[LUNA]
Beberapa hari ini aku dirawat oleh Lucy. Karena, kondisiku yang sangat lemah. Dan hari ini sudah mulai membaik. Meski begitu, Lucy tidak membiarkanku keluar kamar.
"Hey, kau kenapa?"
"Aku sebal sama kamu."
"Loh?"
"…"
"Ya sudah, kau boleh keluar."
Dia tampak kesal melihatku menyeringai.
***
"Aaah, segarnya udara pagi ini."
"Jangan jauh-jauh!"
"Iya-iya, aku tahu."
Aku berjalan sambil memandangi bunga-bunga yang bermekaran.
"Lucy, bunga ini, apa kamu yang menanamnya?"
"Bukan. Tapi, kedua orang tua angkatku."
"Terus mereka ke mana?"
"Mereka pergi."
"Iya, ke mana? Apa mereka akan kembali ke sini?"
"Kau bisa tidak, jangan banyak bertanya? Aku lagi metik sayuran buat makan siang nanti. Aku jadi tidak bisa fokus, nih."
"Ya, maaf. Aku hanya penasaran dengan kedua orang tua angkatmu."
Ya sudah, aku bantu saja dia. Biar dia tidak kesal lagi denganku.
"Aku bantu, ya."
"Tidak usah."
"Tidak apa-apa, aku bisa, kok."
Wortel ini susah sekali untuk dicabut.
"Yah, malah patah."
"Sudah kubilang tidak usah, ya tidak usah!"
Sepertinya aku malah membuatnya tambah kesal.
"Maafkan, aku."
"Hmm."
"Kamu masih kesal, ya?"
Lucy mendelik ke arahku.
"Iya-iya, aku diam."
***
Lucy menaruh beberapa sayuran ke dalam lemari es.
Dia sepertinya masih kesal. Ah, aku punya ide.
"Lucy?"
"Apa?"
"Kita main, yuk!"
"Main apa?"
His, dia tidak peka. Aku kan mau menghiburnya.
"Ya sudah, kalau kau maunya begitu."
"Eh?"
Tiba-tiba dia ada di sampingku.
"Mau tidak?"
"Mmm…"
"Ya sudah, kalau kau berubah pikiran. Aku kembali bekerja."
"Lucy? Kenapa kau…"
"Ssstt... Diamlah."
***
[LUCY]
Aku merasakan aura manusia murni di atap rumahku. Mereka ada empat orang. Dan jika mereka bisa berada di atas sana, maka mereka bukanlah orang-orang biasa.
Tapi kenapa mereka bisa tahu tempat ini? Bukankah tempat ini sudah diberi mantra penghalang oleh Ibu dan Ayah. Hanya manusia iblis tertentu saja yang bisa menemukan tempat ini. Apa mantranya sudah hilang?
"Kita harus pergi dari sini sekarang juga. Apa kau siap?"
Luna mengangguk.
Dengan cepat aku menggendong Luna, lalu melompat keluar dengan menghancurkan jendela.
"Mereka kabur!"
"Cepat kejar!"
Aku berusaha lari sekencang mungkin sembari menggendong Luna. Namun di ujung jalan, kami dihadang oleh pasukan bersenjata yang berseragam hitam. Dan aku tahu siapa mereka.
"Bagaimana ini, Lucy?"
"Sepertinya kita harus menyerah."
"Kenapa?"
"Aku tidak ingin kau terluka jika harus melawan mereka. Mereka pasti akan menangkapmu secara paksa jika aku melawan."
"Baiklah."
Aku menurunkan Luna dan kami berdua mengangkat kedua tangan kami. Tanda menyerah.
"Borgol mereka!"
"Baik."
Ke empat orang tadi datang menghampiri kami.
"Aku kira kau akan melawan. Padahal akan seru jika kau melawan."
Orang ini, bukannya sudah aku bunuh. Kenapa dia masih hidup?
"Kenapa? Kaget melihatku? Yang kau bunuh adalah sodara kembarku! Dan akan kupastikan kau juga merasakan apa yang aku rasakan!"
Apa maksdunya? Jangan-jangan dia akan membunuh Luna. Tidak akan kubiarkan!
"Bawa tahanan itu!"
"Baik."
"Maaf mengganggu, Pak. Tapi ada yang ingin bertemu dengan mereka."
"Siapa?"
Prajurit itu membisikan sesuatu pada orang ini.
"Sial! Padahal aku ingin bersenang-senang."
"Sudah lama tidak berjumpa, ya. Teman lamaku."
Siapa dia? Kenapa menyebutku teman lama? Aku tidak pernah mengenalnya.
"Yah, tampangku memang sudah terlalu tua. Jadi, wajar saja kau kebingungan seperti itu. Sedangkan tampangmu, masih terlihat muda. Meski umur kita sama."
"Siapa kau sebenarnya?!"
