua orang tuanya melambaikan tangan padaku, walau jarak rumah kami bisa dibilang hanya 5 langkah saja. Tidak lupa sebelum pergi, aku membungkuk dengan sikap hormatku dan mengucapkan "Terima kasih," kemudian "Selamat tinggal," pada mereka.

Mereka menjawabnya, "Sampai berjumpa lagi."

....

Bagiku tidak enak nantinya jika terus menerus numpang makan di rumah tetangga.

Aku harus mencari pekerjaan!!

****

Aku segera tidur setelah makan malam dari rumah Hajime, terlalu enak masakannya dan membuatku mengantuk setelah memakannya.

Keesokan harinya ... di pagi hari.

Seseorang mengetuk pintu rumahku.

Begitu berisik saat digedor-gedor di pagi hari begini.

Aku segera beranjak dari tempat tidurku, membenarkan bajuku dan segera membukanya.

Pasti pak pengantar koran, pikirku tapi, kok tumben mengetuk pintu.

Ternyata ....

*Haruka sambil memasang muka malasnya menatap seseorang itu.

"Hajime ...." Lagi-lagi dia, dan kali ini dia tanpa memakai kacamata saat menemuiku. Kantong di bawah matanya terlihat hitam, tampaknya dia usai begadang pastinya.

*Haruka masih memasang muka malasnya menatap Hajime.

"Ada apa?" tanyaku heran.

Sebelum menjawab, Hajime merentangkan kedua tangannya ke atas dan mencoba meregangkan otot-ototnya yang di selingi dengan mulutnya yang menguap lebar.

"Ayo sarapan." Yang ingin dia katakan hanya itu.

Aku langsung memalingkan wajahku dari pandangannya.

"Apa yang kau katakan?" tanya Hajime heran, "Ayo sarapan!" dia tetap memaksaku.

"Tidak! Aku ogah, aku tampak seperti benalu saja." Bualku dengan memasang muka kesal.

Hajime menyeringai, lalu menyentikkan jarinya ke kepalaku.

"Baka!!"

"Ugggh!!" apa dia sedang meniru adegan-adegan di anime?

"Ini bukan aku yang minta tapi, ibuku." Jelas Hajime dengan muka serius.

"Jika aku tidak bisa membawamu, ibuku nanti akan marah loh~"

"Ah~ tunggu dulu, aku ganti kaos." Aku tidak jadi ganti kaos karena tampaknya buru-buru, aku menutup piyama ini dengan menggunakan jaket, dan mendengar perkataannya itu, akhirnya aku ikut, deh.

Aku benar-benar sarapan di sini.

Ayah Hajime pagi-pagi sudah berpakaian rapi dan tampaknya akan segera berhenti ke kantor, kemudian membaca koran begitu selesai sarapan bersama, sambil meminum teh dan menikmati lagu-lagu di radio.

Sementara Hajime segera mandi dan berkemas-kemas untuk berangkat ke sekolah.

Sedangkan aku, masih membantu ibunya mencuci piring dibantu dengan kakaknya.

Begitu ibunya sudah beres mencuci piring, dia menyuruhku untuk pulang dan bersiap untuk pergi ke sekolah bersama Hajime.

Aku senang memiliki teman dekat yang merupakan tetanggaku sendiri dan keluarganya juga menyambutku. Selama ini teman dekatku yang berani bicara padaku adalah teman tak kasat mata ....

****

Tak lupa sebelum berangkat sekolah, aku menguci rumahku rapat-rapat.

Di sana terlihat, Hajime sudah menungguku di depan rumahnya sambil membenarkan kacamatanya dan membaca manga yang kemarin dia baca pas pulang seperti biasa.

Kami berjalan bersama ....

Tapi, tidak ada sepatah kata yang terucap sepanjang jalan ke sekolah.

"...."

Rasanya aneh, aku juga melihat banyak teman-teman kami pergi bersekolah bersama, ada juga laki-laki dan perempuan yang berboncengan meski bukan sepasang kekasih.

Mereka tampak ceria.

Aku kembali melihat Hajime, dan berpikir ... mengapa tidak ada obrolan menarik yang bisa kita bicarakan?

Kemudian Hajime menutup manga-nya begitu kami berbelok dan masuk ke sekolah dari pintu gerbang depan. Dia memasukkan bukunya ke dalam tasnya kembali, tampaknya dia akan melanjutkannya membaca di waktu pulang sekolah.

Kemudian, Hajime sekilas melihatku.

"Nee Hajime ...." Entah kenapa aku memanggilnya dan memang karena ingin memanggilnya.

"Hm?" Hajime menggumam menjawabku dan menatapku dengan serius.

"Kenapa kau melakukan ini padaku?" tanyaku yang tidak yakin saat Hajime mengajakku sarapan tadi.

"Maksudmu?" tanya Hajime heran.

"Kau sudah mengajakku sarapan tadi ...." Kataku dengan malu-malu.

"Oh~ itu toh," dia meresponsnya dengan nada agak santai. "Agar kamu berangkat ke sekolah tidak telah lagi." Jelas Hajime dengan meyakinkan dan kemudian menatap lurus gedung sekolah itu.

"...."

"Aku sudah menceritakan tentangmu pada orang tuaku, dan waktu itu ibu dan kakakku bilang untuk mengajakmu ke rumah. Lalu supaya kau tidak telat, kau ku ajak sarapan tiap hari ... aku bisa membangunkanmu setiap hari." Jelasnya dengan sungguh-sungguh.

"Oh~" aku meresponsnya dengan nada biasa, padahal jauh dalam hatiku ingin mengatakan terima kasih, terima kasih, dan terima kasih banyak atas semua ini.

________

Hajime teman pertamaku, dia memiliki keluarga yang benar-benar baik, dan ....

Suasana kehangatan di rumah itu berhasil menyentuh hatiku ....