"Ah, sayang sekali. Ternyata kau sudah lupa padaku."
Salah satu prajurit menaruh sebuah kursi lipat, dan orang tua ini duduk di kursi itu.
"Baiklah, akan kuceritakan masa laluku. Setelah aku berhasil lolos dari kekacauan itu…"
***
[ORION]
[TAHUN 1950]
...Aku selalu merasa ketakutan setiap malam tiba. Aku tidak bisa tidur dengan nyenyak. Mimpiku selalu dihantui oleh kejadian mengerikan itu. Terlebih, aku tidak punya tempat yang nyaman untuk tidur.
"Tidak! Ibu!"
Lalu, ada seorang kakek tua datang menghampiriku.
"Kau kenapa, anakku?"
"Aku… aku mimpi buruk, Kek."
"Kau pasti korban dari kekacauan yang sedang terjadi belakangan ini. Ikutlah pulang dengan kakek."
"Baiklah."
Ternyata Kakek ini adalah seorang ilmuwan.
"Kakek sedang membuat serum yang bisa meningkatkan kekuatan dan ketahanan tubuh seseorang. Agar kita, manusia, bisa melawan para monster itu. Tapi, kakek belum menemukan sukarelawan."
"Aku saja, Kek, yang jadi subjek percobaan kakek."
"Tapi, kau masih kecil, anakku. Apa kau yakin?"
"Tentu saja. Aku sangat yakin."
Sejak saat itu aku mempunyai ambisi untuk membalas dendam kedua orang tuaku, yang telah dibunuh oleh iblis kejam itu.
***
[TAHUN 1953]
Bertahun-tahun kami melakukan penelitian dan percobaan. Kami menemui cukup banyak kegagalan. Serum itu malah membuatku sakit-sakitan. Sehingga Kakek mulai putus asa.
"Sepertinya usaha kita sia-sia, anakku."
"Tidak, Kek. Kakek jangan menyerah!"
Hanya saja, dia meninggal sebelum menemukan racikan serum yang tepat.
"Maafkan, Kakek! Waktu kakek sudah habis."
"Kakek! Tidak! Tetaplah bersamaku, Kek. Kita habisi monster-monster itu."
Hatiku terpukul. Bukan hanya karena ambisiku yang tidak terwujud. Tapi, juga karena Kakek sudah merawatku dengan baik. Sekali lagi aku kehilangan orang yang menyayangiku.
"Aku tidak boleh menyerah! Aku harus tetap berjuang demi membalaskan dendamku dan juga Kakek."
Aku mencampur setiap serum yang pernah dibuat oleh Kakek.
"Aku tidak peduli jika aku akan mati setelah meminum serum ini. Tapi, jika tidak dicoba, maka aku tidak akan tahu hasilnya."
Beberapa saat kemudian, kepalaku terasa sangat berat dan pandanganku jadi kabur.
"AAAGGGHHHH… AAAHHH…"
Pagi harinya, aku terbangun dan merasakan sesuatu yang berbeda dari tubuhku. Tubuhku terasa sangat bugar.
"Sepertinya, serum itu berhasil."
Aku mencoba menyayat lenganku dengan pisau.
"Aaakkhh, sakit!"
Luka bekas sayatan itu kembali menutup dengan cepat. Dan tidak menyisakan bekas sama sekali. Namun, setelahnya kepalaku terasa pusing dan perutku juga terasa sakit.
"Sepertinya, pemulihan tadi menguras cukup banyak energiku. Aku harus mencari makanan."
Aku berburu di hutan untuk mendapatkan makanan. Seperti Rusa, Babi, maupun ular. Agar energiku selalu terisi. Dan aku juga menghabisi beberapa iblis yang kutemui di hutan.
[TAHUN 1963]
Sepuluh tahun berlalu, ketangkasan dan ketahananku pun semakin kuat dan sudah sangat kuat. Sehingga setara dengan para iblis itu.
"Kau ini apa sebenarnya? Kau hanya manusia biasa. Kenapa kau bisa sekuat ini?"
"Kekuatanku berasal dari demdam semua manusia yang kau habisi. Dan sekarang, rasakanlah dendam mereka!"
"AAAARRRRGGGHHH…"
Dia tumbang setelah aku tusuk jantungnya dengan tombak dari tulang monster yang aku bunuh sebelumnya.
Tiba-tiba muncul seseorang yang berseragam militer dari balik pohon.
"Kau sangat kuat. Apa benar kau bukan monster seperti mereka?"
"Kau siapa?"
"Aku jendral dari pasukan pertahanan yang dibentuk oleh pemerintah, untuk mengantisipasi serangan para iblis. Dan kau sudah membunuh monster yang sudah membinasakan hampir setengah dari pasukanku."
Aku menceritakan tentang masa laluku. Dan dia tampak sangat tertarik padaku setelah mendengarnya.
"Bagaimana kalau kau bergabung dengan pasukanku? Kau akan sangat berguna bagi pihak manusia."
"Baiklah."
***
[TAHUN 1964]
Setahun kemudian, aku diangkat jadi menantunya. Karena dia sangat bangga dengan pencapaianku selama bergabung di pasukan pertahanan. Dan juga karena, dia yakin putrinya bisa aman dan bahagia bersamaku.
"Aku percayakan putriku padamu. Jagalah dia dengan sepenuh hatimu!"
"Aku berjanji!"
"Kau juga, putriku, layanilah suamimu dengan baik."
"Baik, Ayah."
***
[TAHUN 1970]
Dengan fasilitas dan kekuasaan yang kumiliki, aku membentuk tim khusus, yang dinamai "penakluk iblis". Tugas mereka adalah mencari para iblis dan membinasakannya. Namun, banyak sekali dari mereka yang gugur. Karena, ketahanan tubuh mereka yang sangat lemah dibanding diriku.
"Aku tidak bisa bertahan lagi, Kapten. Aagghh…aahh."
***
[TAHUN 1972]
Aku berpikir keras untuk menemukan cara agar mereka bisa bertahan dari serangan monster-monster itu.
"Jika saja kita bisa membuat serum itu kembali. Mereka tidak akan gugur semudah itu."
"Tentu saja! Kita bisa membuatnya lagi, Ayah."
"Bagaimana caranya?"
"Aku bersedia jadi objek penelitian. Ambil darahku atau apa pun dari tubuhku, dan bayar ilmuwan terkenal untuk menelitinya. Pasti mereka bisa menemukan komposisi serum itu."
"Baiklah, anakku. Jika itu keinginanmu, Ayah akan mengerahkan semua sumber daya untuk melakukan penelitian ini."
***
Para ilmuwan ini mulai meneliti darahku. Meski mereka tidak menemukan komposisi serumnya. Tapi, mereka menemukan fakta yang cukup mencengangkan.
"Kandungan serum itu sudah menyatu dengan tubuh Anda, Pak. Dengan kata lain, darah Anda adalah serum itu sendiri."
Mereka pun bersiap untuk melakukan percobaan pertama mereka pada manusia. Mereka menyuntikkan serum itu pada para prajurit yang sudah bersedia jadi subjek percobaan.
"Aaaggghhhh…!"
"AAAAARRRRRGGGGGHHHH…!"
Semua prajurit itu berteriak kesakitan karena sistem imun mereka menolak serum tersebut. Pada akhirnya beberapa dari mereka tumbang. Karena, efek samping dari serum tersebut yang sangat mengerikan. Ada yang kulitnya mengelupas seperti terbakar, ada juga yang tubuhnya jadi kering kerimping.
Namun, ada 4 prajurit yang berhasil selamat. Mereka tidak mengalami keanehan yang terlalu mengerikan.
[TAHUN 1992]
Selama dua puluh tahun, penelitian berfokus pada ke empat prajurit itu. Satu dari empat prajurit itu bisa merasakan kehadiran para iblis. Tiga sisanya memiliki ketahanan yang luar biasa. Setelah melakukan berbagai pengujian, serum itu berhasil disempurnakan dan tidak lagi menimbulkan efek samping yang fatal.
***
[MASA KINI]
"Dan akhirnya, mereka semua mempunyai ketahanan dan ketangkasan setara dengan kalian, para iblis. Dan juga yang awalnya hanya tim khusus. Sekarang sudah berkembang menjadi satuan khusus Pemburu Iblis. Hanya saja, tim terbaikku, telah kau binasakan. Dan karena itulah, kami tidak akan membiarkanmu lolos lagi."
"Ternyata, kau adalah anak kecil yang kubiarkan lari itu."
"Aahahahaha. Aku senang sekali, akhirnya kau mengingatku juga. Tapi, apa kau menyesal sekarang?"
Aku memegang wajah iblis ini dengan keras.
"Aku… tidak pernah… menyesali semua perbuatanku!"
"Untuk seorang monster, kau tidak pandai berbohong."
Aku bisa melihat semua penyesalannya dari pancaran matanya. Tapi anehnya, kenapa begitu banyak penderitaan yang dia rasakan?
"Maaf, Pak. Cucu anda sudah ada di sini."
"Kakek."
"Cucuku, sudah kuduga, ternyata monster yang kalian kejar adalah teman lama kakek."
"Teman?"
"Dulu kami adalah teman sekelas. Namun, karena dia adalah anak dari penyembah iblis. Maka, kakek dan teman-teman kakek yang lainnya mengucilkannya."
"Itu berarti?"
"Kau benar, cucuku. Dialah biang semua kekacauan itu."
"Bukan aku yang membangkitkan mereka, tapi Ayahku!"
"Lalu, ke mana ayahmu pergi?"